Cari Blog Ini
Situs ini dipersembahkan untuk para pelajar, pendidik, dan orang tua yang ingin meningkatkan wawasan dan memperkuat keimanan melalui pendidikan dan teknologi.
Unggulan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
JURNAL FIQIH KONTEMPORER DAN PERMASALAHANNYA
CONTEMPORARY FIQH AND ITS PROBLEMS
Abdul Patah Haris, S.Pd.I
SDN. No. 101929 Perbaungan Road Hospital
Simpang Tiga Pekan Village, Perbaungan District, Serdang Bedagai Regency, North
Sumatra Province, Indonesia.
email: abdulpatahh@gmail.com
ABSTRACT
Talking about
problems in everyday life, then we all cannot be separated from the discussion
of the science of Fiqh. Fiqh is an inseparable part of Islamic teachings
because it is a life reference for humans, especially when making decisions in
dealing with problems in everyday life. Contemporary fiqh is basically no
different from other fiqh. It's just that contemporary fiqh discusses problems
that develop today that were not discussed at the time of the Prophet,
Companions, tabi'in and scholars in ancient times. So here contemporary fiqh
appears as a result of modernization and the influence of globalization which
continues to grow to cover most of the countries in the world. With the
emergence of this modernization current, it has resulted in the emergence of
various kinds of changes in the social order of Muslims, both involving all
aspects including culture, customs, politics, social, and so on. From these
changes, new problems arise that have never existed at the time of the Prophet,
Companions, Tabiin and scholars, thus causing unrest in answering the problems
of Muslims.
FIQIH
KONTEMPORER DAN PERMASALAHANNYA
Abdul Patah Haris, S.Pd.I
SDN.
No. 101929 Perbaungan Jalan Rumah sakit
Kelurahan simpang Tiga Pekan Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai,
Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.
email: abdulpatahh@gmail.com
ABSTRACT
Berbicara tentang permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari, maka kita semua tidak bisa terlepas dari
pembahasan ilmu Fiqih. Fiqih merupakan bagian yang tidak bisa terlepas dari ajaran Islam karena sebagai
acuan hidup bagi manusia terutama mengambil
keputusan dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Fiqh kontemporer pada dasarnya tidak berbeda dengan fiqih yang lainnya. Hanya
saja fiqih kontemporer membahas tentang permasalahan yang berkembang pada zaman
sekarang yang tidak dibahas pada zaman Nabi, Sahabat, tabiin maupun ulama pada
zaman dahulu. Maka disini fiqih
kontemporer muncul akibat modernisasi dan pengaruh globalisasi yang terus
bekembang hingga meliputi sebagian besar negara-negara yang ada dunia. Dengan
timbulnya arus moderenisasi tersebut, mengakibatkan munculya berbagai macam
perubahan dalam tataan sosial umat islam, baik yang melibatkan semua aspek
termasuk budaya, adat istiadat, politik, sosial, dan lain sebagainya. Dari
berubahan tersebut menjadikan timbul masalah baru yang belum pernah ada pada
zaman Nabi, Sahabat, Tabiin serta
ulama, sehingga menimbulkan keresahan dalam menjawab permasalah umat umat
Islam.
Pengertian Fiqh Kontemporer
Fiqh
menurut bahasa artinya mengetahui. Adapun fiqh menurut istilah adalah ilmu yang
mempelajarai tentang hukum Islam yang bersifat perbuatan yang berdasarkan dalil
Al-Quran dan Hadist. Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian
kontemporer berarti waktu, masa, atau zaman sekarang. Jadi dari uraian diatas
dapatlah kita simpulkan bahwa fiqih kontemporer adalah ilmu yang mempelajarai
tentang hukum Islam yang berkaitan dengan perkembangan pemikiran fiqh pada masa
sekarang. Yang menjadi patokan adalah bagaimana cara menyekesaikan
permasalahan–permaslahan kontemporer dan metodologi pengambilan hukum-hukum islam
dalam jawaban terhadap masalah-masalah kontemporer.
Dengan berkembangnya kehidupan sosial dan teknologi manusia,
maka ilmu Fiqih juga
harus selalu disesuaikan dengan ruang dan waktu, karena tuntutan dalam menjawab
kehidupan zaman. Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi komunikasi dunia, maka terjadilah
disebut dengan proses modernisas atau globalisasi. Globalisasi tersebut membuat
lahirnya berbagai macam perubahan secara menyeluruh baik secara sosial dan
idiologi maupun gaya hidup.
Unsur-unsur
sosial yang mengalami perubahan akibat globalisasi adalah lapisan masyarakat.
Sedangkan perubahan secara ideologis yakni perubahan dalam norma-norma susila,
perubahan nilai-nilai yang lainnya, baik pemikiran dan sebagainya. Hal ini
menuntut perubahan dalam hukum Islam terutama yang barkaitan dengan
permasalahan masyarakat dalam menjawab perkembangan zaman.
Mengingat
mempelajari Ilmu hukum fiqih merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan
dari ajaran agama Islam, maka disini perlu dipelajari aspek yang mengalami
perubahan yang berkaitan dengan hukum Islam. Karena pada hakikatnya agama
merupakan wahyu Tuhan tidak akan berubah, tetapi perubahan itu terjadi pada
penerapannya yang berkaitan dengan sosial ditengah-tengah masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapatlah kita pahami bahwa perubahan tersebut
bukanlah pada pokok-pokok agama yang tekstual seperti, pada Firman Allah,
akidah dan tauhid, tetapi perubahan tersebut secara kontekstual. Disini Konteks
Al-Quran tidak mengalami perubahan, tetapi perubahan tersebut terjadi pada
pemahaman dan penerapannya yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal ini
dikarenakan perubahan sosial pada masyarakat terus berjalan mengikuti zaman,
maka pemahaman dan penerapan tentang ajaran Islam harus bersifat kontiniu
sesuai zaman. Dengan demikian hukum Islam tetap relevan dan aktual dalam
menjawab perkembangan zaman.
Adapun
beberapa faktor penyebab terjadinya perubahan sosial yang secara umum terbagi
dua macam, yaitu:
Pertama,
terletak
pada lapisan masyarakat yang sering disebut faktor intren contohnya jumlah
penduduk, ekspremen baru, konflik masyarakat sehingga menimbulkan timbulnya
revolusi di dalam masyarakat kecil sehingga menimbukan perubahan pada tingkah
laku dan sosial masyarakat ke masyarakat yang lebih besar .
Kedua,
ada
pula yang bersumber pada pertemuan antara masyarakat yang berbeda kultur
sehingga menimbulkan pengaruh pada masyarakat lain atau sering dikenal dengan
faktor eksternal.
Perubahan
sosial tersebut merupakan unsur terjadinya perubahan pada sistem dan pemikiran
Islam termasuk pembaharun ilmu fiqih hukum Islam yang membahas tentang permasalahan
masyarakat pada zaman sekarang.
Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum ilmu Fiqih harus mampu
menyesuaikan dan mengembangkan sesuai dengan tuntutan masyarakat pada zaman sekarang. Tanpa ada pembaharuan pada hukum fiqih dan pemikiran hukum Islam maka akan menimbulkan kesulitan dalam masyarakat dalam memahami hukum Islam yang
merupakan salah satu bagian dari ajaran dalam agama Islam.
Berbicara
tentang keagamaan yang bersifat legal dan formal, maka kita sebenarnya
berbicara tentang haram atau tidak dalam melakukan sesuatu perbuatan. Hal ini
menjadi Akibat dari globalilisasi dan kemajuan zaman, sehingga menimbulkan
permasalahan-permasalahan yang sebelum tidak terjadi sehingga memerlukan
penetapan hukum, sehingga menimbulkan pemikiran mengenai fiqih kontemporer.
Metode pengambilan hukum Kontemporer
Ada
lima cara yang dapat digunakan dalam menentukan hukum pada pembahasan Islam
kontemporer yaitu:
1.
Takhayyur,
Takhayyur
adalah metode penentuan hukum dengan memilih pendapat salah satu ulama fikih,
termasuk ulama di luar mazhab. Takhayyur bisa juga disebut dengan tarjih. Sebab
dengan cara memilih pendapat ulama yang berbeda yang berdasarkanpada pendapat
yang lebih kuat atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2.
Talfiq,
Talfiq
adalah metode pengambilan hukum dengan cara mengkombinasikan beberapa pandangan
ulama dalam pembahasan dan penetapkan hukum dalam permasalahan Islam
kontemporer.
3.
Takhshîsh al-Qadla
Takhshîsh al-Qadlâ adalah metode pengambilan hukum dengan
memperhatikan hak Negara dalam
membatasi kewenangan peradilan
akan yang diterapkan. Artinya Negara berperan
menentukan hukum atau kebijakan untuk membatasi peradilan agar peradialn membatalkan
atau tidak menerapkan hukum keluarga dalam
situasi tertentu, tanpa bermaksud ingin mengubah hukum Islam tersebut dan ini
bertujuan untuk kepentingan orang banyak.
4.
Siyâsah Syar‘îyah
Siyâsah
Syar‘îyah adalah metode pengambilan hukum yang berdasarkan kepada kebijakan
penguasa dalam menerapkan peraturan bagi orang banyak dengan memperhatikan
syari‘ah. Namun ada ilmuan dan peneliti yang mengkasifikasikan bahwa Takhshîsh al-Qadlâ atau Siyâsah Syar‘îyah
adalah penentuan hukum dengan menggunakan administrasi. Artinya hukum tidak
akan diproses apabila persyaratan administrasi
tidak dilengkapi. Hak penguasa dalam membatasi menerapkan peraturan bagi rakyat
dan tidak bertentangan dengan hukum Islam dan sesuai dengan apayang telah
diruskan dalam Ilmu Usul Fiqih. Contoh dalam penerapan siyâsah syar‘îyah dapat
dilihat dalam kasus perceraian bahwa gugatan sang istri tidak akan diproses apa
bila persyaratan tidak dilengkapi
terlebih dahulu.
5.
Reinterpretasi Nash
Sedangkan
maksud Reinterpretasi Nash adalah metode pengambilan hukum dengan cara
melakukan penafsiran ulang terhadap Al-Qur’an dan Hadist. Dalam penerapan
Reinterpretasi Nash penentuan hukum dapat diambil dengan pendekatan empat
bentuk motode, yaitu:
1. Pendekatan
tematik dan integratif,Walaupun
dalam penerapannya belum konsisten dan belum tersistematis terhadap semua
masalah. Artinya, dalam penetapan suatu hukum pada salah satu masalah yang sama
tapi diselesaikan dengan metode yang berbeda. Misalnya, pada penetapan umur
minimal seseorang untuk boleh menikah, dibeberapa negara berbeda dalam
menetapkan umur minimal seseorang boleh menikah yang berdasarkan penerapan metode yang berbeda. Maksudnya
ada negara yang menentukan berdasarkan siyasah syar‘iyah, namun ada juga negara
yang menentukan dengan metode Reinterpretasi Nash atau mengkaji ulang
penafsiran dari Al-quran dan Hadist Nabi. Namun ada juga negara yang mentapkan
hukum dengan cara menggunakan metode gabungan.
2.
Pendekatan
dengan berdasarkan analogi (Qiyas).Pengertian Qiyas adalah metode pengambilan
hukum dengan cara mencari kesamaan sifat antara hukum kasus yang sudah
ketetapannya didalam Al-Quran dan Hadist dengan kasus yang belum ketetapan
hukumnya didalam Al-Quran.
3.
Pendekatan
pada Mashlahah Mursalah,Sedangkan mashlahah mursalah adalah pendekatan
penentuan hukum berdasarkan kepentingan orang banyak, dan tidak bertentangan
dengan hukum Islam.Contohnya adalah mempersempit kemungkinan untuk berpoligami
oleh sejumlah negara dengan mensyaratkan harus mendapatkan izin istri terlebih
dahulu.
4.
Pendekatan
pada pemahaman secara kontekstual (tafsir kontekstual).Contoh aturan yang
kontekstual adalah kesamaan antara laki-laki (suami) dan perempuan (isteri)
dalam menyelesaikan permasalahan keuangan misalnya biaya perkawinan; biaya
walimahan, biaya hidup.
IBADAH
Manusia
dihadapan Allah itu semua sama karena Allah tidak melihat wajah, harta,
kedudukan, maupun jabatan kamu didunia tapi Allah melihat siapa yang paling
bertaqwa diantara kamu. Dan Allah juga akan mengangkat diantara kamu orang yang
beriman dan orang yang berilmu beberapa derajat, oleh karena itu kita harus
mengetahui untuk apa manusia diciptakan di bumi ini. Allah berfirman:
“Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku”.(Qs.Al-Dzariyaat: 56)
Dari
ayat diatas dapat kita ambil kesimpulan
bahwa tujuan kita hidup didunia adalah untuk beribadah kepada Allah, sehingga
semua yang ada didunia ini sebagai pelengkap untuk selalu beribadah kepada-Nya.
Dalam Islam tidak ada tempat yang khusus untuk beribadah karena seluruh tempat
dibumi ini adalah tempat yang layak untuk beribadah kepada Allah. Sebagaimana
Allah berfirman:
“Hai
hamba-hamba-Ku yang beriman, Sesungguhnya bumi-Ku luas, Maka sembahlah aku saja”. (Qs.
Al- Ankabut: 56)
Namun
pandangan ibadah dalam Islam tidak sama dengan pengertian ibadah dalam
pandangan orang awam, karena beribadah kepada Allah tidak hanya seputar shalat, zakat, puasa, haji dan sedekah tetapi
lebih luas lagi. Tetapi ibadah
adalah semua aktivitas manusia yang diridhai dan mendekatkan diri kepapa Allah
baik berupa ibadah hati, ibadah lisan maupun ibadah jasmaniyah. Banyak
bentuk ibadah yang dapat kita lakukan untuk mendekatkan diri kepada allah, yaitu:
1.
Ibadah hati, yang mencakup ibadah
hati adalah cinta, malu, takut terhadapmurka-Nya ataupun takut masuk kedalam
neraka-Nya, maupun bertawakal kepada-Nya.
2.
Ibadah lisan, yang termasuk ibadah
lisan adalah memohon ampunan-Nya, memuji keagungan-Nya, dan sebaginya.
3.
Ibadah fisik, yang termasuk ibadah
fisik seperti shalat, puasa, haji, berwudu maupun membuang duri dari jalan.
4.
Ibadah
dengan harta, misalnya zakat, haji, sedekah,
waqaf, infaq maupu membangun masjid.
Selain
itu, semua perbuatan manusia dapat dikatagorikan ibadah bila diawali dengan
hati yang tulus dan mencari ridha Allah swt. Ada beberapa syarat yang harus ada
agar semua ibadah kita diterima Allah Swt, yaitu:
1.
Ibadah dilaksanakan
tulus demi Allah bukan karena ingin dipuji atau lainnya.
2.
Disertai rasa waswas
dan takut kepada Allah bila amalnya tidak diterima.
3.
Mengharap ridha dan
berbaik sangka kepada Allah.
4.
Sesuai dengan yang
diajarkan baginda Nabi Muhammad Saw.
Mukmin yang sejati akan selalu
mempelajari hukum-hukum agama yang meliputi semua aspek kehidupan. Sebagaimana
sabda Nabi Muhammad saw yang berbunyi: “ Barang
siapa yang dikehendaki Allah kebaikannya, maka Allah akan memberi pemahamanyang
baik dalam Agama” (HR. Al-bukhari,no.71 dan muslim, no.1037)
Anggapan Tentang Gugurnya kewajiban Sholat
Shalat
memiliki rukun iman yang kedua dan juga kewajiaban yang harus lakukan olejh setiap prang Islam. Islam adalah
tiang agama, dan Shalat juga merupakan pembeda antara oreang yang beriman dan
yang tidak beriman serta bukti kebenaran keyakinan seseorangterhadap sang
pencipta. Selain itu sholat juga adalah bukti syukur terhadap Allah yang telah
menciptakan manusia dan suatu ibadah yang tidak bisa ditawar-tawar. Bgiseorang mukmin sholat bukanlah beban melainkan
seatu kebutuhandan aktifitas yang dapat menyenangkan hati seorang hamba untuk
berbicara langsung kepada sang pencipta.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat
pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap
hari lima kali, menurut Anda, apakah itu akan menyisakan kotorannya ? Para sahabat menjawab,
‘Tidak menyisakan sedikit pun kotorannya.’ Beliau
bersabda, ‘Maka begitulah perumpamaan
shalat lima waktu, dengannya Allah
menghapuskan dosa-dosa (hamba-Nya)’” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no.
667).
Allah
Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar”
(Al-‘Ankabuut:45).
Ibnul Qoyyim rahimahullah pendapatnya tentang shalat, “Tidak dapat diragukan bahwa shalat merupakan perkara yang sangat
menggembirakan hati bagi orang-orang yang mencintainya dan merupakan kenikmatan
ruh bagi orang-orang yang mengesakan Allah, puncak keadaaan orang-orang yang
jujur dan parameter keadaan orang-orang yang
meniti jalan menuju kepada Allah”.
Dengan
shalat, seseorang dapat mengundang rahmat Allah yang selalu disediakan kepada
hamba-Nya yang pandai bersyukur, Allah memberi pentunjuk kepada siapa yang Dia
kendaki agar dimudahkan menjalankan perintahnya, dengan sholat seorang diangkat
derajatnya dan kehormatan mereka beberapa derajat. Dengan sholatlah seluruh anggotan
tubuh beridadah kepada-Nya termasuk hati.
Cara
memahami Al-quran salah satunya adalah dengan mempelajari tafsir Al-Quran. Dan
satu jenis tafsir al-Qur’an tafsir isyari yang sering dipelajari dan amalkan
oleh para tasawuf. Agar tidak melenceng dari makna yang terkandung didalam
Al-Quran maka harus terpenuhi syarat-syarat dan tidak boleh dicampur
aduk-adukkan dengan hal-hal yang tidak jelas.
Secara bahasa Isyari berarti memberi isyarat.
Adapun menurut istilah isyari artinya memahami makna dari ayat-ayat Al-Quran dengan takwilkan
(mengganti) bukan dengan makna zhohirnya melainkan berdasarkan hati nurani.
Tafsir isyari adalah metode
penafsiran melalui isyarat suci
sehingga dapat mengetahui makna yang tersirat dalam ayat tersebut. Hukum tafsir isyari ini berbeda pendapat, yaitu
ada yang melarang dan ada juga yang membolehkan asal terpenuhi beberapa syarat berikut ini:
1.
Tidak bertentangan
dengan makna lahir (pengertian tekstual) al-Qur’an.
2.
Penafsirannya
didukung atau diperkuat oleh dalil-dalil syar’i lainnya.
3.
Penafsirannya tidak
bertentangan dengan dalil syara‘ atau rasio.
4.
Penafsirannya tidak menganggap bahwa hanya itu saja tafsiran
yang dikehendaki Allah, bukan
pengertian tekstual ayat terlebih dahulu.
5.
Penafsirannya tidak
terlalu jauh sehingga
tidak ada hubungannya dengan lafadz. sufistik.
Menafsirkan
ayat-ayat Al-Quran membutuhkan
keilmuan yang harus terpenuhi. Menurut seorang Seorang ahli ilmu tafsir, Manna Khalil al-Qathan berpendapat
ada beberapa syarat ada untuk
menfsirkan Al-Quran. Menurut al-Qatthan, syarat
menjadi ahli tafsir adalah sebagai berikut:
1.
Benar
aqidahnya.
2.
Tidak
memperturuTkan hawa nafsu dalam memahami ayat Al-Quran, seperti aliran
Qodariyah, Syiah Rafidhah dan Mu’tazilah.
3.
Menafsirkan
ayat Al-Quran dengan Ayat Al-Quran.
4.
Menafsirkan
ayat Al-Qur’an dengan Hadist Nabi.
5.
Apabila
tidak mendapatkan tafsir dari keduanya, maka dapat penafsiran Al-Quran dengan
pekataan para sahabat Nabi, dan jika tidak mendapatkan juga maka beralih
pada pendapat para tabiin.
6.
Menguasai ilmu
Balagha.
7.
Mengetahui
dan memahami tentang ilmu yang mendukung tentang ilmu tafsir Al-Qur’an, seperti
ilmu Tajwid, ilmu Tauhid, asbabul
nuzul, nasha mansskh dan sebagainya. Dan
8.
Memiliki
kecerdasan yang memungkinkan.
Sedangkan,
syarat mufasir menurut Imam al Suyuthi seperti dikutip Prof. Dr. Quraisy
Shihab.
1. Memahami dan
menguasai Ilmu Bahasa Arab.
2. Menguasai ilmu Nahwu
dan sharaf.
3.
Menguasai tentang ishtiqaq atau akar kata.
4.
Menguasai ilmu Al-Ma’aniy.
5.
Menguasai ilmu Al-Bayan.
6.
Menguasai ilmu Al Badi’.
7.
Menguasai lmu Al Qira’at.
8.
Menguasai Ushul al Din
9.
Menguasai Ushul al Fiqh.
10. Menguasai Asbabal-Nuzul
11. Menguasai naskh dan mansukh.
12. Menguasai
Fiqh atau hukum Islam.
13. Menguasai
Ilmu Hadis dan Hadis Nabi.
Sebagai
hamba sudah layak dan pantas kita mengabdikan diri kepada sang Kholiq dengan
cara melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dunia ini hanya
sementara dan disinilah ladang akhirat. Pengabdian kepada sang kholiq tidak
bisa berhenti selama masih hidup didunia ini. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
“Dan beribadah
kepada
Rabbmu
sampai
datang
kepadamu
yang
diyakini
(ajal)”.[al-Hijr/15:99]
Ini
merupakan ayat yang disalah artikan dan dipahami mereka sebagai dalil agar
tidak melaksanakan ibadah seperti shalat, karena Mereka mengartikan al-yaqîn
dengan ilmu ma’rifah tanpa melihat makna zhahirnya. Kaum Bathiniyah adalah kaum
penganut tafsir isyari, mereka menafsirkan Al-Quran disesuaikan dengan ajaran
mereka.
Ijma’ ulama tafsir menafsirkan ayat
itu dengan makna sebagai berikut:“sembahlah
Tuhanmu sampai ajal tiba”. Berbeda dengan kaun bathiniyah yang mengartikan
ayat tersebut dengan makna yang berbeda dan mengabaikan makna zhahirnya.
Menurut kaum Bathiniyah ayat itu memiliki makna: “barangsiapa yang telah mengerti makna ibadah, maka pada saat yang sama
gugurlah kewajiban-kewajiban baginya”. Berdasarkan makna yang mereka utarakan
bahwa ibadah ada batas akhirnya
yaitu keyakinan. Menurut
Kaum Bathiniyah dibalik makna
zahir ada makna yang tersirat didalamnya.
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah
berpendapat: “Ayat ini menjadi dalil kesalahan kaum mulhid (pelaku kekufuran)
yang berpendapat bahwa pengertian al-yaqîn (dalam al-Hijr 15/99) adalah
ma’rifah. siapa saja yang telah mencapai derajat ma’rifah, maka tanggungan
(taklîf)nya gugur. Ini adalah bentuk
kekufuran, kesesatan dan kebodohan. Para nabi ‘alaihimus salâm dan para sahabat
mereka merupakan orang-orang yang paling mengenal Allâh Azza wa Jalla , paling
tahu hak-hak dan sifat-sifat-Nya dan segala bentuk
pengagungan yang menjadi hak Allâh Azza wa Jalla , meski demikian mereka
adalah insan-insan yang paling tinggi penghambaan dirinya kepada Allâh Azza wa
Jalla dan paling banyak beribadah dan berbuat kebaikan sampai ajal datang. Yang dimaksud dengan al-yaqîn di sini
adalah kematian, seperti yang telah kami kemukakan sebelumnya”.
Dari
uraian diatas dapat dilihat makna menurut ulama tafsir bahwa yakin pada ayat
tersebut tidak boleh diartikan dengan ilmu makrifat yang menujukan derajat yang
tinggi terhadap Allah, pendapat ini adalah keyakinan sesat dan menyimpang
dengan syarat yang harus dimiliki pada tafsir isyari.
Keyakinan kaum sufi dalam memaknai
Qs.Al-Hijr ayat 99 adalah keyakinan sesat, kufur dan bertentangan dengan
pendapat ulama tafsir lainnya, Ibnu Katsir berkata: “ para nabi dan rasul yang mereka itu adalah orang – orang yang paling
mengenal Allah , paling mengetahui hak-hak-Nya, dan paling banyak melakukan
kebaikan, mereka tidak pernah sekalipun berhenti menjalankan syari’at Allah swt
sampai mereka wafat”.
Allah swt berfirman:
”
dan Dia (Allah) memerintahkan untuk sholat ( menunaikan ) zakat selama kamu
hidup “.( Qs. Maryam : 31 ).
Dalil
lainnya yang menunjukkan penggunaan kata yaqiin untuk makna kematian adalah
sebuah hadist yang menceritakan kisah kematian sahabat nabi SAW yang
bernamaUsman bin Man’un. Diantara ucapan nabi SAW adalah :”Adapun dia ( Usman bin Ma’un ), maka sungguh
telah datang kepadanya kematian, demi Allah, sesungguhnya saya megharapakan dia
mendapatkan kebaikan”. (HR.Bukhari ).
Ibnu Hazm rahimahullah menerangkan
tentang keanehan keyakinan Sufi tersebut. Beliau mengatakan, “Satu sekte Sufi mengklaim bahwa wali-wali Allâh
itu lebih utama ketimbang seluruh nabi dan rasul. Mereka mengatakan, “Siapa saja telah mencapai derajat tertinggi dalam kewalian, niscaya
seluruh (tanggungan) syariat gugur pada dirinya seperti shalat (lima
waktu)Inilah aqidah yang sering kali dipakai oleh sebagian masyarakat untuk membela sosok yang mereka tokohkan bila melakukan hal-hal yang
tampak jelas melanggar syariat. Mereka mengatakan, “Dia khan wali Allâh, sudah
mencapai ma’rifat”. Atau mengelu-elukan seseorang dengan
ekstra dengan satu alasan, lantaran telah mencapai derajat ma’rifah meski secara lahiriah tidak
tampak dirinya berkomitmen dengan
petunjuk Nabi SAW, seseorang bisa
bebas dari tanggungan ibadah dan bebas melanggar syariat Ilahi dengan dalih
telah mencapai derajat tinggi di sisi Rabbnya. Berdasarkan logika sehat saja, pandangan di atas sudah
dapat disimpulkan hukumnya dalam Islam. Keyakinan di atas secara tidak langsung
mendustakan sejarah yang menyebutkan Rasûlullâh dan para Sahabat , insan-insan yang jelas jauh lebih baik dari
mereka, tetap beribadah kepada Allâh SWT
sampai akhir hayat. Bagaimana mungkin seorang hamba Allâh Azza wa Jalla di dunia ini akan mencapai sebuah fase dimana
ia bebas lepas dari aturan syariat.Karenanya, tidak
heran bila keyakinan ini di vonis kufur,
dhalâl (sesat) dan jahl (kebodohan nyata). Imam Ibnul
Dari uraian diatas dapat tarik
kesimpulan bahwa lafadz yaqiin adalah kematin, sehingga makna ayat tersebut
adalah “beribadahlah engkau hanya kepada
Allah swt sesuai dengan kemapuanmu dan jangan pernah meninggalkannya sampai
kematian mendatangimu”.
Bila kita lihat dari 5 (Lima) Syarat
diatas, kelompok yang mengartikan Qs.Al-Hijr ayat 99 dengan makna “yakin” sehingga mengandung arti jatuhlah
kewajiban seseorang terhadap Allah dengan mengunakan pendekatan "Tafsir Al-Isyari", maka
dipastikan hasil tafsirnya "Batal" dan "Cacat" secara
hukum. Dan bila syarat-syarat tersebut
terpenuhi dalam menafsirka Al-Quran secara Isyari maka penafsiran tersebut
dapat diterima dengan baik.
Bermakmum Pada Imam yang Rusak Bacaannya
Shalat merupakan
bentuk syukur kita kepada Allah yang telah
memberikan kesehatan dan
segala nikmat yang diberikan-Nya. Salah satu sunnahnya yang sangat dianjurkan
Rasulullah kepada ummatnya adalah shalat berjamaah. Dalam shalat berjamaah ada
beberapa Syarat yang harus
diperhatikan yaitu adanya imam dan makmum serta ketentuan-ketentuan lain yang
harus dilaksanakan dalam Shalat berjamaah. Diantara ketentuan itu adalah
tentang kefasehan bacaan Fatihah.
Ketika si Makmum mengetahui bacaan
Al-Fatihah si Imam tidak Fasih maka si Makmum harus Mufaraqah (berniat keluar
dari shalat berjamaah). Hal ini sudah dibicarakan dalam kitab fiqih mazhab
Syafi'i seperti Fathul Qarib, Fathul
Mu'in, Asnal Mathalib. Dalam kitab Asnal-Mathalib menyebutkan bahwa: “Dan tidak (sah) bermakmum dengan orang yang
tidak dapat membaca surah al-Fatihah sesuai dengan makhraj atau tasydidnya
karena mengendornya lidahnya, meskipun dalam shalat yang imam tidak dianjurkan
mengeraskan suara karena sesungguhnya imam menjadi penanggung jawab Fatihah
makmum, sementara orang ini (yang
tidak mampu membaca Fatihah dengan baik) tidak layak untuk itu.”
Menurut
penulis cara mufaraqah yang baik adalah dengan tetap menjaga ketertiban dan
keamanan shalat berjamaah atau dengan kata lain tetap menjaga dan mengatur
jarak atau tempo antara gerakan shalat makmum dangan gerakan sholat imamnya. Namun
yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai terlalu lama antara gerakan imam
dengan gerakan makmum.
Nikah Lewat HP
atau Internet
Selama teknologi
komunikasi berkembangan pesat,
semua komunikasi dapat
dilakukan dengan mudah, mulai dari diskusi hingga berdagang online
hingga melintasi antar negara. Sekarang akad nikah dapat dilakukan telphon
genggam (HP), internet, hingga vidio call dari tempat yang berjauhan.
Pernikahan tidak akan sah apabila tidak terpenuhi rukun dan syaratnya. Salah satu rukun nikah adalah
adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan, adanya wali, adanya dua saksi
dan terjadinya ijab qabul.
Hadis
dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa
Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda: Tidak sah
nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi orang yang adil. (HR. Ibnu Hibban 4075 &
ad-Daruquthni 3579, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)
Kemudian ulama Fiqih berbeda pendapat
tentang menikah lewat Hp, internet atau vidio call apa sah atau tidak. Masalah
pernikahan melalui Hp, internet atau vidio call tergolong baru dan tidak
terjadi pada zaman Nabi, Sahabat dan tabiin, maka kita tidak bisa melihat
hukumnya di buku fikih klasik.
Al-Buhuti dalam Kasyaf al-Qana’
menyatakan:“Jika qabul tertunda sesaat,
sehingga tidak langsung nyambung dengan ijab, hukumnya sah, selama dalam satu
majlis. Dan pengantin tidak melakukan aktivitas yang memutus kesinambungan ijab
qabul, meskipun ada jedah agak lama”. (Kasyaf al-Qana’, 3/148)
Penggunaan
komunikasi modren untuk melaksanakan pernikahan, ulama perbeda pendapat. Apakah
ijab qabul harus berlangsung satu majlis atau juga diperbolehkan terpisah
selama dapat melukukan komunikasi secara langsung.masalah ini ada dua pendapat,
yaitu:
1.
Tidak
diperbolehkan melakukan akad nikah dengan vidio call. Dikarenakan ditakutkan
tidak satu majlis. Demikian pula yang difatwakan Lajnah Daimah, dengan alasan:
a.
Membuka peluang seseorang melakukan
pernipuan dengan meniru suara orang lain.
b.
Menjaga kehormatan perempuan dan keluaganya.
c.
Menunjukan kesakralan hubungan pernikahan.
d.
Menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran.
2.
Membolehkan
akad nikah yang berjauhan bila menggunakan camera dan selama saksi
dapat dapat memastikan bahwa yang bersangkutan adalah wali dan mempelai pria
serta tidak ada penipuan. Dr. Abdullah al-Jibrin berpendapat Boleh
melangsungkan akad nikah, pada posisi yang berjauhan melalui vidio call atau
melalui internet. Sehingga akad nikah tidak terputus dan dapat disaksikan oleh
para saksi dlam waktu yang bersamaan sehingga dianggap satu majlis.
Menahan Haid Untuk Keperluan Ibadah
Definisi Haid
Secara
bahasa haid
berasal
dari
kata haadho-yahiidhu
artinya
adalah
mengalir. Menurut istilah
Syara’ haid adalah darah yang mengalir dari rahim seorang
wanita secara alami, tidak karena
penyakit, kehamilan, setelah melahirkan dan sebagainya. Penyebab haid adalah karena tidak adanya pembuahan
didalam rahim seorang wanita. Masalah volume darah yang keluar pada saat haid
bervariasi kadang banyak dan kadang sedikit, hal itu disebabkan adanya penebalan yang terjadi pada selaput yang
melapisi rahim. Jika terus menebal
maka darah akan semakin bertambah banyak sedangkan jika mengecil maka darah akan berkurang.
1.
Nash Al-Qur’an, As
Sunnah dan pendapat ulama Tentang Haid
Allah
berfirman :
“ Mereka
bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri1 dari
wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci.2 apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai
orang-orang yang mensucikan diri”. (
QS Al Baqarah : 222)
Dari hadis Nabi : Dari
Ali bin Abdillah dari sufyan, bahwa ia berkata: “ aku mendengar Abdurrahman Bin Qashim berkata bahwa ia mendengar
Qashim berkata, aku mendengar Aisyah RA ia berkata, ‘kami keluar tidak lain
tujuannya adalah melaksanakan haji, lalu ketika kami tiba disarif, tiba-tiba
aku haid. Kemudian Rasulullah SAW masuk
menemuiku sedang aku dalam kondisi menangis, kemudian beliau bertanya, ‘apa
yang terjadi denganmu?’, apakah engkau haid?, lalu aku berkata,’iya’, kemudian
beliau berkata kembali, ‘sesungguhnya haid ini
adalah perkara yang sudah tertulis (pasti) bagi anak wanita keturunan
adam. Maka kerjakanlah apa yang
dikerjakan orang yang haji selain thawaf !’ kemudian setelah itu beliau
menyembelih sapi yang beliau niatkan untuk seluru istrinya”. ( HR Bukhari )
Ibrahim
Al-Hafnawi menyebutkan masalah ini dalam buku kumpulan fatwanya sebagai
berikut.
Artinya,
“Mengonsumsi pil (untuk menunda
menstruasi) agar dapat memenuhi syarat puasa tidak dilarang menurut hukum syara’
(agama) karena memang tidak terdapat dalil yang melarang. Lain soal kalau konsumsi pil itu
membahayakan kesehatannya, maka konsumsi itu jelas dilarang berdasarkan hadits
Rasulullah SAW, ‘Tidak boleh ada mudharat dan
memudharatkan’. Dalam kondisi mudharat seperti ini, menelan pil itu menjadi
haram. Karena itu ada baiknya kalau ingin mengonsumsi pil (penunda menstruasi),
perempuan itu berkonsultasi dengan
ahli medis spesialis. Lain ceritanya kalau konsumsi pil itu sudah menjadi kebiasaannya saat (Ramadhan
tiba) dan tidak membahayakan kesehatannya,” (Lihat Prof Dr Muhammad Ibrahim
Al-Hafnawi, Fatawa Syar’iyyah Mua’shirah, Darul Hadits, Kairo, Halaman 280).
Dari
karangan Ibrahim Al-Hafnawi ini, dapat disimpulkan bahwa kebolehan menelan
pil
untuk keperluan Ibadah seperti puasa, haji dan tawaf. Walaupun agama membolehkan
Imam Hafnawi menganjurkan agar memakan pil itu sesuai dengan resep dokter
spesialis di bidang ini.
2.
Warna
dan sifat darah haid
Darah
haid yang keluar dari rahim wanita ada enam warna yaitu hitam, merah,
kuning,atau keruh (pertengahan antara hitam dan putih). Sedangkan Para ulama
fiqih berbeda pendapat tentang masala warna darah haid.
a.
Hanafiyah
berpendapat warna darah haid ada enam
: hitam, merah, kuning, keruh, kehijauan
dan warna seperti tanah.
b. Syafi’iyah berpendapat
warna haid ada lima : hitam, merah, coklat, kuning dan keruh. Adapun sifat dari darah haid ada empat, yang paling kuat
adalah menggumpal dan bau,
anyir,
hanya gumpalan, tidak menggumpal dan tidak bau.
3.
Periode
wanita mengalami haid (awal dan akhir)
Tentang
kapan wanita mulai haid yaitu saat ia memasuki usia baligh.usia baligh wanita
berfariasi yaitu sekitar 9 tahun sampai 15 tahun. Namun, kadang ada darah yang
keluar sebelum sebelum 9 th maka itu tidak termasuk darah haid tapi ia adalah
darah fasid / nazif. Sedangkan masa berakhirnya
haid adalah ketika
wanita berada pada
masa Al Ya’su (manopouse).
Mengenai usia manopouse ini, para ulama berbeda pendapat. Hal itu dikarenakan
tidak ada nash yang jelas berkenaan tentang hal itu,yaitu:
a.
Hanafiyah
berpendapat
usia manopouse adalah 55 tahun.
b. Malikiyah berpendapat
usia putus haid adalah 70 tahun.
c. Syafi’iyah tidak
ada batasan kapan seorang wanita mengalami putus haid.
d. madzhab Hambali berpendapat
52 tahun.
Terkadang
masalah batas akhir haid bisa berubah-ubah sesuai dengan kebiasaan dan lapangan
setiap tempat yang hasilnya terkadang berbeda.
4.
Durasi
haid / waktu lamanya wanita mengalami haid
Masalah
lama haid antara satu perempuan yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
Oleh karenanya para ulama berbeda pendapat dalam menentukan masa minimal dan maksimal seseorang
perempuan mengalami haid,yaitu:
a.
Hanafiyah
berpendapat minimal masa haid tiga
hari tiga malam. Jika keluar kurang dari
tiga hari maka ia bukan darah haid. Maksimal keluarnya adalah sepuluh hari
sepuluh malam.
b.
Malikiyah
berpendapat
tidak batasan waktu.
c.
Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat
bahwa haid adalah sekurang-kurangnya satu hari
satu malam dan maksimal tujuh hari tujuh malam dengan keluar terus menerus.
5.
Ibadah
yang boleh dan dilarang saat haid
Ada
beberapa yang dilarang oleh wanita yang haid yaitu dilarang mengerjakan shaum baik fardhu maupun sunnah. Karena
haid merupakan adalah ketentuan seseorang tidak sah berpuasa. Walaupun seperti
itu seorang wanita tetap diharuskan mengganti puasa yang telah ia tinggalkan
namun dalam shalat ia tidak perlu mengganti shalat yang telah ia tinggalkan.
Selain itu diharamkan juga bagi seorang suami mensetubuhi dan menalak istrinya
pada saat sedang haid hingga ia
suci.
6.
Obat
Pil Penunda Haid
Obat
penunda haid adalah obat yang sering dipakai oleh hawa yang pada umumnya
berguna untuk mengatur datangnya haid agar sesuai dengan waktu dan jarak yang
diinginkan.
Cara mengunakannya adalah dengan memajukan datangnya haid dari waktu biasanya
atau memundurkan datangnya haid dari waktu yang biasanya.
7.
Efek penggunaan
obat penunda haid
Dalam
mengkosumsi obat tersebut memiliki dampak sebagai berikut: Siklus haid menjadi
teratur dan sesuai keinginan.
a.
Dampak positifnya, adalah:
1.
Lamanya haid berubah menjadi singkat.
2.
Kuantitas darah haid berkurang.
3.
Berkurangnya gejala sakit perut dan
tegangan pra haid.
4.
Rasa nyeri saat haid berkurang
5.
Pemakaian obat
kombinasi juga bisa berfungsi mengobati pendarahan pada wanita, menambah
berat badan, mencegah anemia, karsinoma ovarium[26]
b. Dampak
negatif dari pemakaian obat ini adalah :
1.
Rasa mual dan muntah-muntah
2.
Sakit kepala yang hebat
3.
Cepat lelah dan gelisah.
4.
Darah tinggi (hipertensi)
5.
Pigmentasi pada muka.
6.
Keputihan
7.
Bercak darah dan Nafsu makan dan berat
bertambah dan tak beraturan.
8.
Alasan
wanita mengkonsumsi obat penunda haid
Ada
bebrapa alasan wanita menunda atau memajukan hainnya. Ada alasan yang
dibenarkan dan ada juga yang tidak dibenarkan oleh Islam. Diantara alasannya
adalah sebagai berikut :
Pertama,
Menyempurnakan
ibadah seperti puasa, haji dan tawaf.
Kedua, Menyempurnakan
kebahagiaan dimalam pernikahan.
Ketiga,
untuk
pengobatan , misalnya keluar darah pada kemaluan wanita secara terus menerus
Ketiga,
selain
kedua alasan tersebut ada juga alasan lain yang
tidak diperbolehkan oleh Islam
contonya seperti seorang wanita yang memilih meminum obat perangsang haid agar ia terbebas dari kewajiban shalat dan
shaum dan ibadah-ibadah lainnya.
Hukum
Menunda Haid
Ulama
berbeda pendapat dalam tentang memakan pil untuk memajukan atu memundurkan
haid, yaitu:
Pertama, Di antara ulama yang
membolehkan mengkonsumsi pil penunda haid adalah Imam Ahmad bin Hambal, Abdul
Aziz bin Abdullah Bin Baz, Syeikh Muhammad Bin Shalih Bin Sulaiman al Utsaimin,
dan ulama kontemporer lainnya. Kerena mereka beralasan tidak ada nash secara
jelas yang melarangnya. Namun seperti itu ada tiga syarat yang harus dilaksanakan
:Tidak menimbulkan bahaya bagi dirinya. Dalilnya adalah firman Allah SWT :
Artinya:
“Dan belanjakanlah
(harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri
ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbuat baik”. ( Al Baqarah : 195)
Harus mendapat izin dari suami (bagi
yang sudah bersuami) dan disertai resep dari
dokter. Adanya
niat yang benar dalam pemakaiannya.
Kedua,
pendapat
yang tidak membolehkan, hal itu jika diketahui bahwa obat penunda haid ini
diketahui membahayakan bagi tubuh dan kesehatan wanita. Namun, apabila
berhentilah darah haid dikarenakan obat tersebut maka akan dianggap suci.
Dalam kesempatan lainnya syeikh Shalih Al Utsaimin
ketika ditanya tentang hukum mengkonsumsi obat penunda haid, beliau berkata, “Menurut saya, hendaknya ia tidak
melakukannya (mengkonsumsi obat penunda haid tersebut), lebih baik ia bersabar
dengan ketetapan Allah padanya. Karena dalam haid terdapat hikmah yang mana
hikmah itu memang sejalan dengan fitrah dan tabiat wanita. Sehingga jika wanita
menahan datangnya haid ini akan timbul bahaya bagi wanita itu sendiri”.
Pendapat
ulama yang haramkan memakan pil untuk memajukan atau memundurkan haid ini
didasarkan pada hadis nabi yang diriwayatkan oleh imam Daruqutni dari sahabat
Abu
Sa’id
Al Hudry bahwa Rasulullah SAW bersabda:“
Tidak boleh melakukan perbuatan yang mencelakakan” ( HR Ibnu majah dan
Daruqutni, hadis ini hasan).
Dari
uraian diatas dapatlah kita kesimpulkan bahwa ada dua pendapat tentang hukum
memakan pil memajukan atau menunda haid untuk keperluan ibadah, yaitu ada yang
membolehkan ataupun yang melarang. Pendapat ulama tersebut berdasarkan
keselamatan atau kesehatan tubuh wanita.
Beribadah Dengan Harta Haram
Sebagian orang berpedapat bahwa
harta haram jika zakati maka akan menjadi halal. Mereka beralasan zakat
berfungsi untuk mensucikan harta. Ada
yang bertanya bahwa dia pernah mengingatkan sahabatnya agar meninggalkan
perbuatan riba tapi dia menolak dengan alasan: bahwa mencari uang dengan riba
tidal masalah karena setelah dikeluarkan zakatnya maka akan menjadi harta yang
halal. Hal ini sesuai dengan
Firman Allah yang berbunyi:
Artinya:
“Dan
Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan
(dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada
sebahagian yang
lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)[499].3
Jikalau
Tuhanmu menghendaki,
niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. dan (juga) agar hati
kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada
bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa
yang mereka (syaitan) kerjakan.”. (QS.
Al-An’am: 112 – 113)
Ulama
berpendapat bahwa bisikan seperti ini sebagai syubhat. Dikarenakan Alasan
seperti itu merusak pemikiran manusia, sehingga menjadikan mereka dapat
menikmati harta haram tanpa perasaan bersalah dan beban dosa yang akan
ditanggungnya diakhirat kelak. Allah
berfirman :
Artinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan5
mereka
dan
mendoalah
untuk
mereka.
Sesungguhnya
doa
kamu
itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS.
At-Taubah: 103)
Kita
semua tahu bahwa benda bisa disucikan bila asal benda itu suci, kemudian
tercampur dengan kotoran, kotoran inilah
yang kita hilangakan. Namun hal ini berbeda bila benda yang dasarnya kotor dan bersumber dari yang kotor, dibersihkan dengan cara apapun akan tetap kotor dan tidak
mengubahnya menjadi harta
yang halal. Dari
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Artinya:
“Shalat tidak akan diterima tanpa
bersuci, dan tidak pula sedekah dari
harta ghulul “. (HR. Muslim 224, Nasai 139, dan yang lainnya).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
Siapa yang bersedekah
dengan sebiji korma yang berasal dari usahanya yang halal lagi baik, Allah tidak menerima kecuali dari yang
halal lagi baik, maka sesungguhnya Allah menerima sedekah tersebut dengan
tangan kanan-Nya kemudian Allah menjaga dan memeliharnya untuk pemiliknya
seperti seseorang di antara kalian yang menjaga dan memelihara anak kudanya.
Hingga sedekah tersebut menjadi sebesar gunung”. (Muttafaq ’alaih).
Dalam Ensiklopedi Fikih dinyatakan: “ Harta haram semuanya kotor, sehingga tidak
bisa dibersihkan. Yang wajib dilakukan terhadap harta haram adalah
mengembalikan harta itu kepada pemiliknya, jika memungkinkan untuk mengetahui
siapa pemiliknya. Jika tidak, wajib mengeluarkan semua harta haram itu dari
wilayah kepemilikannnya, dalam rangka membebaskan diri dari harta haram, dan
bukan diniatkan untuk bersedekah. Ini yang disepakati diantara semua ulama dari
berbagai madzhab”. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 23/249).
B.
Berqurban dengan Harta hasil Korupsi
Berkurban
adalah sunah muakaq ( sunah yang sangat dianjuarkan), berqurban adalah ibadah
yang berawal dari seorang ayah bernama Ibrahim bermimpi agar ia menyembelih
Nabi Ismail sebagai tanda bukti ketaatan Nabi Ibrahim terhadap Allah. Maka Nabi
Ibrahim pun menceritakan mimpi tersebut kepada anaknya yang bernama Ismail,
bahwa ia diperintahkan Allah agar menyembelih anaknya sebagai tanda ketaatannya
kepada Allah. Maka Nabi Ismail pun bertanya apakah itu perintah Allah, maka
Nabi Ibrahim menjawab bahwa ini perintah Allah, maka tanpa ragu-ragu Ismail
menjawab bahwa nabi Ibrahim diperbolehkan menyembelih dirinya. Maka
dilaksanakanlah penyembelihan tersebut disebuah bukit dengan keadaan Ismail
mata tertutup, pada saat disembelihlah Ismail maka
mukjizat Allah pun
tiba dengan menggantikan Ismail dengan seekor domba. Dari sejak itulah kita
sebagai umat Islam dianjurkan untuk memperingati pengorbanan Nabi Ismail
sebagai tanda pengabdian kepada Allah dan kepatuhan kepada ayahnya. Dengan menyembeli seekor kambing atau lembu. Dan sejak hari
itu dikenal dengan Hari raya Idul
Adha.
Ada
beberapa syarat yang harus ada untuk ikut berkurban. Salah satu yaitu harus
sanggup secara materi dan mempunyai kelapangan untuk bersedekah. Rasulullah
bersabda sebagai berikut ini :
“Barangsiapa
memiliki keluasaan (untuk berkorban) namun tidak berkorban, maka janganlah ia
mendekati tempat shalat kami.”
“Tidak
ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah
melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada
hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan
tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan
bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah
–sebagai qurban– di
manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah
menyembelihnya.” (HR. Ibn Majah dan
Tirmidzi)
Walaupun berkurban merupakan ibadah
yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah namun dalam pelaksanaannya berkurban
haruslah mengunakan harta yang halal dan dari hasil kerja sendiri. Hukum
berkurban dengan uang haram adalah tidak diterima amal ibadahnya oleh Allah Swt
dan akan sia-sia (tidak mendapat pahala dari sisi-Nya). Rasulullah bersabda
yang artinya sebagai berikut: “Tidaklah
seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan
Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia
membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya
hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no.
1014).
Dari
Ibnu Rajab dalam kitabnya Jaami’ul ‘Ulum
wal Hikam (1: 260) berkata, “Dalam hadits ‘Allah tidaklah menerima selain dari yang halal’ , hadis ini memberi
isyrat kepada kita bahwa amal ibadah tidak diterima kecuali dengan harta yang
halal. Kita harus mencari rejeki dengan cara yang halal, apalagi bila kita
belanjakan untuk makan maka itu akan mempengaruhi terhadap diterima atau tidak
amal kita.
Allah berfirman:
Artinya:
“Hai
rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang
saleh. Sesungguhnya aku Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS.
Al Mu’minun: 51).
Artinya:
“Hai orang-orang yang
beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”
(QS. Al Baqarah: 172).
Dari
ayat tersebut jelaslah bahwa para Rasul dan orang-orang yang beriman
diperintahkan untuk memakan makanan yang halal, baik halal zat makannya maupun
halal dalam memperoleh harta yang kemudian dibelanjakan untuk membeli makanan.
Bila kita mengkonsumsi yang halal maka amal kita akan diterima, dan sebaliknya
bila kita mengkonsumsi makanan yang haram maka amal kita tidak dierima Allah
Swt. Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tentang seorang
laki-laki yang berdoa:
“Wahai
Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya
dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram,
maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?“ (HR. Muslim no. 1014)
Rasulullah
bersabda: “Tidaklah diterima shalat tanpa
bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no.
224).
“Barang siapa yang
mendapat harta dengan jalan haram, kemudian ia menyambung silaturahim dengan
harta itu, atau bersedekah dengannya, atau menginfakkan di jalan Allah,
di hari kiamat nanti ia dan seluruh harta itu akan dikumpulkan dan dilemparkan
ke dalam api neraka”.
Dari
hadist diatas dapatlah kita simpulkan bahwa berkurban dengan harta yang haram
tidak diterima Allah Swt. Oleh karena itulah kita harus berusaha untuk mencari
rejeki yang halal agar amal ibadah dan amal kita diterima Alaah Swt.
C. Cara
Menyalurkan harta Haram
Harta haram merupakan harta yang diperoleh atau didapat dengan
cara yang tidak pantas, misalnya merampok, mencuri, menipu, korupsi dan lain
sebagainya. Harta haram harus dibersihkan dan tidak dibiarkan begitu saja.
Untuk membersihkan harta haram ada empat pendapat, yaitu:
Pendapat pertama,
harta haram harus didiberikan kepada kepentingan kaum muslimin secara umum. Ini
pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Pendapat kedua,
harta haram diberikan kepada orang atau lembaga sebagai sedekah sunah, misalnya
menyantuni anak yatim, untuk pembangunan masjid atau mushalah dan lain sebagainya.
Ini pendapat Hanafiyah, Malikiyah, Imam Ahmad, Hambali, Imam Ghozali dari ulama Syafi’iyah.
Pendapat ketiga, harta haram di berikan kapada maslahat umat dan
menyantuni fakir miskin dan tidak boleh disalurkan untuk pembangunan masjid dan
mushalah. Karena harta yang digunakan untuk pembangunan masjid atau mushalah
haruslah harta yang halal. Ini pendapat ulama Lajnah Ad Daimah Kerajaan Saudi
Arabia.
Pendapat keempat, harta haram diberikan untuk tujuan fii sabilillah, misalnya untuk menegakkan kalimat Allah dan
berjihad di jalan Allah. Ini pendapat terakhir dari Ibnu Taimiyah.
Kesimpulannya, ada persamaan pada pendapat pertama dan kedua
yaitu sama-sama bermaksud dan bertujuan untuk kemaslahatan umat. Adapun
pendapat ketiga dibatasi penggunaannya yaitu tidak boleh digunakan untuk
pembangunan masjid dan mushalah. Sedangkan pendapat keempat harta haram
digunakan untuk tujuan fisabilillah, hal ini dilakukan sebagai kehati-hatian.
WANITA DAN KELUARGA
Islam merupakan
agama yang sangat
menghargai keberadaan wanita ditengah-tengah
masyarakat, dan mempunyai peranan penting terhadap perkembangan serta
keberlangsungan manusia dimuka bumi ini, karena pada zaman jahiliyah perempuan
dianggap suatu barang yang dapat diperjualbelikan dan tak ada harganya. Wanita
dan keluarga adalah suatu yang tidak
dapat dipisahkan karena setiap wanita yang sudah pantas menikah maka akan
membentuk keluarga. Sudah menjadi fitra manusia menyukai lawan jenisnya dan
akhirnya membentuk suatu keluarga.
Allah
berfirman:
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
(Qs.
Ar-Ruum: 21)
Rasulullah
sangat melarang seorang laki-laki membujang seumur hidupnya karena Rasulullah
bersabda:
“tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku juga
tidur dan akunjuga menikahi wanita. Barang siapa yang
tidak suka akan sunnahku, maka dia bukan golonganku”
Nabi
Muhammad Saw bersabda:
“Tiga
hal yang pasti dibantu Allah dan beliau menyebutkan salah satunya: yang akan
menikah untuk menjaga dirinya.” (HR. At-Tirmidzi, No.1655)
Diriwayatkan, Uqbah
bin
Amir
berkata:
Aku
mendengar
Rasulullah
bersabda:
“barang siapa yang
mempunyai tiga anak perempuan dan kemudian dia bersabarterhadapmereka, memberi
makan kepada mereka dan menyuapinya dan memberi mereka pakaian dari hasil kerja
kerasmu, maka ketiga anak perempuan itu akan menjadi penghalang baginya dari
sengatan api neraka.” (HR.ibnu majah.
No.3669)
A. Bayi Tabung
Perkembangan
teknologi kedokteran yang semangkin canggih membuat fenomena bayi tabung. Hal
ini mengundang pasangan yang kesulitan mempunyai anak untuk mencoba teknologi bayi tabung. Bayi tabung
ini adalah cara mempertemukan atau pembuahan sel telur dan seperma di luar
tubuh wanita. Pada dasarnya bayi tabung adalah salah satu cara memperoleh
keturunan apabila salah satu pasangan mengalami kemandulanan atau masalah
kesuburan ketika metode yang lainnya
tidak berhasil. Prosesnya adalah dengan cara
memindahkan seltelur dan sperma ke ovariom
buatan. Ada beberapa hukum mengenai bayi tabung
menurut pandangan Islam, yakni:
1.
Mendatangkan
Pihak Ketiga (Rahim wanita lain)
Metode
pelaksanaan bayi tabung dengan mengunakan pihak ketiga selain dari suami istri
dalam memasukkan sperma dan seltelur kedalam rahim yang dilakukan diluar ikatan
perkawinan, Maka metode pelaksanaan bayi tabung ini menurut para ulama Fiqih
hukumnya haram. Namun para ulama
tetap bersikap berhati-hati dalam menetapkan hukum bayi tabung namun ulama
sepakat dalam menetukan hukum bayi tabung dalam pandangan Islam adalah haram jika ada pihak ketiga yang
mendonorkan sperma, sel telur, janin atau pun rahim.
2.
Bayi
Tabung Pada Masa ‘Iddah
Apabila
metode pelaksanana bayi tabung dilakukan setelah wafatnya sang suami maka para
ulama tetap mengharamkan dikarenakan
setela meninggal seseorang sudah berakhirlah ikatan pernikahannya. Dan Jika
pelaksanaan bayi tabung dilaksanakan pada saat ‘iddah, karena masa membuktikan bahwa rahim seorang wanita
sedang dalam keadaan kosong.
3.
Dalam
Ikatan Suami dan Istri
Pelaksanaan
bayi tabung yang masih dalam ikatan pernikahan, maka hukum tersebut diperbolehkan oleh kebanyakan ulama
fiqih kontemporer. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
▪
Dilakukan atas
persetujuan suami dan istri.
▪
Harus dilakukan pada
saat masih dalam ikatan perkawinan.
▪
Dilakukan sebagai
pilihan terakhir agar bisa hamil.
▪
Meminta kejelasan
dokter tentang kemungkinan besar hasil bila memakai metode tersebut.
▪
Dilakukan oleh dokter
wanita atau muslimah, Namun bila tidak ada boleh dilakukan oleh dokter non
muslim.
Dalil Syar’i Dasar
Hukum Mengharamkan Bayi Tabung
Ada
beberapa dalil Al-Quran yang menjadi dasar hukum dalam menyatakan haram pada proses bayi tabung dan dengan
cara donorkan sperma, seltelur ataupun rahim, yaitu:
1.
Surat
Al-Isra ayat 70Artinya:
“Dan
Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan,6 Kami beri mereka
rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka
dengan
kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
2.
Surat
At-Tin ayat 4
Arinya:
“ Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .
Dari
uraian kedua ayat tersebut, dapat kita mengetahui bahwa manusia adalah makhluk
Allah yang memiliki keistimawaan dibandingkan dengan makhluknya yang lainnya.
Kama Allah jugalah yang akan memuliakan manusia, sehingga manusia harus
menghormati martabatnya. Bayi tabung yang dilakukan dengan cara mengambil atau
mendonorkan sperma, seltelur
ataupun rahim dapat dikatagorikan merendahkan harkat dan martabat seorang
manusia.
3.
Hadits
Nabi Mengenai Bayi Tabung
“Tidak halal bagi
seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma)
pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)’’.
[riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadits ini dipandang sahih oleh Ibnu
Hibban]
4.
Ijtihad
Ulama Mengenai Bayi Tabung
Berikut
ini pendapat para ulama terkait proses bayi tabung, yaitu:
a.
Majelis
Ulama Indonesia [MUI]
Majlis
Ulama Indonesia dinyatakan bayi tabung yang dilakukan dengan mengunakan sperma
dan sel telur pasangan suami istri menurut Islam maka hukumnya adalah
diperbolehkan. Lain halnya bila mengunakan teknologi bayi tabung tapi
menggunakan rahim perempuan lain sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya janin
maka hukunnya haram. Hal dikarenakan
dikemudian hari akan menimbulkan masalah rumit dan sulit yang berkaitan dengan
warisan. Dan juga para ulama MUI telah menentukan hukum bahwa bayi tabung yang
berasal dari sperma suami yang telah meninggal dunia yang sudah dibekukan juga haram hukumnya.
b.
Nahdlatul
Ulama [NU]
Selain
MUI, NU juga sudah menetapkan hukum yang berkaitan dengan masalah bayi tabung,
yakni:
1.
Keputusan Pertama
Apabila
dalam pelaksanaan bayi tabung , sperma suami di masuk ke dalam rahim wanita lain maka hukumnya adalah
haram.
1.
Keputusan Kedua
Dalam
mengeluarka sperma milik sang suami dengan cara yang tidak muhtaram
(mengeluarkan sperma dengan yang tidak dilarang agama islam) maka humnya haram.
Namun hal ini berbeda bila dalam mengeluarka sperma merupakan tempat untuk
bersenang-senang.
Menyewa Rahim Wanita Lain
Mempunyai
keturunan merupakan impian semua orang yang sudah berumah tangga dan juga
merupakan salah satu tujuan dari perkawinan. Salah satu manfaat anakberda sarkan
Hadist Nabi adalah akan memberi manfaat setelah orang tuanya meninggal dunia
yaitu sebagai anak yang solih yang mendoakannya dan pahalanya tiada terputus
putus. Tapi tak semua wanita yang telah bersuami bisa mengandung dan melahirkan
anak. Hal ini disebabkan ada permasalahan pada alat reproduksi yang menjadi
penghalang sperma masuk kedalam rahim. Dan salah satu solusi untuk semua itu
adalah teknologi kedokteran. Kemajuan teknologi kedokteran sekarang sudah
sangat maju. Berkat rahmat Allah-lah manusia dapat mengembangkan teknologi
kedokteran hingga sampai sekarang ini.
Penemuan
teknologi kedokteran sangat berbuna untuk kelangsungan kehidupan didunia ini
adalah penemaun penghamilan buatan pada manusia tanpa melalui proses yang alami
yaitu dengan cara mengambil sperma suaminya dan kemudian dimasukkan kerahim
wanita dengan bantuan dokter.
Sedangkan
bila dilihat dari segi hukum Islam, penemuan penghamilan buatan seorang wanita
menuntut seorang sarjana muslim berfikir kritis dan bertindak secara objektif
untuk menentukan hukum sesuai denga hukum Islam, karena permaslahan ini
merupakan permasalahan kontemporer maka untuk menentukan hukumnya perlu
ijtihadiyah para ulama Islam. Hal ini dikarenan tidak terdapat dalam nash
Al-Quran dan Hadist maunpun di buku fiqih klasik. Apalagi dalam praktek
penghamilan buatan seorang wanita mengunakan rahim wanita lain untuk tempat
tumbuh berkembang janin tersebut baik dilakukan melalui aqad maupun didasarkan
pada sama-sama suka.
Sekarang
suami istri yang tak dapat memiliki anak dapat mempunyai anak yaitu dengan cara
mengambil sperma dan sel telur istri kemudia diletakkan sebuah tempat buatan yang disesuaikan dengan rahim
seorang perempuan, atau juga dapat menggunakan pihak ketiga yaitu dengan cara mennyewa rahim wanita lain. Nah kalau
seperti itu timbul pertanyaan apakah dalam islam menyewa wanita lain diperbolehkan?
Ada
beberapa jenis dalam sewa menyewa Rahim,yaitu:
a.
Sel telur dan sperma
dari pasangan suami istri diambil dan dimasukan kedalam rahim wanita lain.
Kejadian ini biasanya terjadi pada istri yang mengalami kesulitan dam menerima
beban untuk mengandung seorang bayi.
b.
Jenis sewa yang kedua
hampir sama dengan jenis sewa yang pertama bedanya terletak pada sperma yang
dimasukan kedalam rahim wanita lain telah dibekukan karena sang suami telah
meninggal dunia.
c.
Jenis sewa menyewa yang ketiga adalah sel telur dan sperma dari
pasangan yang bukan pasangan yang sah, kemudian dimasukan kedalam rahim wanita
lain. Kejadian ini terjadi ketika sang
suami telah diponis sama dokter bahwa sperma suaminya tidak dapat membuahi sel
telur istrinya atau dengan kata lain
sang suami mandul, sedangkan istri tidak dapat mempergunakan rahimnya karena
ada gangguan atau kecacatan pada rahimnya tatapi sel telur sang istri sehat. Dan Ada beberapa
tujuan dalam sewa rahim wanita, yaitu:
1.
Tidak ada harapan
untuk hamil secara normal baik dikarenakan penyakit yang ditimpahnya maupun
karena kecelakaan sehingga tidak memungkinkan hamil lagi.
2.
Karena pengangkatan
Rahim wanita sehingga rahim itu harus diangkat dan dibuang.
3.
Menjaga kacantikan
dan merawat badannya sehingga tidak ingin memikul beban kahamilan, melahirka
dan menyusui.
4.
Karena faktor usia
yaitu sudah tidak haid lagi( menopause).
5.
Ingin memiliki harta
dengan cara menyewakan rahimnya kepada pasangan suami istri yang tidak dapat hamil.
Dalam
Islam disebutkan bahwa wanita dapat dikatakan menjadi seorang ibu karena
beberapa hal, sesuai yang tercantum dalam Al-Quran, yaitu:
1.
Surat Al-Ahqaf ayat 15
Artinya:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang
ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia
berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang
telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat
berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan
(memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah
diri".
2.
Al-Baqarah ayat 233
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah
seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena
anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih
(sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak
ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat
apa yang kamu kerjakan.”
3.
3. Al-Nahl
ayat 72
Artinya:“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang
bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"
4.
4. Al-Nahl
ayat 78
Artinya: “Dan
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui
sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu
bersyukur.”
5.
5. Surah
Luqman ayat 14
Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan
lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun].7
bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.”
6.
Surah Az-Zumar ayat 6
Artinya: “Dia
menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya
dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang
ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga
kegelapan.8 yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu,
Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tuhan selain dia; Maka bagaimana kamu
dapat dipalingkan?”
7.
Surah Al-Mujadalah ayat 2.
Artinya:
“Orang-orang yang
menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya,
padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain
hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh
mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha
Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
Berdasarkan
nash Al-Quran dapatlah disimpulkan bahwa seorang wanita dikatakan seorang ibu
yang sejati apabila:
1.
Berasal dari wanita
itu Sel telur (ovum)
2.
Wanita itu mengandung
janin tersebut
3.
Wanita tu telah
melahirkan sang bayi, dan
4.
Wanita itu telah menyusuinya.
Dalam
masalah ini ada bebrapa pendapat tentang hukum sewa rahim tersebut baik yang
disampaikan secara kelompok maupun secara koliktif, yaitu:
1.
Syaikh Mahmud Syaltut
Menurut
beliau jika sperma dari laki-laki dari laki-laki yang bukan suaminya maka hal
ini sudah jelas keharamannya. Karena akan masuk ketaraf hewan dan binatang.
2.
Tarjih
Muhammadiyah
Dilarang
menurut hukum Islam, dikarenakan telah menyiram sperma pada rahim wanita lain ,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Tidak
halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat menyirami airnya
ke lading orang lain”.
3.
Nahdatul Ulama
Diharamkan
hukumnya seorang wanita menyewakan rahimnya untuk pasangan suami istri untuk
memiliki seorang anak baik kondisi rahim sang istri subur maupun tidak
memungkinkan untuk mengadung serta melahirkan. Ulama berpendapat berdasarkan
kepada hadis Nabi yang terdapat pada Tafsir Ibnu Katsir Juz 3/326
Rasulullah bersabda:
“Tidak
ada dosa yang lebih besar setelah syirik di bandingkan seseorang yang menaruh
spermanya di rahim wanita yang tidak halal baginya”.
Hal
ini dikarenakan bahwa dalam hal nasab kewalian tidak dapat dinisbatkan kepada
sang pemilik sperma menurut Imam Ibnu Hajar, dikarenakan keluarnya sperma tidak
mukhtaram (keluarnya sperma tidak dibenarkan syariat Islam).
4.
Lembaga Fiqh Islam
Menurut
mereka menyewakan rahim haram hukumnya karena ditakutkan akan bercampur nasab
dan hilangnya kasih sayang seorang ibu karena sang ibu tidak mengalami
kehamilan. Dan begitu juga diharam kan menitipkan sel telur dan sperma kepada
salah satu istrinya.
5.
DR. Yusuf Qardawi,
Beliau
mengatakan bahwa menyewa rahim wanita lain hukumnya haram, karena kan
menimbulkan banya pertanyaan yang sulit untuk dipecahkan.
6.
Musa Shalih Syaraf
Beliau
berpendapat bahwa seorang istri yang memindahkan sperma laki-laki lain yang
bukan suami kedalam rahimnya dikarenakan suaminya mandul maka perbuatan ini
jelas hukumnya haram. Begitu juga sebaliknya bila sang suami memindahkan
spermanya kedalam rahim wanita lainyang bukan suaminya dikarenakan sang istri
mandul, maka perbuatan ini juga haram.
8. Prof. Dr. Said
Agil Husin Al-Munawar, MA
Beliau mengatakan
bahwa menyewa rahim wanita lain haram hukumnya
karena selain ada manfaatnya,
kerusakan atau keburukan yang diakibatkan lebih besar dari untungannya. Karena
akan menimbulkan permasalan tentang nasab, warisan, sosial dan tatanan
kehidupan bermasyarakat.
Dari
pendapat para ulama dan cendikiawan Islam dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa
sewa menyewa rahim seorang wanita diharamkan karena ditinjau dari segi sosial,
etika, serta merusak tatanan kehidupan bermasyarakat.
Dalam
pandangan Islam, rahim seorang wanita merupakan kehormatan tertinggi dan bukan
merupakan sebuah barang yang bisa disewa dan diperjual belikan karena rahim
adalah organ anggota tubuh manusia berkaitan erat dengan naluri seorang ibu.
Jadi, menyewa anggota tubuh manusia diharamkan apalagi rahim karenakan akan memancing
timbulnya masalah sosial dan juga akan menimbulkan eksploitasi terhadap orang
yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dan juga karena
dalam praktek perbuatan menyewa rahim wanita lain disama dengan perbutan zina,
dikarenakan terjadi percampuran
sperma pria yang bukan suaminya dengan sel telur tanpa ikatan pernikahan.
Diharamkannya sewa menyewa rahim wanita lain yang bukan pasangan sah adalah
karena
1.
Perintah Allah Ta’ala agar menjaga kemaluan sebagaimana
firman Ta’ala surah Al-Mukminun:
5-6.
Artinya:
“Dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang
mereka miliki9 Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
terceIa.”
2.
Banyak akan
menimbulkan parmasalahan yang membingungkan, misalnya siapa ayah ataupun ibu bayi tersebut dikarenakan
siapa yang lebih berhak menjadi ibu dari bayi itu, apakah yang mempunyai sel
telur tersebut atau yang memiliki rahim dan banyak lagi permasalahan yang muncul
dari sewa atau meminjam rahi wanita lain.
Kepemimpinan Wanita
Islam
merupakan agama yang mengatur kehidupan manusia dari kehidupan sehari-hari
hinggga masalah negara. Ketika kita berbicara tentang negara maka kita tidak
bisa terlepas dari kepemimpinanan karena di dalam Islam tidak ada pemisahan
antara agama dan negara yang merupakan dua mata uang yang tidak dapat
dipisahkan satu sama lainnya. Arti kepemimpinan dalam bahasa Arab disebut al wilayah yang juga berarti penguasa
atau pejabat, sedangkan yang secara
etimologis artinya negara yang diatur oleh satu orang sebagai pemimpin
pemerintahan. Al-wilayah terbagi
menjadi tiga yaitu
Pertama, Al-Wilayah Al-Udzma Al-Kubro yaitu
seorang pemimpin pemerintahan atau kekuasaan seorang khalifah yang mencakup
seluruh wilayah negara Islam.
Kedua, Al-Wilayah Al-Ammah adalah
seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan untuk melaksanakan tiga jabatan yaitu
eksekutif (tanfidziyah), yudikatif (qadhaiyah) dan legislatif (tashri’iyah).”
Ketiga, Al-Wilayah As-Sughro Al-Khassah adalah
seorang pemimpin yang hanya terbatas pada satu negara Islam saja di antara
sekian banyak negara-negara Islam yang lain.
Di
Indonesia timbul wacana baru tentang hukum Islam yang membahas tentang boleh
atau tidaknya wanita menjadi seorang pemimpin, baik tingkat negara maupun
tingkat yang lebih rendah. Topik ini muncul dikerenakan perkembangan dan
gesekan politik yang ada di Indonesia atau tepatnya setelah Reformasi. Diantara
negara muslim yang mengalami masalah yang serupa adalah di Pakistan dan
Bangladesh.
Pembahasan masalah ini tidak saja
dibahas politisi yang berbasis Islam tetapi oleh kalangan non partai yaitu
akademik, aktivis ormas Islam atau kalangan santri yang secara kultural. Untuk
pemahaman ini, Qardawi menyatakan: menurut ijma Ulama bahwa perempuan tidak
boleh menduduki jabatan Al-Wilayah
Al-Udzma Al-Kubro atau Al-Wilayah Al-Ammah. Menurut pendapat Al-Mawardi
dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sultaniyyah membagi pemimpin al-wilayah al-ammah yang berada
dikabawah kepala negara
(al-wilayah al-shugro) ke dalam empat bagian:
Bagian
pertama, orang
yang memiliki wewenang yang umum dan mengurusi masalah yang umum. Mereka adalah
para menteri.
Bagian
kedua, orang
yang memiliki wewenang yang umum tetapi memiliki tugas yang khusus. Mereka
adalah Gubernur, Bupati dan Walikota.
Bagian
Ketiga, orang yang memiliki wewenang
yang khusus dalam urusan yang umum. Mereka seperti hakim dan komandan tentarat.
Bagian
Keempat, seorang yang memiliki tugas yang khusus untuk
urusan khusus.
Seperti hakim kota
atau daerah, penarik pajak atau zakat, penegak hukum, dan lain-lain.
Untuk
mengetahui posisi perempuan dalam Islam kita perlu mengkaji Ayat-ayat Al-Quran
dan Hadist terhadap perempuan. Pada dasarnya Islam tidak pembedaan antara
perempuan dan laki-laki. Karena Islam mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan
sama derajatnya. Pernyataan ini dapat kita temui didalam Al-Quran diantaranya
QS. Al-Hujurat ayat 13, An-Nahl ayat 97, An-Nisa ayat 124 dan banyak lagi
ayat-ayat lain yang membahas tentang perempuan.
Dalam pembahasan ini,setiap orang
berhak meraih kesuksesan dan cita-cita yang diinginkan. Tetapi jika kita
telusuri ada larangan yang mengatakan bahwa perempuan tidak boleh menjadi
pemimpin karena berdasarkan pada hadist berikut: Tidak akan sukses suatu kaum jika urusan mereka dikuasai oleh
perempuan. (HR. Al-Bukhari, an-Nasa’i. Al-Tirmidzi, Ahmad).
Para ulama
hadist memaknai hadist di atas dengan ilmu Asbab
al-wurud. Karena ada riwayat yang
mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw mendengar dari sahabat bahwa Kerajaan Persia (Kisra) adalah
Negara yang berada antara Bashrah dan Omman, yang merupakan salah satu kerajaan
yang mendapatkan surat dari Nabi Muhammad Saw tetapi raja tersebut menolak
masuk Islam dan menyobek surat tersebut. Seperti diceritakan dalam ‘Umdatul Qari, bahwa raja tersebut pada
saat meninggal tidak memiliki keturunan yang bisa untuk melanjutkan
pemerintahan, kecuali seorang gadis kecil. Maka para ulamapun mengomentari
cerita tersebut dengan asbab al-wurudnya.
Imam al-Baghawi berpendapat bahwa seorang pemimpin harus berperang untuk
berjihad serta mengurusi urusan orang banyak. Sedangkan perempuan tidak sanggup
melakukan hal tersebut karena lemah dan juga kurang memiliki kecakapan.
(al-Baghawi, Syarh as-Sunnah).
Dalam
pembahasan ini hadist Nabi yang berisi larangan perempuan menjadi seorang
pemimpin karenanya maknanya masih bersifat umum.
Sebagaimana yang terkandung didalam Tafsir al-‘Ibratu bi Khusus al-Sabab la bi ‘Umum
al-Lafazh. Dengan demikian, Hadist Nabi memberikan pemahaman bahwa kebanyakan perempuan tidak layak menjadi
seorang pemimpin sehingga
memberikan kemudhuratan bagi
umat. Sedangkan selama ini
perempuan sudah kuat dan sanggup memerintah dan profesional dalam bekerja, maka
perempuan layak menjadi pemimpin.
Kepemimpinan
perempuan menjadi pro dan kontra dalam tinjauan Islam karena ada sebahagian
ulama berbeda pendapat tentang keshohihan hadits dari Abu Bakrah. Untuk
memahami tentang kepemimpinan wanita maka kita perhatikan ayat Al-Quran berikut
ini:
Artinya:
“Dan kalau Kami
jadikan Rasul itu malaikat, tentulah Kami jadikan Dia seorang laki-laki dan
(kalau Kami jadikan ia seorang laki-laki), tentulah Kami meragu-ragukan atas
mereka apa yang mereka ragu-ragukan atas diri mereka sendiri.10 (QS.
Al-An’aam: 9)
Artinya:
Kami tidak mengutus
sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya
diantara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu
melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul)
dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang
bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (QS.
Yusuf: 109)
Artinya:
“Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu
(Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada
mereka, Maka Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu
tiada mengetahui”. (QS. Al-Anbiyaa’: 7)
Artinya:
Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri11 ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka)12. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya13,
Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan
pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu
mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya14. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha
besar. (QS. An-Nisaa’: 34)
Artinya:
“Maka
tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku,
sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih
mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti
anak perempuan. Sesungguhnya aku
telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak
keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk."
(QS. Ali Imran: 36)
Memang
benar Ayat Al-Quran tersebut
berbicara seputar rumah tangga, tetapi kalau kita pikirkan secara logikanya
seorang wanita didalam rumah tangga saja tidak boleh jadi pemimpin dan haruslah laki-laki, apalagi dalam
wilayah yang jauh lebih besar. Hadits
Nabi Saw :
“Diriwayatkan
dari Abu Bakrah, katanya: Tatkala sampai berita kepada Rasulullah bahwa
orang-orang Persia mengangkat raja puteri Kaisar, Beliau bersabda: Tidak akan
pernah beruntung keadaan suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya pada
seorang perempuan.” (HR. Bukhari,
Turmudzi dan An-Nasa’i)
Didalam
Hadits tersebut dijelaskan, bahwa suatu umat yang memberikan urusan mereka
kepada seorang wanita, tidak akan mendapatkan keberhasilan. Dari Hadist inilah,
Ulama berkesimpulan wanita tidak diperbolehkan menduduki kekuasaan tertinggi
dalam suatu wilayah.
B. Wanita Karir
Seiring
dengan dampak globalisasi, seorang perempuan yang pada masa lalu ditekankan
pada urusan rumah tangga dan melayani suami tetapi zaman sudah bergeser. Karena pada zaman sekarang
perempuan bisa berkarir dan disamakan dengan posisi laki-laki. Situasi dan
kondisi sekarang sudah sangat berbeda pada zaman keemasan Islam terdahulu,
yaitu para wanita lebih memilih untuk tinggal dirumah mengurus rumah tangga dan
melayani suami.
Di
zaman sekarang ini, banyaknya wanita memilih keluar dari rumahnya untukbekerja
dengan alasan menambah penghasilan dikarenakan uang yang diberiakan saumi tidak
mencukupi keperluan keluarga. Pandangan masyarakat terhadap wanita pada masa
lau sangat meperihatinkan, misalnya: dalam masyarakat Yunani, wanita dipandang
sebagai barang yang dapat diperjual-belikan. Sedangkan dalam masyarakat Hindu,
bahkan wanita disamakan dengan makhluk jelata yang setingkat dengan kasta
hewan. Na’udzubillaahi min dzaalik.
Islam
datang untuk mengangkat martabat perempuan dari kehinaan dan keterpurukan, dan
menempatkan perempuan pada kedudukan yang terhormat. Wanita solihah yang patuh
pada suami dan taat menjalankan perintah Allah, maka Allah telah memberikan
kehidupan yang lebih baik sebagaimana yang disediakan bagi kaum yang beriman,
sebagaimana firman Allah Ta`ala :
Artinya:” Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh,
baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik 15dan Sesungguhnya akan
Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala
yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
( QS.An Nahl :97 ).
Wanita memiliki
kemampuan yang berbeda denagn laki-laki dan lemah, karena Allah
`Ta`ala
mempersiapkan wanita mengrusi rumah tangganya dan suaminya. Rasullah Saw
bersabda :“Dunia adalah perhiasaan ,dan
sebaik sebaik perhiasan adalah wanita shalihah “.(HR Muslim ).
Allah menciptakan manusai dengan
kekuasaannya dan telah menetapakan peran dan fungsinya berbeda-beda. Allah
ditentukan mencari nafkah dan bekerja diluar rumah, sedangkan wanita berperang
mengurusi rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. Sedadangkan memilih bekerja
diluar rumah berarti mengabaikan kodratnya sebagai
seorang wanita, dan hal ini bila dibairkan berlarut-larut akan akan menyebabkan
keretakkan dalam rumah tangga. Allah
Ta`ala berfirman :“ Hai orang orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluar gamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu“.
(Qs.At Tahrim: 6).
Dalil-Dalil Di Syariatkan Agar Wanita Tinggal Dirumah.
Allah Ta`ala berfirman :
Artinya: “Dan hendaklah
kamu tetap di rumahmu16 dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu17 dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan taatilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait18 sebersih-bersihnya.”(
QS.Al Ahzab:33)
Sedangkan menurut AsySyaukani
Sesungguhnya maksud ayat di atas adalah “ memerintahkan
kepada mereka ( para Wanita ) agar tinggal dan menetap di dalam rumah, dan
bukankah ia( wanita )sebagai penyejuk pandangan “ ( Fathul Qodir 4 / 347)
Umar bin Khothab pernah berkata : “ Sederhanakan atas wanita dalam berpakaian,
sesungguhnya salah seorang dari mereka apabila ia memiliki banyak pakaian dan
perhiasan yang bagus maka akan membuat ia senang keluar rumah” . ( Fathul
Qodir 4/347)
Allah
Ta`ala berfirman :
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang
kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”.(Qs.At
Tahrim :6 ).
1.
Dampak
Negatif Wanita Bekerja Di Luar Rumah
Keikutsertaan
wanita dalam dunia kerja dan membangun karirnya sendiri, sedikit atau banyak
akan menimbulkan dampak positif dan negatif dari segala segi, baik dari segi
ekonomi maupun sosial. Dampak positif terhadap perekonomian keluarga adalah terpenuhnya kebutuhan keluarga serta terbantunya masyarakat terhadap peran wanita. Akan
tetapi wanita karir juga rentan terhadap masalah keluarga karena kesibukkan dirinya sehingga terlantarnya
pendidikan anak. Disini penulis akan berusaha mengutarakan dampak negatif dari
keikutsertaan wanita dalam bekerja, yaitu:
a.
Anak kurang mendapat perhatian, kasih
sayang ibunya.
Dalam sebuah hadits Rosulullah
bersabda :“ Sesungguhnya Allahakan
meminta pertanggungjawaban setiap pemimpin atas apa yang di pimpin apakah ia
menjaga kepemimpinan itu atau melalaikannya sehingga orang laki-laki ditanya
tentang anggota keluarganya” ( As-SilsilahAhadits As Shohihah :1636)
b.
Bercampur antara wanita dan pria yang
bukan muhrin pada umumnya.
Dalam sebuah hadist Rasullah bersabda
:“Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalan
ku fitnahyang lebih berbahaya bagi laki laki dari fitnahnya wanita” (Bukhari
Muslim ).
c.
Sebahagian besar
wanita yang bekerja diluar rumah membuka hijabnya, memakai farvum serta bermeka up, hal ini secara tidak disadari
akan mengundang syahwat laki-laki.
d. Wanita
yang bekerja diluar rumah dapat mengurangi kasih sayang pada putra dan putrinya
serta kurang keharmonisan dalam rumah tangga.
e. Seorang
wanita yang sudah bekerja akan bersikap boros dikarenakan akan dibelanjakan
untuk membeli pakaian dan perhiasan. Hal ini terjadi disebabkan wanita suka
dengan perhiasan dan pakaian yang bagus-bagus.
f.
Membuka pintu zina. (Ensiklopedi
wanita muslimah :160 ).
2.
Syarat-Syarat Diperbolehkan Wanita Bekerja diluar rumah
Keikutsertaan
wanita dalam dunia kerja, pada umumnya bukanlan keinginan diri sendiri
melainkan himpitan ekonomi, namun seorang wanita karir harus memperhatikan
syarat-syarat sebagai berikut:
Kesatu,
Mendapatkan
izin dari walinya atau suami.
Kedua,
Tidak berduaan disuatu tempat dengan
laki laki yang bukan mahramnya. Rasulullah bersabda :“Janganlah sekali kali seorang laki - laki berkhalwat (berduan)dengan
wanita, karena yang ketiganya adalah syaithan”. (HRAt Tirmidzi ).
Ketiga,
Tidak
melakukan tabaruj. menurut syeikh Almaududi, berpendapat bahwa kata
tabaruj,bila dihubungkan dengan perempuan maka memiliki tiga makna, yaitu :
a.
Menunjukkan
kecantikkan wajah dan bagian tubuh yang dapat menimbulkan syahwat laki-laki.
b.
Memperlihatkan keelokan tubuh dengan memakai
pakaian yang ketat dan perhiasaan
yang bagus.
c.
Menampilkan diri
dengan berjalan dihadapan orang banyak yang bukan mahram . (Al Hijab :290).
Berdasarkan
Al-Qur`an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama bahwa hukum tabaruj adalah
haram. (Ensiklopedi Wanita muslimah:153 ).
Keempat, Tidak memakai parfum
yang dapat membangkitkan birahi laki-laki.
Rasullah bersabda :“Setiap mata adalah penzina,dan sesungguhnya
apabila wanita itu mengenakan wewangian kemudian dia berlalu melewati
majlis,maka dia adalah penzina”. { HR Abu Daud, dan At Tirmidzi }.
Kelima, Memakai pakaian yang menutup
aurat yang sesuai menurut ketentuan Islam, Allah Ta`ala berfirman :
Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan
jilbabnya19 ke seluruh
tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di
ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS.
Al- Ahzab :59)
Artinya: “Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah
mereka Menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa)
nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan
janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
lelaki mereka, atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan
janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.”(Al-Nur(24):31)
3.
Hukum
Wanita Karir Dalam Islam
Dalam
Islam, wanita berhak mempunyai harta, membelanjakan, atau memberikan hartanya.
Mengenai wanita yang memilih menjadi wanita karir, maka harus ditentukan hukum
masalah ini boleh atau tidak untuk bekerja keluar rumah karena Islam memandang
bahwa wanita memiliki peran yang penting dalam masyarakat. Selain itu tidak ada
yang bisa menggantikan peran seorang ibu dirumah tangga untuk mendidik anak dan
melayani suami. Dalam Islam wanita dianjurkan untuk bekerja dirumah mendidik,
merawat dan membesarkan anaknya serta melayani suami. Sebagaimana Allah
berfirman:
Artinya: “Para
ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan
dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang
tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang
ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka
tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.s. Al-Baqarah [2]: 233)
Artinya:
Dan hendaklah
kamu tetap di rumahmu20
dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah
yang dahulu21 dan
dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah
bermaksud hendakmenghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait22 sebersih-bersihnya.” (Q.s.
al-Ahzâb [33]: 33)
dan membersihkan kamuWalaupun demikian, tidak ada ayat
Al-Quran maupun hadist yang menyatakan bahwa wanita dilarang bekerja diluar
rumah. Allah Berfirman;
Artinya:
”.Bagi
tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib
kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya23 dan (jika ada)
orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada
mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. “(QS
An-Nisaa [4] : 32)
Islam
tidak melarang seorang wanita untuk mencari membantu suaminya mencari nafka dan
menitih karir dalam pekerjaan. Pekerjaan itu diperbolehkan Islam selama tetap
berdasarkan pada hukum Islam, seperti yang telah dijabarkan sebelumnya.
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh
Syekh Khalid Abdurrahman al-‘Ak: “Islam
sama sekali tidak mencegah seorang perempuan menjadi saudagar, dokter, pengajar
atau berbagai pekerjaan lain yang dapat menghasilkan rizki, selama segala
pekerjaan diatas memang merupakan hal yang harus ia laksanakan (demi memenuhi
kebutuhan hidup) dan juga selama ia memilih jalan tengah yang utama dan
senantiasa menetapi hal-hal yang membuatnya menjadi terjaga seperti penjelasan
yang lalu telah disampaikan” (Syekh Khalid Abdurrahman Al-‘Ak, Adab
al-Hayat az-Zaujiyah fi Dhow’i al-Kitab wa as-Sunnah, Hal. 163)
Segala
syarat dan ketentuan tersebut, bukanlan mempersempit atau menghalangi wanita
untuk berkarir tapi merupakan cara Islam menghargai dan menghormati wanita
terhadap kehormatan dan harga diri seorang perempuan. Islam memang tidak
melarang wanita untuk bekerja tapi lebih mengutamakan agar wanita tetap tinggal
dirumah untuk menjaga, mendidik, merawat anaknya serat melayani suaminya. Islam
memperbolehkan wanita tetap berkarir asal tetap menjalankan kewajiban sebagai
ibu untuk anak-anaknya serta berbakti kepada suaminya. Walaupun demikian,
ketika wanita bekerja diluar rumah tidak bisa menjadikannya sebagai pemimpin
dirumah tangganya.
Wanita Bercadar berfoto dimedia sosial
Sering
kita melihat seorang wanita yang memamerkan wajahnya di media sosial baik di Wa,
facebook, ataupun diinternet sedang ia memakai cadar syar’i dan terlihat
hanyalah matanya saja. Ketika di
tegur bahwa seorang wanita tidak boleh berselfi maka kebanyakan mereka menyangkalnya, dan ketika memajang foto mereka
di media sosial banyak mengundang komentar dari para laki-laki yang tak jarang
memuji mecantikkan dan banyak lagi komentar yang dilontarkan oleh mereka.
Walaupun berselfi dilakukannya dengan memakai cadar tetap saja akan menimbulkan
fitnah bagi laki-laki dan terlihat cantik bila dilihat dengan lawan jenis.
Salah satu alasan mereka berselfi diinternet adalah dengan alasan berdakwa,
menyiarkan agama Islam dan supaya muslimah lain mau ikut bercadar menutup aurat mereka.
Berdakwa
merupakan jalan seorang muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah untuk
mendekat diri kepada-Nya, dan salah satu kewajiban seorang muslim yaitu saling
mengingatkan saudaranya dalam hal kebaikan, sebagaimana firman Allah sebagai
berikut:
Artinya:
“Demi
masa.Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”(QS. Al-Asr: 1-3)
Walaupun
dakwah merupakan perintah Allah Swt yang disyariatkan kepada umat Islam, dakwah
juga harus dilandaskan pada syariat pula, sebagaimana Allah berfirman swt:
Artinya:
“Katakanlah:
"Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada
Termasuk orang-orang yang musyrik".(QS.
Yusuf : 108)
Syaikh Bin Baz rahimahullah mengatakan, “Tujuan dakwah adalah mengeluarkan manusia
dari kegelapan menuju cahaya, membimbing mereka kepada kebenaran hingga mereka
berpegang dengannya dan selamat dari neraka dan adzab Allah. Dakwah
mengeluarkan orang yang bodoh dari gelapnya kebodohan kepada cahaya ilmu.” (Ad-Da’watu Ilallah wa Akhlaaq Ad-Du’ah hal.
51).
Tidak
dapat tujuan dakwah itu dicapai kalau tidak dilandasi oleh ilmu dan hikmah yang
berasal dari Al-Quran dan Hadist, niat saja tidak dapat diterima kalau tidak
sesaui dengan norma yang ada serta tidak bertentangan
dengan hukum Islam. Al-Hafidz Ibnu Hajar
rahimahullah berpendapat bahwa “Berilmu sebelum perkataan dan perbuatan”. Ibnul Munayyir menjelaskan
bahwa yang dimaksud perkataan adalah cara seorang pendakwa berkomunikasi dan
kemudian dengan ilmu membenarkan keduanya (perkataan
dan perbuatan). Maka sorang pedakwah harus memiliki ilmu terlebih dahulu
sebelum ia berkata dan berbuat, karena dengan ilmu dapat meluruskan niat,
sehingga akhirnya dengan niat dapat memperbaiki amal.’ (Ma’alim fi Thariiqil Islah, hal. 8).
Menyempurnakan
hijab dengan mengunakan cadar merupakan kebaikan, tapi bila mengajak seorang
muslimah dengan menyebarkan foto selfi di media sosial merupakan berdakwa tanpa
didasarkan pada ilmu sehingga bukan kebaikan yang didapat tapi kemungkaran yang
dihasilkannya. Disini saya akan sedikit mengutarakan kemungkaran yang didapat
dari berselfi bagi wanita yang bercadar, yaitu:
1. Menghilangkan fungsi cadar
Allah
berfirman,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab : 59).
Dari
ayat tersebut kita tahu bahwa fungsi
hijab adalah untuk menutup aurat tubuh seorang wanita dan menghidarkan
pandangan buruk laki-laki yang jahat kepada mereka sehingga mereka tidak diganggu. Namun pada zaman
sekarang banyak kita lihat, wanita yang bercadar berselfie di
mensos sehingga menjadikan mereka sebagai objek yang dapat di nikmati oleh
laki-laki yang bukan mukhrimnya.
Pada zaman Rasulullah dan
sahabat, para wanita menjalankan syariat Islam dengan sungguh-sungguh karena
langsung dibimbing oleh Rasulullah. Namun, sahabat dari kalangan para wanita juga tidak terus merasa aman dari fitnah.
Abu Hurairah bercerita bahwa kaum wanita
mendatangi Rasulullah. Mereka berkata, “Wahai
Rasulullah, kami tidak bisa mengikuti majelismu karena banyak kaum lelaki.
Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.” Beliau
bersabda, “Tempat kalian di
kediaman fulan.” Merekapun datang pada hari dan tempat yang
dijanjikan. (HR. Ahmad 7310). Nafi’ meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia
berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Andai
kita biarkan pintu ini untuk para wanita’.” Nafi melanjutkan, “Ibnu Umar tidak pernah masuk melalui pintu
itu hingga wafat.” (HR. Abu Dawud, II/125, dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud).
2. Membuka pintu fitnah
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
“Aku
tidak meninggalkan satu fitnahpun yang lebih membahayakan para lelaki selain
fitnah wanita.” (HR. Bukhari No. 5096 dan Muslim no. 2740)
Allah Ta’ala berfirman :,
“Maka
janganlah kamu (wanita) tunduk (menghaluskan suara) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit
dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (al-Ahzab
:32)
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Wanita itu adalah aurat. Bila
ia keluar, setan akan menghiasinya (untuk menggoda laki-laki).”
Syaikh
Abul ‘Ala Al-Mubarakfuri rahimahullah berkata,
“Bila
wanita keluar, setan akan
menghiasinya (untuk menggoda laki-laki), maknanya adalah setan menghiasinya di
mata laki-laki. Juga dikatakan, maknanya, setan melihat wanita tersebut
untuk menyesatkannya dan menyesatkan (manusia) dengannya. Dan makna asal (اﻻﺳﺗﺷراف) adalah mengangkat pandangan untuk melihat sesuatu.”[4]
“Pandangan adalah satu anak panah di antara
anak panah-anak panah iblis. Barangsiapa yang meninggalkannya karena takut
kepada Allah, maka Allah Azza wa Jalla akan memberikan keimanan dan ia
merasakan manisnya di hatinya”.
“Tidaklah
aku pernah melihat orang yang kurang akal dan
agamanya sehingga dapat menghilangkankan
akal laki-laki yang teguh selain salah satu di antara kalian wahai wanita.”.
Allah Ta’ala
berfirman
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An Nur: 30)
Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya,
dan memelihara kemaluannya.” (An-Nuur
: 31)
Dari
Jarir bin Abdillah radliyallahu ‘anhu , ia berkata, “Saya
bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang
tiba-tiba (tidak sengaja), maka beliau memerintahan aku untuk memalingkan
pandanganku”.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS. Al
Imran: 14).
Allah Ta’ala
juga berfirman:
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada
wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya” (QS. An Nur: 30-31).
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
“Tidaklah
ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain
fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. Al Bukhari 5096, Muslim 2740).
Beliau
juga bersabda:
“Sesungguhnya
dunia itu manis dan hijau. Dan Allah telah mempercayakan kalian untuk
mengurusinya, Sehingga Allah melihat apa yang kalian perbuatan (disana). Maka
berhati-hatilah kalian dari fitnah (cobaan) dunia dan takutlah kalian terhadap
fitnah (cobaan) wanita. Karena sesungguhnya fitnah (cobaan) pertama pada Bani
Isra’il adalah cobaan wanita” (HR Muslim 2742).
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
“Wanita adalah aurat. Jika ia keluar, setan
memperindahnya” (HR. At Tirmidzi no.
1173, dishahihkan Al
Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Al
Qurthubi berkata: “Ibnu Juwaiz Mandad
– ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan
khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua
atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir
Al
Qurthubi, 12/229).
NabiShallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
“Janganlah
kalian menjadi penolong setan untuk menggoda saudara kalian” (HR. Bukhari
no.6781).
Allah Ta’ala
berfirman:
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya…”
(QS. An Nur: 30-31).
Allah Ta’ala juga
berfirman:
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.. Katakanlah kepada
wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya…” (QS. An
Nur: 30-31).
Allah Ta’ala juga berfirman:
“Apabila kamu
meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah
dari belakang tabir. Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” (QS. Al Ahzab: 53).
Allah
Ta’ala juga berfirman:
“Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih
mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(QS. Al Ahzab: 59).
Tidak
kita pungkirin bahwa wanita memiliki fisik yang lemah, walaupun seperti itu
cobaan wanita sangatlah dahsyat karena dengan kecantikan dan kemolekan tubuh
mereka dapat menundukan laki-laki yang perkasa sekalipun. Oleh karena itu bagi
saudariku tinggalkanlah berselfi karena akan membuka pintu fitnah.
3. Potensi tabarruj
(berhias)
Iblis
merupakan musuh yang nyata bagi
manusia, oleh karena itu kita harus berhati-hati terhadap bujuk rayunya, salah satunya bujuk rayu setan sebagai kaki tangan iblis
terhadap para wanita adalah ingin tampil cantik didepan lawan jenisnya. Banyak
yang setan lakukan untuk
menjerumuskan manusia keneraka dengam
menggoda muslimah untuk melepaskan hijabnya, hingga merayu seorang
wanita menjadikan hijab sebagai perhiasannya dengan berselfi dimedia sosial
atau internet. Ketika
seorang berselfi didepan
kamera maka ia pasti memilih untuk tampil dalam pose
yang terbaiknya dan mengunakan pakaian dari yang gamis yan baru, aksesoris lagi
tren, hingga bulu matanya dibentuk
sedimikian rupanya.
At-Tirmidzi
meriwayatkan dalam Kitab "Sunan"nya, dan Hadits ini Shahih, dari
Abdullah bin Mas'ud, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
"Wanita
adalah aurat, jika dia keluar (dari rumahnya), maka syaithan akan
memperindahnya."
Dari
hadist ini telah dijelaskan Rasulullah bahwa setan akan memperindah wanita
dengan perhiasan yang menarik hati dan menjadikan wanita itu indah dimata para
lelaki. Arinya walaupun wanita itu memakai hijab secara sempurna dengan memakai
cadar ketika keluar rumah tetap saja laki-laki dapat tergoda dengan pemandangan
secara umum.
4. Disalahgunakan oleh
orang lain
Foto
yang kita sebar di jejaring sosial bukan lagi milik kita karena itu sudah jadi
milik semua orang. Jadi tidak dipungkirin bahwa bisa saja foto wanita yang
bercadar tersebut disalah gunakan oleh orang lain dan mereka tidak takut
terhadap Allah atas perbuatan mereka. Jadi tahanlah saudariku terhadap kenginan
untuk berselfi dimedia sosial. Karena bisa jadi foto selfi yang kita sebarkan
disalahgunakan orang lain.
5. Menjadi contoh dalam keburukan
Sering
kita menganggap hal yang biasa berfoto selfi dihalayak ramai untuk berbagai
keperluan baik untuk kebutuhan akun maupun menujukkan eksistensi diri seorang
wanita. Namun, hai ini berbeda bila itu seorang wanita yang sudah berkomitmen
memakai cadar dan berusaha mencapai tingkat kesempurnaan, maka hal itu tidak
layak untuk dilakukan. Sering kita melihat beberapa wanita yang memakai cadar
berfoto selfi dengan gaya yang mereka
sukai, hal menunjukan seolah-olah mereka belum paham terhadap sunnah
Rasulullah, bahwa seorang wanita tidak dibenarkan berfoto selfi karena
menjadikan contoh yang buruk bagi generasi selanjutnya.
Allah Ta’ala
berfirman
“Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan
menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
prasangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja.”
(QS. Al-An’am : 116)
Banyak
alasan yang mereka utarakan untuk bisa berfoto selfi, salah satunya mereka
beralasan untuk kepentingan dakwa. Kalau kita analisa seorang muslimah yang
mengajak wanita lain untuk berhijab dengan cara berselfi, pada dasarnya dia
sebenarnya bukan saja mendakwakan hijabnya tetapi juga mendakwahkan prilaku
selfi itu sendiri.
Ada
beberapa kemungkinan yang terjadi bila seorang muslimah memajang foto selfinya
di media sosial pada anak perempuannya, dan dia akan berkata :” ibuku seorang
muslimah yang memakai cadar tapi ibuku suka selfi dan mengaploadnya di media
sosial, berarti foto berselfi di media sosial diiperbolehkan bagi wanita yang
bercadar dengan alasan berdakwa maka akupun akan ikut berfoto selfi seperti
ibuku." Lama kelamaan wanita berhijab lagi bercadar berfoto selfi yang
hanya kelihatan matanya saja tapi setelah berganti generasi maka mereka berfoto
akan kelihatan lehernya dan generasi seterusnya tidak konsisten terhadap
hijabnya, dan semua ini tidak akan terjadi kalau bukan disebabkan oleh ENGKAU
yang memberi contoh yang buruk intuk generasi selanjutnya.
Allah ta'ala
berfirman:
"Wahai
orang-orang yang beriman, masuklah kepada agama islam secara kaaffah
(keseluruhan), dan janganlah engkau mengikuti langkah-langkah syaithan,
sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu."
6. Mencederai rasa malu
Hendaknya
seorang muslimah menghiasi dirinya dengan rasa malu jika ada seorang lelaki
yang bisa melihat kecantikan wajahnya dan garakan tubuhnya. Tetapi sayang
sekali malu itu sudah berkurang pada diri seorang muslimah yang sejati.
Rasulullah Saw bersabda:
“Sifat malu tidaklah mendatangkan kecuali
kebaikan ”.(HR. Bukhari 6117).
Ada
hadist hasan yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi : Bahwa sesungguhnya Rasulullah
bersabda:
"
Orang yang mengajak kebaikan mendapat pahala yang sama dengan orang yang
diajaknya."
Marilah kita
bandingkan dua orang wanita yang diabadikan Allah dalam Al-Quran yaitu:
“Dan
tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan
orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata:
“Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami
tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu
memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut
umurnya”. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya,
kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya
aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”” (QS.
Al-Qashash: 23-25).
Dalam
Tafsir Al Jalalain dijelaskan bahwa:
“Yaitu
mereka tidak jadi meminumkan ternaknya karena khawatir berdesak-desakan (dengan
para lelaki)”.
Begitulah
seharusnya sikap seorang muslimah bila berbicara dengan lelaki yang bukan
mahramnya harus dengan rasa malu dan tidak ketika berjumpa sendirian tetapi
membawa temannya. Nabi muhammad bersabda Saw:
“Iman itu enam puluh
sekian cabang, dan malu adalah salah satu cabang dari iman”
(HR. Al Bukhari 9,
Muslim 35).
Nabi bersabda:
“Malu itu tidak
datang kecuali dengan kebaikan” (HR. Al
Bukhari 6117, Muslim 37).
Sikap
malu bukanlah sikap yang hanya dihajarkan Nabi Muhammad Saw tetapi malu adalah
ajran yang diajarkan seluruh Nabi Para yang terdahulu kepada umatnya. Nabi
muhammad bersabda:
“Sesungguhnya diantara hal yang sudah
diketahui manusia yang merupakan perkataan para Nabi terdahulu adalah
perkataan: ‘jika engkau tidak punya malu, lakukanlah
sesukamu’” (HR. Al Bukhari
6120).
Allah Ta’ala
berfirman:
“janganlah menampakkan perhiasannya kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka … ” (QS.
An Nur: 31).
Dari
ayat diatas dapat disimpulkan bahwa wanita tidak boleh memperlihatkan keindahan
mereka kecuali kepada suami mereka. Ulama sepakat dalam masalah ini bahwa
wanita tidak boleh mempercantik wajahnya bila keluar rumah dan didepan para
lelaki yang bukan mukhrim karena kecantikan wanita dan gerak geriknya dapat
menimbulkan fitnah.
Demikian
juga wanita yang mempertontonkan kecantikan wajahnya dengan memajangnya dimedia
sosial dan yang terlihat hanya matanya saja karena itu menyelisihi hukum Islam.
Oleh karena itu janganlah seorang muslimah yang bercadar meng-upload foto
selfinya di internet walaupun itu dengan alasan berdakwa karena bisa membuat
seorang laki-laki penasaran dengan kecantikan wajahnya itu.
Ulama
berpendapat:
“Laki-laki
jika ingin mengetahui kecantikan seorang wanita maka ia pasti akan memandang ke
wajahnya.”
“Ali bin
Abi Thalib berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘apa yang
paling baik bagi wanita?’. Lalu Ali tidak tahu harus menjawab apa. Ia pun
menceritakannya kepada Fathimah. Fathimah pun berkata: ‘katakanlah kepada
beliau, yang paling baik bagi wanita adalah mereka tidak melihat para lelaki
dan para lelaki tidak melihat mereka‘. Maka aku (Ali) sampaikan hal tersebut
kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Lalu beliau bersabda: ‘sungguh
Fathimah adalah bagian dari diriku, semoga Allah meridhainya‘” (HR. Ibnu
Abid Dunya dalam Al ‘Iyal no. 409, semua perawinya tsiqah).
Dari
dalil tersebut jelaslah bahwa wanita yang paling baik disis Allah adalah yang
tersembunyi dari pandanga para lelaki dengan berusaha tidak terlihat lak-laki,
menutup dirinya dengan memakai hijab serta tidak meng-upload fotonya diinternet
walaupunitu dengan alasan berdakwa.
Jual Beli Sperma
Secara
etimologi, al-bay'u (jual beli) berarti mengambil dan memberikan sesuatu.
Adapun secara terminologi, jual beli adalah kegiatan ekonomi tukar menukar
barang dan berpindahnya hak kepemilikan. Di
dalam kitab Fiqhus sunnah (3/46) dikatakan bahwa al-bay'u adalah kegiatan
tukar menukar harta dengan barang yang dilakukan secara suka sama suka atau
proses berpindahnya kepemilikan barang kepada orang lain dengan cara ijab kabul
serta memperhatikan ketentuan yang disyariatkan Islam.
Kondisi
sekarang sangat memperhatinkan, karena banyak umat Islam sendiri aja dalam praktek jual beli, mereka tidak
melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam praktek jual beli, sehingga transaksi
yang terjadi adalah unsur penipuan, kecuranga, dan kezaliman.
Jika
kita memperhatikan praktek jual beli yang dilakukan para pedagang saat ini,
mungkin kita dapat menarik satu konklusi, bahwa sebagian besar para pedagang
dengan "ringan tangan" menipu para pembeli demi meraih keuntungan
yang diinginkannya, oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Sesungguhnya
para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat
heran dan bertanya, "Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli,
wahai Rasulullah?". Maka beliau menjawab, "Benar, namun para pedagang
itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya
kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan
keji." (Musnad Imam Ahmad 31/110, dinukil dari Maktabah Asy Syamilah;
Hakim berkata: "Sanadnya shahih", dan beliau disepakati Adz Dzahabi,
Al Albani berkata, "Sanad hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh
mereka berdua", lihat Silsilah Ash
Shahihah 1/365; dinukil dari Maktabah Asy Syamilah).
Banyak
kita temui seorang peternak baik sapi maupun yang sejenisnya yang memiliki sapi
betina tapi tidak memiliki sapi jantan. Untuk memiliki anak maka seorang
peternak tersebut menyewa sapi pejantan denga sejumlah uang yang dia berikan kepada
yang disewai sapi jantannya.
Maka untuk mengetahui hikum perbuatan tersebut, maka lebih baiknya kita
perhatikan hadist berikut ini: Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, dia berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sperma pejantan.” (HR. Bukhari, no. 2284). Yang dimaksud dengan “melarang sperma pejantan” dalam hadits di
atas mencakup dua pengertian:
1.
Tentang
menjual beli sperma pejantan.
2.
Tentang
Uang yang didapat dari hasil sewa-menyewa karena
mengawini betina.
Ibnu Hajar berpendapat, “Apapun maknanya, memperjualbelikan sperma
jantan dan menyewakan pejantan itu haram karena sperma pejantan itu tidak bisa
diukur, tidak diketahui, dan tidak bisa diserahterimakan.” (Fathul Bari,
jilid 6, hlm. 60, terbitan Dar Ath-Thaibah, Riyadh, cetakan ketiga, 1431 H).
Ibnul Qayyim berpendapat: “Yang benar, sewa pejantan adalah haram
secara mutlak, baik dengan status ‘jual beli sperma’ ataupun ‘sewa pejantan’.
Haram bagi pemilik pejantan untuk mengambil hasil dari menyewakan pejantan.
Akan tetapi, tidak haram bagi pemilik binatang betina untuk menyerahkan uang
kepada pemilik hewan jantan, bila membayar sejumlah uang dalam hal ini adalah
pilihan satu-satunya, karena dia menyerahkan sejumlah uang
untuk mendapatkan hal mubah yang dia perlukan.” (Zadul
Ma’ad, juz 5, hlm. 704, Muassasah Ar-Risalah, cetakan keempat, 1425 H)
Alasan dilarangnya
jual beli sperma pejantan adalah sebagai berikut:
1.
Sperma itu tidak
dapat diserah terimakan.
2.
Sperma tidak
diketahui jumlahnya. (Zadul Ma’ad, juz
5, hlm. 705)
Dari Jabir bin Abdillah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada
satu pun pemilik unta, sapi, ataupun
kambing yang tidak menunaikan kewajiban hewan ternaknya melainkan dia akan
didudukkan pada hari kiamat di suatu tempat yang terbentang rata (baca: bumi
mahsyar). Orang tersebut akan diinjak oleh untanya dan dia akan ditanduk oleh
sapi atau kambingnya. Pada hari itu, tidak ada hewan yang tidak memiliki tanduk
atau memiliki tanduk namun patah.” Kami
bertanya, “Wahai Rasulullah, apa kewajiban yang perlu ditunaikan terkait binatang
piaraan?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Meminjamkan hewan
pejantannya secara cuma-cuma untuk mengawini hewan betina, meminjamkan embernya
kepada orang yang membutuhkannya, meminjamkan hewan perah kepada orang miskin untuk diambil susunya, memperbanyak
perahan susunya dengan air lalu membagikannya kepada orang di sekelilingnya,
dan hewan yang bisa ditunggangi dijadikan sebagai hewan tunggangan dalam rangka
jihad di jalan Allah.” (HR.
Muslim, no. 2344) »
Dari Abu Amir Al-Hauzani dari Abu
Kabsyah Al-Anmari. Abu Kabsyah datang ke rumah Abu Amir lalu mengatakan, “Pinjami aku kuda pejantanmu untuk mengawini
kuda betani milikku, karena sungguh aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang meminjamkan kuda pejantannya
secara cuma-cuma, lalu kuda betina yang dibuahi itu berketurunan, maka pemilik
kuda jantan tersebut akan mendapatkan pahala tujuh puluh kuda yang dijadikan
sebagai binatang tunggangan di jalan Allah. Jika tidak berketurunan maka
pemilik kuda pejantan akan mendapatkan pahala seekor kuda yang digunakan
sebagai hewan tunggangan di jalan Allah.” (HR. Ibnu Hibban, no. 4765)
Dari Anas bin Malik, bahwasanya
ada seorang dari
Bani Kilab bertanya
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tentang upah sperma pejantan. Jawaban Nabi adalah melarang hal
tersebut. Orang tersebut lantas berkata, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kami meminjamkan pejantan dengan cuma-cuma lalu kami
diberi hadiah.” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pun membolehkan untuk menerima hadiah”. (HR. Tirmidzi, no. 1274; dinilai hasan gharib oleh
Tirmidzi dan dinilai sahih oleh Al-Albani)
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah
Ahmed an-Na’im, Toward an Islamic Reformation:
Civil Liberties, Human Right and International Law, New York: Syracuse
University Press, 1990.
Abdullah,
M. Amin, “Kata Pengantar”, dalam Richard C. Martin, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, terj. Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2001.
Abdullah, M. Amin, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006.
Abdurrahman
Jabir Al Jazairi, Fiqih Ala Al Madzahib
Al Arba’ah (Beirut : Daar Al Fikr, 1996)
Abdurrahman
Jabir Al Jazairi, Fiqih Ala Al Madzahib
Al Arba’ah (Beirut : Daar Al Fikr, 1996)
Abou El Fadl, Khaled M., Atas Nama Tuhan; Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif, terj.
R.Cecep Lukman Yasin, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,
2004.
Abou
El Fadl, Khaled M., Melawan “Tentara Tuhan”,
terj. Kurniawan Abdullah, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003.
Abu
Abdillah Syamsuddin Al Qurtuby, Al Jami’
Liahkamil Qur’an, ( Kairo : Daar Al Kutub Al Mishriyah, 1964 )
Abu Zayd, Nasr Hamid, Naqd
al-Khitab al-Diniy, Qahira: Sina li al-Nasyr, 1994.
Adil
Fahmi, Menyingkap Rahasia Wanita Dar A –
z, (Jakarta : Daar Al Haq, 1432 H), Al Maqdisi, Muhammad Bin Muflih, Al Adab As Syar’iyah Wal Minah Al Mar’iyah
Ali Bin Amru Abul Hasan Daaruqtny al
Baghdady, Sunan Daaruqutni, ( Beirut
: Daar Al Ma’rifah, 1966 )
Ali,
Hasan. Asuransi Dalam Perspektif Hukum.
Jakarta :Kencana, 2004 Anwar, Syahrul. Ilmu
Fiqh & Ushul Fiqh. Bogor : Ghalia Indonesia, 2010
Arkoun,
Muhammed, Tarikhiyyah al-Fikr al-‘Araby
al-Islamy, Libanon: Markas Alinma’ al-Qauny, 1986.
Azhar, Muhammad. Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: Lesiska, 1996
Bustamam-Ahmad,
Kamaruzzaman, Wajah Baru Islam di
Indonesia, Jogjakarta: UII Press, 2004.
Departemen
Agama RI., Topik Inti Kurikulum Nasional
Perguruan Tinggi Agama Islam Fakultas Syari’ah, Jakarta: Direktorat
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1998.
Dr. Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual, (Jakarta : Gema Insani, 2003),
Fauzan
Shalih Bin Fauzan Al Fauzan, Majmu Fatawa
Syeikh Fauzan, ( Riyadh : Daar Ibnu Huzaimah, 2003 )
Hasan, Riffat dan Fatima Mernissi, Setara di Hadapan Allah, terj. Tim
LSPPA, Yogyakarta: Lembaga Studi
Pengembangan Perempuan dan Anak, 1996.
http://www.almoslim.net/node/82772
Ibnu Mandzur, Lisaan Al Arab, (Beirut : Daar Ihyaau At Turats Al Araby, 1993).
Ibnu
Rajab Al Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal
Hikam, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kedelapan, tahun 1419 H.
Kurzman,
Charles (ed.), Liberal Islam A
Sourcebook, New York: Oxford University Press, 1988.
Mahmud,
Amir (ed.), Islam dan Realitas Sosial di
Mata Intelektual Muslim Indonesia, Jakarta: Edu Indonesia Sinergi, 2005.
Martin,
Richard C. (ed.), Approaches to Islam in
Religious Studies, Tucson: The University of Arizona Press, 1985.
Mausu’ah
Fiqhiyyah Kuwaitiyah, (
Kuwait : Daar As Salaasil, 1404-1427 H)
Mernissi,
Fatima, Beyond the Veil: Male-Female
Dynamic in the Modern Muslim Society, Bloomingtoon: Indian University
Press, 1987.
Muhammad
bin Ismail Bin Bardizbah AL Bukhari, Al
Jaami’ Al Musnad As Shahih Al Mukhtashar Min
Umuuri Rasulullah Sallallahu
Alaihi Wasallam Sunanihi Wa Ayyamihi, (Daar Turuq An Najah,
1422 H)
Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin, Risalah Fid Dima’ At Thabi’iyah Lin Nisa’,
Muhammad
bin Shalih bin Muhammad Al Utsaimin, Majmu’
Fatawa wa Rasa’il Fadhilatus Syeikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin, ( Daar
Al Wathn, 1413 H)
Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh
Muamalat. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Rahman, Fazlur, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition,
Chicago dan London: The University of Chicago Press,
1982.
Shahrur, Muhammad, Al-Kitab wa al-Qur’an: Qira’ah Mu’asirah, Dimasq, 1990.
Shalih
Bin Abdul Aziz Bin Ali Alu Syeikh, Fiqih
Muyassar Fi Dhouil Kitab Wa As Sunnah,
Sula,
Muhammad Syakir. Asuransi Syariah, Konsep
dan Sistem Operasional. Jajarta: Gema Insani, 2004
Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq Ath Thorifi,Shifat
Hajjatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terbitan Maktabah Darul
Minhaj, cetakan ketiga, 1433 H.
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah Bin Baz, Ad-Da’watu Ilallah wa Akhlaaq Ad-Du’ah,
Syaikh
Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri, Syarh
Al Arba’in An Nawawiyah Al Mukhtashor, terbitan Dar Kunuz Isybiliya,
cetakan pertama, tahun 1431 H.
Syaikh
Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al Fauzan, Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, terbitan
Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, tahun 1429 H
Syaikh Muhammad Asy-Syarif, 40 Matan Hadits
Wanita (terjemahan), Cetakan pertama, Ummul Qura, 2018, ,
Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad
bin Ibrahim Alu Syaikh, Syarh Al Arba’in
An Nawawiyah, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan kedua, tahun 1433 H
Ulama
Najd, Ad Daroru As Sinniyah Fil Ajwibah
An Najdiyah, ( Madinah : Maktabah Raqmiyah, 1996 )
Wahbah
Zuhaili, fiqh Al Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus
: Daar Al Fikr, Cet: IV) Wahbah Zuhaili, fiqh
Al Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus : Daar Al Fikr, Cet: IV)
Postingan Populer
Dari Puasa Menuju Fitri: Transformasi Diri Menuju Kesempurnaan
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar