Langsung ke konten utama

Unggulan

Transformasi Pembelajaran dengan MPI

  Pendahuluan Model Pembelajaran Inovatif (MPI) telah menjadi sorotan dalam dunia pendidikan saat ini. MPI menawarkan pendekatan yang lebih aktif, menarik, dan relevan bagi peserta didik. Artikel ini akan membahas transformasi pembelajaran yang terjadi setelah penerapan MPI di sebuah sekolah, dengan menggunakan metode STAR (Situation, Task, Action, Result) untuk menganalisis kasus tersebut. Situasi Sebelum penerapan MPI, pembelajaran di sekolah tersebut cenderung monoton dan berpusat pada guru. Peserta didik kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran, sehingga minat belajar mereka menurun. Selain itu, hasil belajar siswa juga kurang memuaskan, terutama dalam hal kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Tugas Pihak sekolah memutuskan untuk menerapkan MPI dengan tujuan meningkatkan motivasi belajar siswa, mengembangkan keterampilan abad 21, serta meningkatkan hasil belajar. Beberapa MPI yang dipilih antara lain: Pembelajaran berbasis proyek Pembelajaran kooperatif Pem...

JURNAL FIQIH KONTEMPORER DAN PERMASALAHANNYA

 

CONTEMPORARY FIQH AND ITS PROBLEMS

Abdul Patah Haris, S.Pd.I

SDN. No. 101929 Perbaungan Road Hospital Simpang Tiga Pekan Village, Perbaungan District, Serdang Bedagai Regency, North Sumatra Province, Indonesia.

 email: abdulpatahh@gmail.com

 ABSTRACT

Talking about problems in everyday life, then we all cannot be separated from the discussion of the science of Fiqh. Fiqh is an inseparable part of Islamic teachings because it is a life reference for humans, especially when making decisions in dealing with problems in everyday life. Contemporary fiqh is basically no different from other fiqh. It's just that contemporary fiqh discusses problems that develop today that were not discussed at the time of the Prophet, Companions, tabi'in and scholars in ancient times. So here contemporary fiqh appears as a result of modernization and the influence of globalization which continues to grow to cover most of the countries in the world. With the emergence of this modernization current, it has resulted in the emergence of various kinds of changes in the social order of Muslims, both involving all aspects including culture, customs, politics, social, and so on. From these changes, new problems arise that have never existed at the time of the Prophet, Companions, Tabiin and scholars, thus causing unrest in answering the problems of Muslims.

 

FIQIH KONTEMPORER DAN PERMASALAHANNYA

Abdul Patah Haris, S.Pd.I

SDN. No. 101929  Perbaungan Jalan Rumah sakit Kelurahan simpang Tiga Pekan Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

 email: abdulpatahh@gmail.com

ABSTRACT

Berbicara tentang permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, maka kita semua tidak bisa terlepas dari pembahasan ilmu Fiqih. Fiqih merupakan bagian yang tidak bisa terlepas dari ajaran Islam karena sebagai acuan hidup bagi manusia terutama mengambil keputusan dalam menghadapi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Fiqh kontemporer pada dasarnya tidak berbeda dengan fiqih yang lainnya. Hanya saja fiqih kontemporer membahas tentang permasalahan yang berkembang pada zaman sekarang yang tidak dibahas pada zaman Nabi, Sahabat, tabiin maupun ulama pada zaman dahulu. Maka disini fiqih kontemporer muncul akibat modernisasi dan pengaruh globalisasi yang terus bekembang hingga meliputi sebagian besar negara-negara yang ada dunia. Dengan timbulnya arus moderenisasi tersebut, mengakibatkan munculya berbagai macam perubahan dalam tataan sosial umat islam, baik yang melibatkan semua aspek termasuk budaya, adat istiadat, politik, sosial, dan lain sebagainya. Dari berubahan tersebut menjadikan timbul masalah baru yang belum pernah ada pada zaman Nabi, Sahabat, Tabiin serta ulama, sehingga menimbulkan keresahan dalam menjawab permasalah umat umat Islam.

 

 


Pengertian Fiqh Kontemporer

Fiqh menurut bahasa artinya mengetahui. Adapun fiqh menurut istilah adalah ilmu yang mempelajarai tentang hukum Islam yang bersifat perbuatan yang berdasarkan dalil Al-Quran dan Hadist. Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian kontemporer berarti waktu, masa, atau zaman sekarang. Jadi dari uraian diatas dapatlah kita simpulkan bahwa fiqih kontemporer adalah ilmu yang mempelajarai tentang hukum Islam yang berkaitan dengan perkembangan pemikiran fiqh pada masa sekarang. Yang menjadi patokan adalah bagaimana cara menyekesaikan permasalahan–permaslahan kontemporer dan metodologi pengambilan hukum-hukum islam dalam jawaban terhadap masalah-masalah kontemporer.

Dengan berkembangnya kehidupan sosial dan teknologi manusia, maka ilmu Fiqih juga harus selalu disesuaikan dengan ruang dan waktu, karena tuntutan dalam menjawab kehidupan zaman. Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi komunikasi dunia, maka terjadilah disebut dengan proses modernisas atau globalisasi. Globalisasi tersebut membuat lahirnya berbagai macam perubahan secara menyeluruh baik secara sosial dan idiologi maupun gaya hidup.

Unsur-unsur sosial yang mengalami perubahan akibat globalisasi adalah lapisan masyarakat. Sedangkan perubahan secara ideologis yakni perubahan dalam norma-norma susila, perubahan nilai-nilai yang lainnya, baik pemikiran dan sebagainya. Hal ini menuntut perubahan dalam hukum Islam terutama yang barkaitan dengan permasalahan masyarakat dalam menjawab perkembangan zaman.

Mengingat mempelajari Ilmu hukum fiqih merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran agama Islam, maka disini perlu dipelajari aspek yang mengalami perubahan yang berkaitan dengan hukum Islam. Karena pada hakikatnya agama merupakan wahyu Tuhan tidak akan berubah, tetapi perubahan itu terjadi pada penerapannya yang berkaitan dengan sosial ditengah-tengah masyarakat. Berdasarkan hal tersebut di atas, dapatlah kita pahami bahwa perubahan tersebut bukanlah pada pokok-pokok agama yang tekstual seperti, pada Firman Allah, akidah dan tauhid, tetapi perubahan tersebut secara kontekstual. Disini Konteks Al-Quran tidak mengalami perubahan, tetapi perubahan tersebut terjadi pada pemahaman dan penerapannya yang disesuaikan dengan perkembangan zaman. Hal ini dikarenakan perubahan sosial pada masyarakat terus berjalan mengikuti zaman, maka pemahaman dan penerapan tentang ajaran Islam harus bersifat kontiniu sesuai zaman. Dengan demikian hukum Islam tetap relevan dan aktual dalam menjawab perkembangan zaman.

Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya perubahan sosial yang secara umum terbagi dua macam, yaitu:

Pertama, terletak pada lapisan masyarakat yang sering disebut faktor intren contohnya jumlah penduduk, ekspremen baru, konflik masyarakat sehingga menimbulkan timbulnya revolusi di dalam masyarakat kecil sehingga menimbukan perubahan pada tingkah laku dan sosial masyarakat ke masyarakat yang lebih besar .

Kedua, ada pula yang bersumber pada pertemuan antara masyarakat yang berbeda kultur sehingga menimbulkan pengaruh pada masyarakat lain atau sering dikenal dengan faktor eksternal.

Perubahan sosial tersebut merupakan unsur terjadinya perubahan pada sistem dan pemikiran Islam termasuk pembaharun ilmu fiqih hukum Islam yang membahas tentang permasalahan masyarakat pada zaman sekarang. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum ilmu Fiqih harus mampu menyesuaikan dan mengembangkan sesuai dengan tuntutan masyarakat pada zaman sekarang. Tanpa ada pembaharuan pada hukum fiqih dan pemikiran hukum Islam maka akan menimbulkan kesulitan dalam masyarakat dalam memahami hukum Islam yang merupakan salah satu bagian dari ajaran dalam agama Islam.

Berbicara tentang keagamaan yang bersifat legal dan formal, maka kita sebenarnya berbicara tentang haram atau tidak dalam melakukan sesuatu perbuatan. Hal ini menjadi Akibat dari globalilisasi dan kemajuan zaman, sehingga menimbulkan permasalahan-permasalahan yang sebelum tidak terjadi sehingga memerlukan penetapan hukum, sehingga menimbulkan pemikiran mengenai fiqih kontemporer.

 

Metode pengambilan hukum Kontemporer

Ada lima cara yang dapat digunakan dalam menentukan hukum pada pembahasan Islam kontemporer yaitu:

1.              Takhayyur,

Takhayyur adalah metode penentuan hukum dengan memilih pendapat salah satu ulama fikih, termasuk ulama di luar mazhab. Takhayyur bisa juga disebut dengan tarjih. Sebab dengan cara memilih pendapat ulama yang berbeda yang berdasarkanpada pendapat yang lebih kuat atau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

2.              Talfiq,

Talfiq adalah metode pengambilan hukum dengan cara mengkombinasikan beberapa pandangan ulama dalam pembahasan dan penetapkan hukum dalam permasalahan Islam kontemporer.

3.      Takhshîsh al-Qadla

Takhshîsh al-Qadlâ adalah metode pengambilan hukum dengan memperhatikan hak  Negara  dalam  membatasi  kewenangan   peradilan   akan   yang   diterapkan. Artinya Negara berperan menentukan hukum atau kebijakan untuk membatasi peradilan agar peradialn membatalkan atau tidak menerapkan hukum keluarga dalam situasi tertentu, tanpa bermaksud ingin mengubah hukum Islam tersebut dan ini bertujuan untuk kepentingan orang banyak.

4.      Siyâsah Syar‘îyah

Siyâsah Syar‘îyah adalah metode pengambilan hukum yang berdasarkan kepada kebijakan penguasa dalam menerapkan peraturan bagi orang banyak dengan memperhatikan syari‘ah. Namun ada ilmuan dan peneliti yang mengkasifikasikan bahwa Takhshîsh al-Qadlâ atau Siyâsah Syar‘îyah adalah penentuan hukum dengan menggunakan administrasi. Artinya hukum tidak akan diproses apabila persyaratan administrasi tidak dilengkapi. Hak penguasa dalam membatasi menerapkan peraturan bagi rakyat dan tidak bertentangan dengan hukum Islam dan sesuai dengan apayang telah diruskan dalam Ilmu Usul Fiqih. Contoh dalam penerapan siyâsah syar‘îyah dapat dilihat dalam kasus perceraian bahwa gugatan sang istri tidak akan diproses apa bila persyaratan tidak dilengkapi terlebih dahulu.

5.          Reinterpretasi Nash

Sedangkan maksud Reinterpretasi Nash adalah metode pengambilan hukum dengan cara melakukan penafsiran ulang terhadap Al-Qur’an dan Hadist. Dalam penerapan Reinterpretasi Nash penentuan hukum dapat diambil dengan pendekatan empat bentuk motode, yaitu:

1.      Pendekatan tematik dan integratif,Walaupun dalam penerapannya belum konsisten dan belum tersistematis terhadap semua masalah. Artinya, dalam penetapan suatu hukum pada salah satu masalah yang sama tapi diselesaikan dengan metode yang berbeda. Misalnya, pada penetapan umur minimal seseorang untuk boleh menikah, dibeberapa negara berbeda dalam menetapkan umur minimal seseorang boleh menikah yang berdasarkan penerapan metode yang berbeda. Maksudnya ada negara yang menentukan berdasarkan siyasah syar‘iyah, namun ada juga negara yang menentukan dengan metode Reinterpretasi Nash atau mengkaji ulang penafsiran dari Al-quran dan Hadist Nabi. Namun ada juga negara yang mentapkan hukum dengan cara menggunakan metode gabungan.

2.      Pendekatan dengan berdasarkan analogi (Qiyas).Pengertian Qiyas adalah metode pengambilan hukum dengan cara mencari kesamaan sifat antara hukum kasus yang sudah ketetapannya didalam Al-Quran dan Hadist dengan kasus yang belum ketetapan hukumnya didalam Al-Quran.

3.      Pendekatan pada Mashlahah Mursalah,Sedangkan mashlahah mursalah adalah pendekatan penentuan hukum berdasarkan kepentingan orang banyak, dan tidak bertentangan dengan hukum Islam.Contohnya adalah mempersempit kemungkinan untuk berpoligami oleh sejumlah negara dengan mensyaratkan harus mendapatkan izin istri terlebih dahulu.

4.      Pendekatan pada pemahaman secara kontekstual (tafsir kontekstual).Contoh aturan yang kontekstual adalah kesamaan antara laki-laki (suami) dan perempuan (isteri) dalam menyelesaikan permasalahan keuangan misalnya biaya perkawinan; biaya walimahan, biaya hidup.

IBADAH

Manusia dihadapan Allah itu semua sama karena Allah tidak melihat wajah, harta, kedudukan, maupun jabatan kamu didunia tapi Allah melihat siapa yang paling bertaqwa diantara kamu. Dan Allah juga akan mengangkat diantara kamu orang yang beriman dan orang yang berilmu beberapa derajat, oleh karena itu kita harus mengetahui untuk apa manusia diciptakan di bumi ini. Allah berfirman:

“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”.(Qs.Al-Dzariyaat: 56)

Dari ayat diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa tujuan kita hidup didunia adalah untuk beribadah kepada Allah, sehingga semua yang ada didunia ini sebagai pelengkap untuk selalu beribadah kepada-Nya. Dalam Islam tidak ada tempat yang khusus untuk beribadah karena seluruh tempat dibumi ini adalah tempat yang layak untuk beribadah kepada Allah. Sebagaimana Allah berfirman:

“Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, Sesungguhnya bumi-Ku luas, Maka sembahlah aku saja”. (Qs. Al- Ankabut: 56)

Namun pandangan ibadah dalam Islam tidak sama dengan pengertian ibadah dalam pandangan orang awam, karena beribadah kepada Allah tidak hanya seputar shalat, zakat, puasa, haji dan sedekah tetapi lebih luas lagi. Tetapi ibadah adalah semua aktivitas manusia yang diridhai dan mendekatkan diri kepapa Allah baik berupa ibadah hati, ibadah lisan maupun ibadah jasmaniyah. Banyak bentuk ibadah yang dapat kita lakukan untuk mendekatkan diri kepada allah, yaitu:

1.      Ibadah hati, yang mencakup ibadah hati adalah cinta, malu, takut terhadapmurka-Nya ataupun takut masuk kedalam neraka-Nya, maupun bertawakal kepada-Nya.

2.      Ibadah lisan, yang termasuk ibadah lisan adalah memohon ampunan-Nya, memuji keagungan-Nya, dan sebaginya.

3.      Ibadah fisik, yang termasuk ibadah fisik seperti shalat, puasa, haji, berwudu maupun membuang duri dari jalan.

4.      Ibadah dengan harta, misalnya zakat, haji, sedekah, waqaf, infaq maupu membangun masjid.

Selain itu, semua perbuatan manusia dapat dikatagorikan ibadah bila diawali dengan hati yang tulus dan mencari ridha Allah swt. Ada beberapa syarat yang harus ada agar semua ibadah kita diterima Allah Swt, yaitu:

1.    Ibadah dilaksanakan tulus demi Allah bukan karena ingin dipuji atau lainnya.

2.    Disertai rasa waswas dan takut kepada Allah bila amalnya tidak diterima.

3.     Mengharap ridha dan berbaik sangka kepada Allah.

4.    Sesuai dengan yang diajarkan baginda Nabi Muhammad Saw.

Mukmin yang sejati akan selalu mempelajari hukum-hukum agama yang meliputi semua aspek kehidupan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw yang berbunyi: “ Barang siapa yang dikehendaki Allah kebaikannya, maka Allah akan memberi pemahamanyang baik dalam Agama” (HR. Al-bukhari,no.71 dan muslim, no.1037)

 

Anggapan Tentang Gugurnya kewajiban Sholat

 

Shalat memiliki rukun iman yang kedua dan juga kewajiaban yang harus lakukan olejh setiap prang Islam. Islam adalah tiang agama, dan Shalat juga merupakan pembeda antara oreang yang beriman dan yang tidak beriman serta bukti kebenaran keyakinan seseorangterhadap sang pencipta. Selain itu sholat juga adalah bukti syukur terhadap Allah yang telah menciptakan manusia dan suatu ibadah yang tidak bisa ditawar-tawar. Bgiseorang mukmin sholat bukanlah beban melainkan seatu kebutuhandan aktifitas yang dapat menyenangkan hati seorang hamba untuk berbicara langsung kepada  sang  pencipta.  Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, menurut Anda, apakah itu akan menyisakan kotorannya ? Para sahabat menjawab, ‘Tidak menyisakan sedikit pun kotorannya.’ Beliau bersabda, ‘Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa-dosa (hamba-Nya)’” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667).

Allah Ta’ala berfirman :

 “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar” (Al-‘Ankabuut:45).

Ibnul Qoyyim rahimahullah pendapatnya tentang shalat, “Tidak dapat diragukan bahwa shalat merupakan perkara yang sangat menggembirakan hati bagi orang-orang yang mencintainya dan merupakan kenikmatan ruh bagi orang-orang yang mengesakan Allah, puncak keadaaan orang-orang yang jujur dan parameter keadaan orang-orang yang meniti jalan menuju kepada Allah”.

Dengan shalat, seseorang dapat mengundang rahmat Allah yang selalu disediakan kepada hamba-Nya yang pandai bersyukur, Allah memberi pentunjuk kepada siapa yang Dia kendaki agar dimudahkan menjalankan perintahnya, dengan sholat seorang diangkat derajatnya dan kehormatan mereka beberapa derajat. Dengan sholatlah seluruh anggotan tubuh beridadah kepada-Nya termasuk hati.

Cara memahami Al-quran salah satunya adalah dengan mempelajari tafsir Al-Quran. Dan satu jenis tafsir al-Qur’an tafsir isyari yang sering dipelajari dan amalkan oleh para tasawuf. Agar tidak melenceng dari makna yang terkandung didalam Al-Quran maka harus terpenuhi syarat-syarat dan tidak boleh dicampur aduk-adukkan dengan hal-hal yang  tidak jelas. Secara bahasa Isyari berarti memberi isyarat. Adapun menurut istilah isyari artinya memahami makna dari ayat-ayat Al-Quran dengan takwilkan (mengganti) bukan dengan makna zhohirnya melainkan berdasarkan hati nurani. Tafsir isyari adalah metode penafsiran melalui isyarat suci sehingga dapat mengetahui makna yang tersirat dalam ayat tersebut. Hukum tafsir isyari ini berbeda pendapat, yaitu ada yang melarang dan ada juga yang membolehkan asal terpenuhi beberapa syarat berikut ini:

1.   Tidak bertentangan dengan makna lahir (pengertian tekstual) al-Qur’an.

2.   Penafsirannya didukung atau diperkuat oleh dalil-dalil syar’i lainnya.

3.   Penafsirannya tidak bertentangan dengan dalil syara‘ atau rasio.

4.                            Penafsirannya tidak menganggap bahwa hanya itu saja tafsiran yang dikehendaki Allah, bukan pengertian tekstual ayat terlebih dahulu.

5.                            Penafsirannya tidak terlalu jauh sehingga tidak ada hubungannya dengan lafadz. sufistik.

Menafsirkan ayat-ayat Al-Quran membutuhkan keilmuan yang harus terpenuhi. Menurut seorang Seorang ahli ilmu tafsir, Manna Khalil al-Qathan berpendapat ada beberapa syarat ada untuk menfsirkan Al-Quran. Menurut al-Qatthan, syarat menjadi ahli tafsir adalah sebagai berikut:

1.      Benar aqidahnya.

2.      Tidak memperturuTkan hawa nafsu dalam memahami ayat Al-Quran, seperti aliran Qodariyah, Syiah Rafidhah dan Mu’tazilah.

3.      Menafsirkan ayat Al-Quran dengan Ayat Al-Quran.

4.      Menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan Hadist Nabi.

5.      Apabila tidak mendapatkan tafsir dari keduanya, maka dapat penafsiran Al-Quran dengan pekataan para sahabat Nabi, dan jika tidak mendapatkan juga maka beralih pada pendapat para tabiin.

6.      Menguasai ilmu Balagha.

7.      Mengetahui dan memahami tentang ilmu yang mendukung tentang ilmu tafsir Al-Qur’an, seperti ilmu Tajwid, ilmu Tauhid, asbabul nuzul, nasha mansskh dan sebagainya. Dan

8.      Memiliki kecerdasan yang memungkinkan.

Sedangkan, syarat mufasir menurut Imam al Suyuthi seperti dikutip Prof. Dr. Quraisy Shihab.

1.      Memahami dan menguasai Ilmu Bahasa Arab.

2.      Menguasai ilmu Nahwu dan sharaf.

3.      Menguasai tentang ishtiqaq atau akar kata.

4.      Menguasai ilmu Al-Ma’aniy.

5.      Menguasai ilmu Al-Bayan.

6.      Menguasai ilmu Al Badi’.

7.      Menguasai lmu Al Qira’at.

8.      Menguasai Ushul al Din

9.      Menguasai Ushul al Fiqh.

10.  Menguasai  Asbabal-Nuzul

11.  Menguasai naskh dan mansukh.

12.  Menguasai Fiqh atau hukum Islam.

13.  Menguasai Ilmu Hadis dan Hadis Nabi.

Sebagai hamba sudah layak dan pantas kita mengabdikan diri kepada sang Kholiq dengan cara melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dunia ini hanya sementara dan disinilah ladang akhirat. Pengabdian kepada sang kholiq tidak bisa berhenti selama masih hidup didunia ini. Allâh Azza wa Jalla berfirman:

“Dan  beribadah  kepada  Rabbmu  sampai  datang  kepadamu  yang  diyakini  (ajal)”.[al-Hijr/15:99]

Ini merupakan ayat yang disalah artikan dan dipahami mereka sebagai dalil agar tidak melaksanakan ibadah seperti shalat, karena Mereka mengartikan al-yaqîn dengan ilmu ma’rifah tanpa melihat makna zhahirnya. Kaum Bathiniyah adalah kaum penganut tafsir isyari, mereka menafsirkan Al-Quran disesuaikan dengan ajaran mereka.

Ijma’ ulama tafsir menafsirkan ayat itu dengan makna sebagai berikut:“sembahlah Tuhanmu sampai ajal tiba”. Berbeda dengan kaun bathiniyah yang mengartikan ayat tersebut dengan makna yang berbeda dan mengabaikan makna zhahirnya. Menurut kaum Bathiniyah ayat itu memiliki makna: “barangsiapa yang telah mengerti makna ibadah, maka pada saat yang sama gugurlah kewajiban-kewajiban baginya”. Berdasarkan makna yang mereka utarakan bahwa ibadah ada batas akhirnya yaitu keyakinan. Menurut Kaum Bathiniyah dibalik makna zahir ada makna yang tersirat didalamnya.

Imam Ibnu Katsîr rahimahullah berpendapat: “Ayat ini menjadi dalil kesalahan kaum mulhid (pelaku kekufuran) yang berpendapat bahwa pengertian al-yaqîn (dalam al-Hijr 15/99) adalah ma’rifah. siapa saja yang telah mencapai derajat ma’rifah, maka tanggungan (taklîf)nya gugur. Ini adalah bentuk kekufuran, kesesatan dan kebodohan. Para nabi ‘alaihimus salâm dan para sahabat mereka merupakan orang-orang yang paling mengenal Allâh Azza wa Jalla , paling tahu hak-hak dan sifat-sifat-Nya dan segala bentuk pengagungan yang menjadi hak Allâh Azza wa Jalla , meski demikian mereka adalah insan-insan yang paling tinggi penghambaan dirinya kepada Allâh Azza wa Jalla dan paling banyak beribadah dan berbuat kebaikan sampai ajal datang. Yang dimaksud dengan al-yaqîn di sini adalah kematian, seperti yang telah kami kemukakan sebelumnya”.

Dari uraian diatas dapat dilihat makna menurut ulama tafsir bahwa yakin pada ayat tersebut tidak boleh diartikan dengan ilmu makrifat yang menujukan derajat yang tinggi terhadap Allah, pendapat ini adalah keyakinan sesat dan menyimpang dengan syarat yang harus dimiliki pada tafsir isyari.

Keyakinan kaum sufi dalam memaknai Qs.Al-Hijr ayat 99 adalah keyakinan sesat, kufur dan bertentangan dengan pendapat ulama tafsir lainnya, Ibnu Katsir berkata: “ para nabi dan rasul yang mereka itu adalah orang – orang yang paling mengenal Allah , paling mengetahui hak-hak-Nya, dan paling banyak melakukan kebaikan, mereka tidak pernah sekalipun berhenti menjalankan syari’at Allah swt sampai mereka wafat”.

Allah swt berfirman:

” dan Dia (Allah) memerintahkan untuk sholat ( menunaikan ) zakat selama kamu hidup “.( Qs. Maryam : 31 ).

Dalil lainnya yang menunjukkan penggunaan kata yaqiin untuk makna kematian adalah sebuah hadist yang menceritakan kisah kematian sahabat nabi SAW yang bernamaUsman bin Man’un. Diantara ucapan nabi SAW adalah :”Adapun dia ( Usman bin Ma’un ), maka sungguh telah datang kepadanya kematian, demi Allah, sesungguhnya saya megharapakan dia mendapatkan kebaikan”. (HR.Bukhari ).

Ibnu Hazm rahimahullah menerangkan tentang keanehan keyakinan Sufi tersebut. Beliau mengatakan, “Satu sekte Sufi mengklaim bahwa wali-wali Allâh itu lebih utama ketimbang seluruh nabi dan rasul. Mereka mengatakan, “Siapa saja telah mencapai derajat tertinggi dalam kewalian, niscaya seluruh (tanggungan) syariat gugur pada dirinya seperti shalat (lima waktu)Inilah aqidah yang sering kali dipakai oleh sebagian masyarakat untuk membela sosok yang mereka tokohkan bila melakukan hal-hal yang tampak jelas melanggar syariat. Mereka mengatakan, “Dia khan wali Allâh, sudah mencapai ma’rifat”. Atau mengelu-elukan seseorang dengan ekstra dengan satu alasan, lantaran telah mencapai derajat ma’rifah meski secara lahiriah tidak tampak dirinya berkomitmen dengan petunjuk Nabi SAW, seseorang bisa bebas dari tanggungan ibadah dan bebas melanggar syariat Ilahi dengan dalih telah mencapai derajat tinggi di sisi Rabbnya. Berdasarkan logika sehat saja, pandangan di atas sudah dapat disimpulkan hukumnya dalam Islam. Keyakinan di atas secara tidak langsung mendustakan sejarah yang menyebutkan Rasûlullâh dan para Sahabat , insan-insan yang jelas jauh lebih baik dari mereka, tetap beribadah kepada Allâh SWT sampai akhir hayat. Bagaimana mungkin seorang hamba Allâh Azza wa Jalla di dunia ini akan mencapai sebuah fase dimana ia bebas lepas dari aturan syariat.Karenanya, tidak heran bila keyakinan ini di vonis kufur, dhalâl (sesat) dan jahl (kebodohan nyata). Imam Ibnul

Dari uraian diatas dapat tarik kesimpulan bahwa lafadz yaqiin adalah kematin, sehingga makna ayat tersebut adalah “beribadahlah engkau hanya kepada Allah swt sesuai dengan kemapuanmu dan jangan pernah meninggalkannya sampai kematian mendatangimu”.

Bila kita lihat dari 5 (Lima) Syarat diatas, kelompok yang mengartikan Qs.Al-Hijr ayat 99 dengan makna “yakin” sehingga mengandung arti jatuhlah kewajiban seseorang terhadap Allah dengan mengunakan pendekatan "Tafsir Al-Isyari", maka dipastikan hasil tafsirnya "Batal" dan "Cacat" secara hukum. Dan bila syarat-syarat tersebut terpenuhi dalam menafsirka Al-Quran secara Isyari maka penafsiran tersebut dapat diterima dengan baik.

 

Bermakmum Pada Imam yang Rusak Bacaannya

Shalat merupakan bentuk syukur kita kepada Allah yang telah memberikan kesehatan dan segala nikmat yang diberikan-Nya. Salah satu sunnahnya yang sangat dianjurkan Rasulullah kepada ummatnya adalah shalat berjamaah. Dalam shalat berjamaah ada beberapa Syarat yang harus diperhatikan yaitu adanya imam dan makmum serta ketentuan-ketentuan lain yang harus dilaksanakan dalam Shalat berjamaah. Diantara ketentuan itu adalah tentang kefasehan bacaan Fatihah.

Ketika si Makmum mengetahui bacaan Al-Fatihah si Imam tidak Fasih maka si Makmum harus Mufaraqah (berniat keluar dari shalat berjamaah). Hal ini sudah dibicarakan dalam kitab fiqih mazhab Syafi'i seperti Fathul Qarib, Fathul Mu'in, Asnal Mathalib. Dalam kitab Asnal-Mathalib menyebutkan bahwa: “Dan tidak (sah) bermakmum dengan orang yang tidak dapat membaca surah al-Fatihah sesuai dengan makhraj atau tasydidnya karena mengendornya lidahnya, meskipun dalam shalat yang imam tidak dianjurkan mengeraskan suara karena sesungguhnya imam menjadi penanggung jawab Fatihah makmum, sementara orang ini (yang tidak mampu membaca Fatihah dengan baik) tidak layak untuk itu.”

Menurut penulis cara mufaraqah yang baik adalah dengan tetap menjaga ketertiban dan keamanan shalat berjamaah atau dengan kata lain tetap menjaga dan mengatur jarak atau tempo antara gerakan shalat makmum dangan gerakan sholat imamnya. Namun yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai terlalu lama antara gerakan imam dengan gerakan makmum.

Nikah Lewat HP atau Internet

Selama teknologi komunikasi berkembangan pesat, semua komunikasi dapat dilakukan dengan mudah, mulai dari diskusi hingga berdagang online hingga melintasi antar negara. Sekarang akad nikah dapat dilakukan telphon genggam (HP), internet, hingga vidio call dari tempat yang berjauhan. Pernikahan tidak akan sah apabila tidak terpenuhi rukun dan syaratnya. Salah satu rukun nikah adalah adanya calon mempelai laki-laki dan perempuan, adanya wali, adanya dua saksi dan terjadinya ijab qabul.

Hadis   dari   Aisyah radhiyallahu   ‘anha,   bahwa   Nabi shallallahu    ‘alaihi    wa sallam bersabda: Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi orang yang  adil. (HR. Ibnu Hibban 4075 & ad-Daruquthni 3579, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth)

Kemudian ulama Fiqih berbeda pendapat tentang menikah lewat Hp, internet atau vidio call apa sah atau tidak. Masalah pernikahan melalui Hp, internet atau vidio call tergolong baru dan tidak terjadi pada zaman Nabi, Sahabat dan tabiin, maka kita tidak bisa melihat hukumnya di buku fikih klasik.

Al-Buhuti dalam Kasyaf al-Qana’ menyatakan:“Jika qabul tertunda sesaat, sehingga tidak langsung nyambung dengan ijab, hukumnya sah, selama dalam satu majlis. Dan pengantin tidak melakukan aktivitas yang memutus kesinambungan ijab qabul, meskipun ada jedah agak lama”. (Kasyaf al-Qana’, 3/148)

Penggunaan komunikasi modren untuk melaksanakan pernikahan, ulama perbeda pendapat. Apakah ijab qabul harus berlangsung satu majlis atau juga diperbolehkan terpisah selama dapat melukukan komunikasi secara langsung.masalah ini ada dua pendapat, yaitu:

1.      Tidak diperbolehkan melakukan akad nikah dengan vidio call. Dikarenakan ditakutkan tidak satu majlis. Demikian pula yang difatwakan Lajnah Daimah, dengan alasan:

a.  Membuka peluang seseorang melakukan pernipuan dengan meniru suara orang lain.

b.  Menjaga kehormatan perempuan dan keluaganya.

c.  Menunjukan kesakralan hubungan pernikahan.

d.  Menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran.

2.      Membolehkan akad nikah yang berjauhan bila menggunakan camera dan selama saksi dapat dapat memastikan bahwa yang bersangkutan adalah wali dan mempelai pria serta tidak ada penipuan. Dr. Abdullah al-Jibrin berpendapat Boleh melangsungkan akad nikah, pada posisi yang berjauhan melalui vidio call atau melalui internet. Sehingga akad nikah tidak terputus dan dapat disaksikan oleh para saksi dlam waktu yang bersamaan sehingga dianggap satu majlis.

 

Menahan Haid Untuk Keperluan Ibadah

Definisi Haid

Secara  bahasa haid  berasal  dari  kata haadho-yahiidhu  artinya  adalah  mengalir. Menurut istilah Syara’ haid adalah darah yang mengalir dari rahim seorang wanita secara alami, tidak karena penyakit, kehamilan, setelah melahirkan dan sebagainya. Penyebab haid adalah karena tidak adanya pembuahan didalam rahim seorang wanita. Masalah volume  darah yang keluar pada saat haid bervariasi kadang banyak dan kadang sedikit, hal itu disebabkan adanya penebalan yang terjadi pada selaput yang melapisi rahim. Jika terus menebal maka darah akan semakin bertambah banyak sedangkan jika mengecil maka darah akan berkurang.

1.      Nash Al-Qur’an, As Sunnah dan pendapat ulama Tentang Haid

Allah berfirman :

“ Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri1 dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.2 apabila mereka telah Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. ( QS Al Baqarah : 222)

Dari hadis Nabi : Dari Ali bin Abdillah dari sufyan, bahwa ia berkata: “ aku mendengar Abdurrahman Bin Qashim berkata bahwa ia mendengar Qashim berkata, aku mendengar Aisyah RA ia berkata, ‘kami keluar tidak lain tujuannya adalah melaksanakan haji, lalu ketika kami tiba disarif, tiba-tiba aku haid. Kemudian Rasulullah SAW masuk menemuiku sedang aku dalam kondisi menangis, kemudian beliau bertanya, ‘apa yang terjadi denganmu?’, apakah engkau haid?, lalu aku berkata,’iya’, kemudian beliau berkata kembali, ‘sesungguhnya haid ini adalah perkara yang sudah tertulis (pasti) bagi anak wanita keturunan adam. Maka kerjakanlah apa yang dikerjakan orang yang haji selain thawaf !’ kemudian setelah itu beliau menyembelih sapi yang beliau niatkan untuk seluru istrinya”. ( HR Bukhari )

Ibrahim Al-Hafnawi menyebutkan masalah ini dalam buku kumpulan fatwanya sebagai berikut.

Artinya, “Mengonsumsi pil (untuk menunda menstruasi) agar dapat memenuhi syarat puasa tidak dilarang menurut hukum syara’ (agama) karena memang tidak terdapat dalil yang melarang. Lain soal kalau konsumsi pil itu membahayakan kesehatannya, maka konsumsi itu jelas dilarang berdasarkan hadits Rasulullah SAW, ‘Tidak boleh ada mudharat dan memudharatkan’. Dalam kondisi mudharat seperti ini, menelan pil itu menjadi haram. Karena itu ada baiknya kalau ingin mengonsumsi pil (penunda menstruasi), perempuan itu berkonsultasi dengan ahli medis spesialis. Lain ceritanya kalau konsumsi pil itu sudah menjadi kebiasaannya saat (Ramadhan tiba) dan tidak membahayakan kesehatannya,” (Lihat Prof Dr Muhammad Ibrahim Al-Hafnawi, Fatawa Syar’iyyah Mua’shirah, Darul Hadits, Kairo, Halaman 280).

Dari karangan Ibrahim Al-Hafnawi ini, dapat disimpulkan bahwa kebolehan menelan

pil untuk keperluan Ibadah seperti puasa, haji dan tawaf. Walaupun agama membolehkan Imam Hafnawi menganjurkan agar memakan pil itu sesuai dengan resep dokter spesialis di bidang ini.

2.      Warna dan sifat darah haid

Darah haid yang keluar dari rahim wanita ada enam warna yaitu hitam, merah, kuning,atau keruh (pertengahan antara hitam dan putih). Sedangkan Para ulama fiqih berbeda pendapat tentang masala warna darah haid.

a.      Hanafiyah berpendapat warna darah haid ada enam : hitam, merah, kuning, keruh, kehijauan dan warna seperti tanah.

b. Syafi’iyah berpendapat warna haid ada lima : hitam, merah, coklat, kuning dan keruh. Adapun sifat dari darah haid ada empat, yang paling kuat adalah menggumpal dan bau,

anyir, hanya gumpalan, tidak menggumpal dan tidak bau.

3.      Periode wanita mengalami haid (awal dan akhir)

Tentang kapan wanita mulai haid yaitu saat ia memasuki usia baligh.usia baligh wanita berfariasi yaitu sekitar 9 tahun sampai 15 tahun. Namun, kadang ada darah yang keluar sebelum sebelum 9 th maka itu tidak termasuk darah haid tapi ia adalah darah fasid / nazif. Sedangkan   masa   berakhirnya   haid   adalah   ketika   wanita   berada    pada    masa Al Ya’su (manopouse). Mengenai usia manopouse ini, para ulama berbeda pendapat. Hal itu dikarenakan tidak ada nash yang jelas berkenaan tentang hal itu,yaitu:

a.      Hanafiyah berpendapat usia manopouse adalah 55 tahun.

b.      Malikiyah berpendapat usia putus haid adalah 70 tahun.

c.       Syafi’iyah tidak ada batasan kapan seorang wanita mengalami putus haid.

d.     madzhab Hambali berpendapat 52 tahun.

Terkadang masalah batas akhir haid bisa berubah-ubah sesuai dengan kebiasaan dan lapangan setiap tempat yang hasilnya terkadang berbeda.

4.      Durasi haid / waktu lamanya wanita mengalami haid

Masalah lama haid antara satu perempuan yang satu dengan yang  lainnya berbeda-beda. Oleh karenanya para ulama berbeda pendapat dalam menentukan masa minimal dan maksimal seseorang perempuan mengalami haid,yaitu:

a.      Hanafiyah berpendapat minimal masa haid tiga hari tiga malam. Jika keluar kurang dari tiga hari maka ia bukan darah haid. Maksimal keluarnya adalah sepuluh hari sepuluh malam.

b.      Malikiyah berpendapat tidak batasan waktu.

c.                       Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa haid adalah sekurang-kurangnya satu hari satu malam dan maksimal tujuh hari tujuh malam dengan keluar terus menerus.

5.      Ibadah yang boleh dan dilarang saat haid

Ada beberapa yang dilarang oleh wanita yang haid yaitu dilarang mengerjakan shaum baik fardhu maupun sunnah. Karena haid merupakan adalah ketentuan seseorang tidak sah berpuasa. Walaupun seperti itu seorang wanita tetap diharuskan mengganti puasa yang telah ia tinggalkan namun dalam shalat ia tidak perlu mengganti shalat yang telah ia tinggalkan. Selain itu diharamkan juga bagi seorang suami mensetubuhi dan menalak istrinya pada saat sedang haid hingga ia suci.

6.      Obat Pil Penunda Haid

Obat penunda haid adalah obat yang sering dipakai oleh hawa yang pada umumnya berguna untuk mengatur datangnya haid agar sesuai dengan waktu dan jarak yang diinginkan. Cara mengunakannya adalah dengan memajukan datangnya haid dari waktu biasanya atau memundurkan datangnya haid dari waktu yang biasanya.

7.      Efek penggunaan obat penunda haid

Dalam mengkosumsi obat tersebut memiliki dampak sebagai berikut: Siklus haid menjadi teratur dan sesuai keinginan.

a.      Dampak positifnya, adalah:

1.    Lamanya haid berubah menjadi singkat.

2.    Kuantitas darah haid berkurang.

3.    Berkurangnya gejala sakit perut dan tegangan pra haid.

4.    Rasa nyeri saat haid berkurang

5.    Pemakaian obat kombinasi juga bisa berfungsi mengobati pendarahan pada wanita, menambah berat badan, mencegah anemia, karsinoma ovarium[26]

b.      Dampak negatif dari pemakaian obat ini adalah :

1.    Rasa mual dan muntah-muntah

2.    Sakit kepala yang hebat

3.    Cepat lelah dan gelisah.

4.    Darah tinggi (hipertensi)

5.    Pigmentasi pada muka.

6.    Keputihan

7.    Bercak darah dan Nafsu makan dan berat bertambah dan tak beraturan.

8.      Alasan wanita mengkonsumsi obat penunda haid

Ada bebrapa alasan wanita menunda atau memajukan hainnya. Ada alasan yang dibenarkan dan ada juga yang tidak dibenarkan oleh Islam. Diantara alasannya adalah sebagai berikut :

Pertama, Menyempurnakan ibadah seperti puasa, haji dan tawaf.

Kedua, Menyempurnakan kebahagiaan dimalam pernikahan.

Ketiga, untuk pengobatan , misalnya keluar darah pada kemaluan wanita secara terus menerus

Ketiga, selain kedua alasan tersebut ada juga alasan lain yang tidak diperbolehkan oleh Islam contonya seperti seorang wanita yang memilih meminum obat perangsang haid agar ia terbebas dari kewajiban shalat dan shaum dan ibadah-ibadah lainnya.

Hukum Menunda Haid

 

Ulama berbeda pendapat dalam tentang memakan pil untuk memajukan atu memundurkan haid, yaitu:

Pertama, Di antara ulama yang membolehkan mengkonsumsi pil penunda haid adalah Imam Ahmad bin Hambal, Abdul Aziz bin Abdullah Bin Baz, Syeikh Muhammad Bin Shalih Bin Sulaiman al Utsaimin, dan ulama kontemporer lainnya. Kerena mereka beralasan tidak ada nash secara jelas yang melarangnya. Namun seperti itu ada tiga syarat yang harus dilaksanakan :Tidak menimbulkan bahaya bagi dirinya. Dalilnya adalah firman Allah SWT :

Artinya:

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”. ( Al Baqarah : 195)

Harus mendapat izin dari suami (bagi yang sudah bersuami) dan disertai resep dari dokter. Adanya niat yang benar dalam pemakaiannya.

Kedua, pendapat yang tidak membolehkan, hal itu jika diketahui bahwa obat penunda haid  ini diketahui membahayakan bagi tubuh dan kesehatan wanita. Namun, apabila berhentilah darah haid dikarenakan obat tersebut maka akan dianggap suci.

Dalam kesempatan lainnya syeikh Shalih Al Utsaimin ketika ditanya tentang hukum mengkonsumsi obat penunda haid, beliau berkata, “Menurut saya, hendaknya ia tidak melakukannya (mengkonsumsi obat penunda haid tersebut), lebih baik ia bersabar dengan ketetapan Allah padanya. Karena dalam haid terdapat hikmah yang mana hikmah itu memang sejalan dengan fitrah dan tabiat wanita. Sehingga jika wanita menahan datangnya haid ini akan timbul bahaya bagi wanita itu sendiri”.

Pendapat ulama yang haramkan memakan pil untuk memajukan atau memundurkan haid ini didasarkan pada hadis nabi yang diriwayatkan oleh imam Daruqutni dari sahabat Abu

Sa’id Al Hudry bahwa Rasulullah SAW bersabda:“ Tidak boleh melakukan perbuatan yang mencelakakan” ( HR Ibnu majah dan Daruqutni, hadis ini hasan).

Dari uraian diatas dapatlah kita kesimpulkan bahwa ada dua pendapat tentang hukum memakan pil memajukan atau menunda haid untuk keperluan ibadah, yaitu ada yang membolehkan ataupun yang melarang. Pendapat ulama tersebut berdasarkan keselamatan atau kesehatan tubuh wanita.

 

Beribadah Dengan Harta Haram

Sebagian orang berpedapat bahwa harta haram jika zakati maka akan menjadi halal. Mereka beralasan zakat berfungsi untuk mensucikan harta. Ada yang bertanya bahwa dia pernah mengingatkan sahabatnya agar meninggalkan perbuatan riba tapi dia menolak dengan alasan: bahwa mencari uang dengan riba tidal masalah karena setelah dikeluarkan zakatnya maka akan menjadi harta yang halal. Hal ini sesuai dengan Firman Allah yang berbunyi:

Artinya:

“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)[499].3 Jikalau

Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. dan (juga) agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya dan supaya mereka mengerjakan apa yang mereka (syaitan) kerjakan.”. (QS. Al-An’am: 112 – 113)

Ulama berpendapat bahwa bisikan seperti ini sebagai syubhat. Dikarenakan Alasan seperti itu merusak pemikiran manusia, sehingga menjadikan mereka dapat menikmati harta haram tanpa perasaan bersalah dan beban dosa yang akan ditanggungnya diakhirat kelak. Allah berfirman :

Artinya:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan  mensucikan5  mereka  dan  mendoalah  untuk  mereka.  Sesungguhnya  doa  kamu  itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)

Kita semua tahu bahwa benda bisa disucikan bila asal benda itu suci, kemudian tercampur dengan kotoran, kotoran inilah yang kita hilangakan. Namun hal ini berbeda bila benda yang dasarnya kotor dan bersumber dari yang kotor, dibersihkan dengan cara apapun akan  tetap  kotor  dan  tidak  mengubahnya   menjadi   harta   yang   halal.   Dari   Ibnu  Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Artinya: “Shalat tidak akan diterima tanpa bersuci, dan tidak pula sedekah dari  harta  ghulul “. (HR. Muslim 224, Nasai 139, dan yang lainnya).

Dari       Abu    Hurairah radhiyallahu   ‘anhu,     Rasulullah shallallahu   ‘alaihi     wa sallam bersabda:

Siapa yang bersedekah dengan sebiji korma yang berasal dari usahanya yang halal lagi  baik, Allah tidak menerima kecuali dari yang halal lagi baik, maka sesungguhnya Allah menerima sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya kemudian Allah menjaga dan memeliharnya untuk pemiliknya seperti seseorang di antara kalian yang menjaga dan memelihara anak kudanya. Hingga sedekah tersebut menjadi sebesar gunung”. (Muttafaq ’alaih).

Dalam Ensiklopedi Fikih dinyatakan: “ Harta haram semuanya kotor, sehingga tidak bisa dibersihkan. Yang wajib dilakukan terhadap harta haram adalah mengembalikan harta itu kepada pemiliknya, jika memungkinkan untuk mengetahui siapa pemiliknya. Jika tidak, wajib mengeluarkan semua harta haram itu dari wilayah kepemilikannnya, dalam rangka membebaskan diri dari harta haram, dan bukan diniatkan untuk bersedekah. Ini yang disepakati diantara semua ulama dari berbagai madzhab”. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 23/249).

 

B.          Berqurban dengan Harta hasil Korupsi

Berkurban adalah sunah muakaq ( sunah yang sangat dianjuarkan), berqurban adalah ibadah yang berawal dari seorang ayah bernama Ibrahim bermimpi agar ia menyembelih Nabi Ismail sebagai tanda bukti ketaatan Nabi Ibrahim terhadap Allah. Maka Nabi Ibrahim pun menceritakan mimpi tersebut kepada anaknya yang bernama Ismail, bahwa ia diperintahkan Allah agar menyembelih anaknya sebagai tanda ketaatannya kepada Allah. Maka Nabi Ismail pun bertanya apakah itu perintah Allah, maka Nabi Ibrahim menjawab bahwa ini perintah Allah, maka tanpa ragu-ragu Ismail menjawab bahwa nabi Ibrahim diperbolehkan menyembelih dirinya. Maka dilaksanakanlah penyembelihan tersebut disebuah bukit dengan keadaan Ismail mata tertutup, pada saat disembelihlah Ismail maka


mukjizat Allah pun tiba dengan menggantikan Ismail dengan seekor domba. Dari sejak itulah kita sebagai umat Islam dianjurkan untuk memperingati pengorbanan Nabi Ismail sebagai tanda pengabdian kepada Allah dan kepatuhan kepada ayahnya. Dengan menyembeli seekor kambing atau lembu. Dan sejak hari itu dikenal dengan Hari raya Idul Adha.

Ada beberapa syarat yang harus ada untuk ikut berkurban. Salah satu yaitu harus sanggup secara materi dan mempunyai kelapangan untuk bersedekah. Rasulullah bersabda sebagai berikut ini :

“Barangsiapa memiliki keluasaan (untuk berkorban) namun tidak berkorban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.”

“Tidak ada amalan anak cucu Adam pada hari raya qurban yang lebih disukai Allah melebihi dari mengucurkan darah (menyembelih hewan qurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan tersebut akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu- bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah

–sebagai qurban– di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” (HR. Ibn Majah dan Tirmidzi)

Walaupun berkurban merupakan ibadah yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah namun dalam pelaksanaannya berkurban haruslah mengunakan harta yang halal dan dari hasil kerja sendiri. Hukum berkurban dengan uang haram adalah tidak diterima amal ibadahnya oleh Allah Swt dan akan sia-sia (tidak mendapat pahala dari sisi-Nya). Rasulullah bersabda yang artinya sebagai berikut: “Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no. 1014).

Dari Ibnu Rajab dalam kitabnya Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam (1: 260) berkata, “Dalam hadits ‘Allah tidaklah menerima selain dari yang halal’ , hadis ini memberi isyrat kepada kita bahwa amal ibadah tidak diterima kecuali dengan harta yang halal. Kita harus mencari rejeki dengan cara yang halal, apalagi bila kita belanjakan untuk makan maka itu akan mempengaruhi terhadap diterima atau tidak amal kita.

Allah berfirman:

Artinya:

“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya aku Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al Mu’minun: 51).

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”

(QS. Al Baqarah: 172).

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa para Rasul dan orang-orang yang beriman diperintahkan untuk memakan makanan yang halal, baik halal zat makannya maupun halal dalam memperoleh harta yang kemudian dibelanjakan untuk membeli makanan. Bila kita mengkonsumsi yang halal maka amal kita akan diterima, dan sebaliknya bila kita mengkonsumsi makanan yang haram maka amal kita tidak dierima Allah Swt. Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tentang seorang laki-laki yang berdoa:

 Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?“ (HR. Muslim no. 1014)

Rasulullah bersabda: “Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no. 224).

“Barang siapa yang mendapat harta dengan jalan haram, kemudian ia menyambung silaturahim dengan harta itu, atau bersedekah dengannya, atau menginfakkan di jalan Allah, di hari kiamat nanti ia dan seluruh harta itu akan dikumpulkan dan dilemparkan ke dalam api neraka”.

Dari hadist diatas dapatlah kita simpulkan bahwa berkurban dengan harta yang haram tidak diterima Allah Swt. Oleh karena itulah kita harus berusaha untuk mencari rejeki yang halal agar amal ibadah dan amal kita diterima Alaah Swt.

C.  Cara Menyalurkan harta Haram

Harta haram merupakan harta yang diperoleh atau didapat dengan cara yang tidak pantas, misalnya merampok, mencuri, menipu, korupsi dan lain sebagainya. Harta haram harus dibersihkan dan tidak dibiarkan begitu saja. Untuk membersihkan harta haram ada empat pendapat, yaitu:

Pendapat pertama, harta haram harus didiberikan kepada kepentingan kaum muslimin secara umum. Ini pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Pendapat kedua, harta haram diberikan kepada orang atau lembaga sebagai sedekah sunah, misalnya menyantuni anak yatim, untuk pembangunan masjid atau mushalah dan lain sebagainya. Ini pendapat Hanafiyah, Malikiyah, Imam Ahmad, Hambali, Imam Ghozali dari ulama Syafi’iyah.

Pendapat ketiga, harta haram di berikan kapada maslahat umat dan menyantuni fakir miskin dan tidak boleh disalurkan untuk pembangunan masjid dan mushalah. Karena harta yang digunakan untuk pembangunan masjid atau mushalah haruslah harta yang halal. Ini pendapat ulama Lajnah Ad Daimah Kerajaan Saudi Arabia.

Pendapat keempat, harta haram diberikan untuk tujuan fii sabilillah, misalnya untuk menegakkan kalimat Allah dan berjihad di jalan Allah. Ini pendapat terakhir dari Ibnu Taimiyah.

Kesimpulannya, ada persamaan pada pendapat pertama dan kedua yaitu sama-sama bermaksud dan bertujuan untuk kemaslahatan umat. Adapun pendapat ketiga dibatasi penggunaannya yaitu tidak boleh digunakan untuk pembangunan masjid dan mushalah. Sedangkan pendapat keempat harta haram digunakan untuk tujuan fisabilillah, hal ini dilakukan sebagai kehati-hatian.

WANITA DAN KELUARGA

Islam merupakan agama yang sangat menghargai keberadaan wanita ditengah-tengah masyarakat, dan mempunyai peranan penting terhadap perkembangan serta keberlangsungan manusia dimuka bumi ini, karena pada zaman jahiliyah perempuan dianggap suatu barang yang dapat diperjualbelikan dan tak ada harganya. Wanita dan keluarga adalah suatu yang tidak dapat dipisahkan karena setiap wanita yang sudah pantas menikah maka akan membentuk keluarga. Sudah menjadi fitra manusia menyukai lawan jenisnya dan akhirnya membentuk suatu keluarga.

Allah berfirman:

Artinya:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

(Qs. Ar-Ruum: 21)

Rasulullah sangat melarang seorang laki-laki membujang seumur hidupnya karena Rasulullah bersabda:

tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku juga tidur dan akunjuga menikahi wanita. Barang siapa yang tidak suka akan sunnahku, maka dia bukan golonganku”

Nabi Muhammad Saw bersabda:

Tiga hal yang pasti dibantu Allah dan beliau menyebutkan salah satunya: yang akan menikah untuk menjaga dirinya.” (HR. At-Tirmidzi, No.1655)

Diriwayatkan,  Uqbah  bin  Amir  berkata:  Aku  mendengar  Rasulullah  bersabda:

“barang siapa yang mempunyai tiga anak perempuan dan kemudian dia bersabarterhadapmereka, memberi makan kepada mereka dan menyuapinya dan memberi mereka pakaian dari hasil kerja kerasmu, maka ketiga anak perempuan itu akan menjadi penghalang baginya dari sengatan api neraka.” (HR.ibnu majah. No.3669)

A.  Bayi Tabung

Perkembangan teknologi kedokteran yang semangkin canggih membuat fenomena bayi tabung. Hal ini mengundang pasangan yang kesulitan mempunyai anak untuk mencoba teknologi bayi tabung. Bayi tabung ini adalah cara mempertemukan atau pembuahan sel telur dan seperma di luar tubuh wanita. Pada dasarnya bayi tabung adalah salah satu cara memperoleh keturunan apabila salah satu pasangan mengalami kemandulanan atau masalah kesuburan ketika metode yang lainnya tidak berhasil. Prosesnya adalah dengan cara memindahkan seltelur dan sperma ke ovariom buatan. Ada beberapa hukum mengenai bayi tabung menurut pandangan Islam, yakni:

1.    Mendatangkan Pihak Ketiga (Rahim wanita lain)

Metode pelaksanaan bayi tabung dengan mengunakan pihak ketiga selain dari suami istri dalam memasukkan sperma dan seltelur kedalam rahim yang dilakukan diluar ikatan perkawinan, Maka metode pelaksanaan bayi tabung ini menurut para ulama Fiqih hukumnya haram. Namun para ulama tetap bersikap berhati-hati dalam menetapkan hukum bayi tabung namun ulama sepakat dalam menetukan hukum bayi tabung dalam pandangan Islam adalah haram jika ada pihak ketiga yang mendonorkan sperma, sel telur, janin atau pun rahim.

2.    Bayi Tabung Pada Masa ‘Iddah

Apabila metode pelaksanana bayi tabung dilakukan setelah wafatnya sang suami maka para ulama tetap mengharamkan dikarenakan setela meninggal seseorang sudah berakhirlah ikatan pernikahannya. Dan Jika pelaksanaan bayi tabung dilaksanakan pada saat ‘iddah, karena masa membuktikan bahwa rahim seorang wanita sedang dalam keadaan kosong.

3.    Dalam Ikatan Suami dan Istri

Pelaksanaan bayi tabung yang masih dalam ikatan pernikahan, maka hukum tersebut diperbolehkan oleh kebanyakan ulama fiqih kontemporer. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

                     Dilakukan atas persetujuan suami dan istri.

                     Harus dilakukan pada saat masih dalam ikatan perkawinan.

                     Dilakukan sebagai pilihan terakhir agar bisa hamil.

                     Meminta kejelasan dokter tentang kemungkinan besar hasil bila memakai metode tersebut.

                     Dilakukan oleh dokter wanita atau muslimah, Namun bila tidak ada boleh dilakukan oleh dokter non muslim.

Dalil Syar’i Dasar Hukum Mengharamkan Bayi Tabung

Ada beberapa dalil Al-Quran yang menjadi dasar hukum dalam menyatakan haram pada proses bayi tabung dan dengan cara donorkan sperma, seltelur ataupun rahim, yaitu:

1.      Surat Al-Isra ayat 70Artinya:

“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan

dan di lautan,6 Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka

dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.

2.      Surat At-Tin ayat 4

Arinya:

“ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .

Dari uraian kedua ayat tersebut, dapat kita mengetahui bahwa manusia adalah makhluk Allah yang memiliki keistimawaan dibandingkan dengan makhluknya yang lainnya. Kama Allah jugalah yang akan memuliakan manusia, sehingga manusia harus menghormati martabatnya. Bayi tabung yang dilakukan dengan cara mengambil atau mendonorkan sperma, seltelur ataupun rahim dapat dikatagorikan merendahkan harkat dan martabat seorang manusia.

3.      Hadits Nabi Mengenai Bayi Tabung

“Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)’’. [riwayat Abu Daud, Al-Tirmidzi, dan Hadits ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban]

4.      Ijtihad Ulama Mengenai Bayi Tabung

Berikut ini pendapat para ulama terkait proses bayi tabung, yaitu:

a.  Majelis Ulama Indonesia [MUI]

Majlis Ulama Indonesia dinyatakan bayi tabung yang dilakukan dengan mengunakan sperma dan sel telur pasangan suami istri menurut Islam maka hukumnya adalah diperbolehkan. Lain halnya bila mengunakan teknologi bayi tabung tapi menggunakan rahim perempuan lain sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya janin maka hukunnya haram. Hal dikarenakan dikemudian hari akan menimbulkan masalah rumit dan sulit yang berkaitan dengan warisan. Dan juga para ulama MUI telah menentukan hukum bahwa bayi tabung  yang berasal dari sperma suami yang telah meninggal dunia yang sudah dibekukan juga haram hukumnya.

b.  Nahdlatul Ulama [NU]

Selain MUI, NU juga sudah menetapkan hukum yang berkaitan dengan masalah bayi tabung, yakni:

1.    Keputusan Pertama

Apabila dalam pelaksanaan bayi tabung , sperma suami di masuk ke dalam rahim wanita lain maka hukumnya adalah haram.

1.      Keputusan Kedua

Dalam mengeluarka sperma milik sang suami dengan cara yang tidak muhtaram (mengeluarkan sperma dengan yang tidak dilarang agama islam) maka humnya haram. Namun hal ini berbeda bila dalam mengeluarka sperma merupakan tempat untuk bersenang-senang.

Menyewa Rahim Wanita Lain

Mempunyai keturunan merupakan impian semua orang yang sudah berumah tangga dan juga merupakan salah satu tujuan dari perkawinan. Salah satu manfaat anakberda sarkan Hadist Nabi adalah akan memberi manfaat setelah orang tuanya meninggal dunia yaitu sebagai anak yang solih yang mendoakannya dan pahalanya tiada terputus putus. Tapi tak semua wanita yang telah bersuami bisa mengandung dan melahirkan anak. Hal ini disebabkan ada permasalahan pada alat reproduksi yang menjadi penghalang sperma masuk kedalam rahim. Dan salah satu solusi untuk semua itu adalah teknologi kedokteran. Kemajuan teknologi kedokteran sekarang sudah sangat maju. Berkat rahmat Allah-lah manusia dapat mengembangkan teknologi kedokteran hingga sampai sekarang ini.

Penemuan teknologi kedokteran sangat berbuna untuk kelangsungan kehidupan didunia ini adalah penemaun penghamilan buatan pada manusia tanpa melalui proses yang alami yaitu dengan cara mengambil sperma suaminya dan kemudian dimasukkan kerahim wanita dengan bantuan dokter.

Sedangkan bila dilihat dari segi hukum Islam, penemuan penghamilan buatan seorang wanita menuntut seorang sarjana muslim berfikir kritis dan bertindak secara objektif untuk menentukan hukum sesuai denga hukum Islam, karena permaslahan ini merupakan permasalahan kontemporer maka untuk menentukan hukumnya perlu ijtihadiyah para ulama Islam. Hal ini dikarenan tidak terdapat dalam nash Al-Quran dan Hadist maunpun di buku fiqih klasik. Apalagi dalam praktek penghamilan buatan seorang wanita mengunakan rahim wanita lain untuk tempat tumbuh berkembang janin tersebut baik dilakukan melalui aqad maupun didasarkan pada sama-sama suka.

Sekarang suami istri yang tak dapat memiliki anak dapat mempunyai anak yaitu dengan cara mengambil sperma dan sel telur istri kemudia diletakkan sebuah tempat buatan yang disesuaikan dengan rahim seorang perempuan, atau juga dapat menggunakan pihak ketiga yaitu dengan cara mennyewa rahim wanita lain. Nah kalau seperti itu timbul pertanyaan apakah dalam islam menyewa wanita lain diperbolehkan?

Ada beberapa jenis dalam sewa menyewa Rahim,yaitu:

 

a.                   Sel telur dan sperma dari pasangan suami istri diambil dan dimasukan kedalam rahim wanita lain. Kejadian ini biasanya terjadi pada istri yang mengalami kesulitan dam menerima beban untuk mengandung seorang bayi.

b.            Jenis sewa yang kedua hampir sama dengan jenis sewa yang pertama bedanya terletak pada sperma yang dimasukan kedalam rahim wanita lain telah dibekukan karena sang suami telah meninggal dunia.

c.                                         Jenis sewa menyewa yang ketiga adalah sel telur dan sperma dari pasangan yang bukan pasangan yang sah, kemudian dimasukan kedalam rahim wanita lain. Kejadian ini terjadi ketika sang suami telah diponis sama dokter bahwa sperma suaminya tidak dapat membuahi sel telur istrinya atau dengan kata lain sang suami mandul, sedangkan istri tidak dapat mempergunakan rahimnya karena ada gangguan atau kecacatan pada rahimnya tatapi sel telur sang istri sehat. Dan Ada beberapa tujuan dalam sewa rahim wanita, yaitu:

 

1.    Tidak ada harapan untuk hamil secara normal baik dikarenakan penyakit yang ditimpahnya maupun karena kecelakaan sehingga tidak memungkinkan hamil lagi.

2.    Karena pengangkatan Rahim wanita sehingga rahim itu harus diangkat dan dibuang.

3.    Menjaga kacantikan dan merawat badannya sehingga tidak ingin memikul beban kahamilan, melahirka dan menyusui.

4.    Karena faktor usia yaitu sudah tidak haid lagi( menopause).

5.    Ingin memiliki harta dengan cara menyewakan rahimnya kepada pasangan suami istri yang tidak dapat hamil.

Dalam Islam disebutkan bahwa wanita dapat dikatakan menjadi seorang ibu karena beberapa hal, sesuai yang tercantum dalam Al-Quran, yaitu:

1.    Surat Al-Ahqaf ayat 15

Artinya:

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri".

2.     Al-Baqarah ayat 233

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

3.     3. Al-Nahl ayat 72

Artinya:“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"

4.     4. Al-Nahl ayat 78

Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

5.     5. Surah Luqman ayat 14

Artinya:“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun].7 bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”

6.    Surah Az-Zumar ayat 6

Artinya: “Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan.8 yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. tidak ada Tuhan selain dia; Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?”

7.    Surah Al-Mujadalah ayat 2.

Artinya:

 

“Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”

Berdasarkan nash Al-Quran dapatlah disimpulkan bahwa seorang wanita dikatakan seorang ibu yang sejati apabila:

1.     Berasal dari wanita itu Sel telur (ovum)

 

2.     Wanita itu mengandung janin tersebut

 

3.     Wanita tu telah melahirkan sang bayi, dan

 

4.     Wanita itu telah menyusuinya.

 

Dalam masalah ini ada bebrapa pendapat tentang hukum sewa rahim tersebut baik yang disampaikan secara kelompok maupun secara koliktif, yaitu:

1.    Syaikh Mahmud Syaltut

 

Menurut beliau jika sperma dari laki-laki dari laki-laki yang bukan suaminya maka hal ini sudah jelas keharamannya. Karena akan masuk ketaraf hewan dan binatang.

2.    Tarjih Muhammadiyah

 

Dilarang menurut hukum Islam, dikarenakan telah menyiram sperma pada rahim wanita lain , sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

“Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat menyirami airnya ke lading orang lain”.

3.       Nahdatul Ulama

 

Diharamkan hukumnya seorang wanita menyewakan rahimnya untuk pasangan suami istri untuk memiliki seorang anak baik kondisi rahim sang istri subur maupun tidak memungkinkan untuk mengadung serta melahirkan. Ulama berpendapat berdasarkan kepada hadis Nabi yang terdapat pada Tafsir Ibnu Katsir Juz 3/326


 

Rasulullah bersabda:

“Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik di bandingkan seseorang yang menaruh spermanya di rahim wanita yang tidak halal baginya”.

Hal ini dikarenakan bahwa dalam hal nasab kewalian tidak dapat dinisbatkan kepada sang pemilik sperma menurut Imam Ibnu Hajar, dikarenakan keluarnya sperma tidak mukhtaram (keluarnya sperma tidak dibenarkan syariat Islam).

4.       Lembaga Fiqh Islam

Menurut mereka menyewakan rahim haram hukumnya karena ditakutkan akan bercampur nasab dan hilangnya kasih sayang seorang ibu karena sang ibu tidak mengalami kehamilan. Dan begitu juga diharam kan menitipkan sel telur dan sperma kepada salah satu istrinya.

5.       DR. Yusuf Qardawi,

Beliau mengatakan bahwa menyewa rahim wanita lain hukumnya haram, karena kan menimbulkan banya pertanyaan yang sulit untuk dipecahkan.

6.     Musa Shalih Syaraf

Beliau berpendapat bahwa seorang istri yang memindahkan sperma laki-laki lain yang bukan suami kedalam rahimnya dikarenakan suaminya mandul maka perbuatan ini jelas hukumnya haram. Begitu juga sebaliknya bila sang suami memindahkan spermanya kedalam rahim wanita lainyang bukan suaminya dikarenakan sang istri mandul, maka perbuatan ini juga haram.

8. Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, MA

Beliau mengatakan bahwa menyewa rahim wanita lain haram hukumnya karena selain ada manfaatnya, kerusakan atau keburukan yang diakibatkan lebih besar dari untungannya. Karena akan menimbulkan permasalan tentang nasab, warisan, sosial dan tatanan kehidupan bermasyarakat.

Dari pendapat para ulama dan cendikiawan Islam dapatlah kita tarik kesimpulan bahwa sewa menyewa rahim seorang wanita diharamkan karena ditinjau dari segi sosial, etika, serta merusak tatanan kehidupan bermasyarakat.

Dalam pandangan Islam, rahim seorang wanita merupakan kehormatan tertinggi dan bukan merupakan sebuah barang yang bisa disewa dan diperjual belikan karena rahim adalah organ anggota tubuh manusia berkaitan erat dengan naluri seorang ibu. Jadi, menyewa anggota tubuh manusia diharamkan apalagi rahim karenakan akan memancing timbulnya masalah sosial dan juga akan menimbulkan eksploitasi terhadap orang yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dan juga karena dalam praktek perbuatan menyewa rahim wanita lain disama dengan perbutan zina, dikarenakan terjadi percampuran sperma pria yang bukan suaminya dengan sel telur tanpa ikatan pernikahan. Diharamkannya sewa menyewa rahim wanita lain yang bukan pasangan sah adalah karena

1.         Perintah Allah Ta’ala agar menjaga kemaluan sebagaimana firman Ta’ala surah Al-Mukminun: 5-6.

Artinya:

“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki9 Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.”

2.       Banyak akan menimbulkan parmasalahan yang membingungkan, misalnya siapa ayah ataupun ibu bayi tersebut dikarenakan siapa yang lebih berhak menjadi ibu dari bayi itu, apakah yang mempunyai sel telur tersebut atau yang memiliki rahim dan banyak lagi permasalahan yang muncul dari sewa atau meminjam rahi wanita lain.

Kepemimpinan Wanita

Islam merupakan agama yang mengatur kehidupan manusia dari kehidupan sehari-hari hinggga masalah negara. Ketika kita berbicara tentang negara maka kita tidak bisa terlepas dari kepemimpinanan karena di dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dan negara yang merupakan dua mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Arti kepemimpinan dalam bahasa Arab disebut al wilayah yang juga berarti penguasa atau pejabat, sedangkan yang secara etimologis artinya negara yang diatur oleh satu orang sebagai pemimpin pemerintahan. Al-wilayah terbagi menjadi tiga yaitu

Pertama, Al-Wilayah Al-Udzma Al-Kubro yaitu seorang pemimpin pemerintahan atau kekuasaan seorang khalifah yang mencakup seluruh wilayah negara Islam.

Kedua, Al-Wilayah Al-Ammah adalah seorang pemimpin yang memiliki kekuasaan untuk melaksanakan tiga jabatan yaitu eksekutif (tanfidziyah), yudikatif (qadhaiyah) dan legislatif (tashri’iyah).”

Ketiga, Al-Wilayah As-Sughro Al-Khassah adalah seorang pemimpin yang hanya terbatas pada satu negara Islam saja di antara sekian banyak negara-negara Islam yang lain.

Di Indonesia timbul wacana baru tentang hukum Islam yang membahas tentang boleh atau tidaknya wanita menjadi seorang pemimpin, baik tingkat negara maupun tingkat yang lebih rendah. Topik ini muncul dikerenakan perkembangan dan gesekan politik yang ada di Indonesia atau tepatnya setelah Reformasi. Diantara negara muslim yang mengalami masalah yang serupa adalah di Pakistan dan Bangladesh.

Pembahasan masalah ini tidak saja dibahas politisi yang berbasis Islam tetapi oleh kalangan non partai yaitu akademik, aktivis ormas Islam atau kalangan santri yang secara kultural. Untuk pemahaman ini, Qardawi menyatakan: menurut ijma Ulama bahwa perempuan tidak boleh menduduki jabatan Al-Wilayah Al-Udzma Al-Kubro atau Al-Wilayah Al-Ammah. Menurut pendapat Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sultaniyyah membagi    pemimpin al-wilayah     al-ammah yang     berada     dikabawah     kepala   negara (al-wilayah al-shugro) ke dalam empat bagian:

Bagian pertama, orang yang memiliki wewenang yang umum dan mengurusi masalah yang umum. Mereka adalah para menteri.

Bagian kedua, orang yang memiliki wewenang yang umum tetapi memiliki tugas yang khusus. Mereka adalah Gubernur, Bupati dan Walikota.

Bagian Ketiga, orang yang memiliki wewenang yang khusus dalam urusan yang umum. Mereka seperti hakim dan komandan tentarat.

Bagian Keempat, seorang yang memiliki tugas yang khusus untuk urusan khusus.

Seperti hakim kota atau daerah, penarik pajak atau zakat, penegak hukum, dan lain-lain.

Untuk mengetahui posisi perempuan dalam Islam kita perlu mengkaji Ayat-ayat Al-Quran dan Hadist terhadap perempuan. Pada dasarnya Islam tidak pembedaan antara perempuan dan laki-laki. Karena Islam mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan sama derajatnya. Pernyataan ini dapat kita temui didalam Al-Quran diantaranya QS. Al-Hujurat ayat 13, An-Nahl ayat 97, An-Nisa ayat 124 dan banyak lagi ayat-ayat lain yang membahas tentang perempuan.

Dalam pembahasan ini,setiap orang berhak meraih kesuksesan dan cita-cita yang diinginkan. Tetapi jika kita telusuri ada larangan yang mengatakan bahwa perempuan tidak boleh menjadi pemimpin karena berdasarkan pada hadist berikut: Tidak akan sukses suatu kaum jika urusan mereka dikuasai oleh perempuan. (HR. Al-Bukhari, an-Nasa’i. Al-Tirmidzi, Ahmad).

Para ulama hadist memaknai hadist di atas dengan ilmu Asbab al-wurud. Karena ada riwayat yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw mendengar dari sahabat bahwa Kerajaan Persia (Kisra) adalah Negara yang berada antara Bashrah dan Omman, yang merupakan salah satu kerajaan yang mendapatkan surat dari Nabi Muhammad Saw tetapi raja tersebut menolak masuk Islam dan menyobek surat tersebut. Seperti diceritakan dalam ‘Umdatul Qari, bahwa raja tersebut pada saat meninggal tidak memiliki keturunan yang bisa untuk melanjutkan pemerintahan, kecuali seorang gadis kecil. Maka para ulamapun mengomentari cerita tersebut dengan asbab al-wurudnya. Imam al-Baghawi berpendapat bahwa seorang pemimpin harus berperang untuk berjihad serta mengurusi urusan orang banyak. Sedangkan perempuan tidak sanggup melakukan hal tersebut karena lemah dan juga kurang memiliki kecakapan. (al-Baghawi, Syarh as-Sunnah).

Dalam pembahasan ini hadist Nabi yang berisi larangan perempuan menjadi seorang pemimpin karenanya maknanya masih bersifat umum. Sebagaimana yang terkandung didalam Tafsir al-‘Ibratu bi Khusus al-Sabab la bi ‘Umum al-Lafazh. Dengan demikian, Hadist Nabi memberikan pemahaman bahwa kebanyakan perempuan tidak layak menjadi seorang  pemimpin  sehingga  memberikan  kemudhuratan  bagi  umat.  Sedangkan selama ini perempuan sudah kuat dan sanggup memerintah dan profesional dalam bekerja, maka perempuan layak menjadi pemimpin.

Kepemimpinan perempuan menjadi pro dan kontra dalam tinjauan Islam karena ada sebahagian ulama berbeda pendapat tentang keshohihan hadits dari Abu Bakrah. Untuk memahami tentang kepemimpinan wanita maka kita perhatikan ayat Al-Quran berikut ini:

Artinya:

Dan kalau Kami jadikan Rasul itu malaikat, tentulah Kami jadikan Dia seorang laki-laki dan (kalau Kami jadikan ia seorang laki-laki), tentulah Kami meragu-ragukan atas mereka apa yang mereka ragu-ragukan atas diri mereka sendiri.10 (QS. Al-An’aam: 9)

Artinya:

Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul) dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (QS. Yusuf: 109)

Artinya:

Kami tiada mengutus Rasul Rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang-laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, Maka Tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui”. (QS. Al-Anbiyaa’: 7)

Artinya:

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri11 ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)12. wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya13, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu

mencari-cari jalan untuk menyusahkannya14. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (QS. An-Nisaa’: 34)

Artinya:

Maka tatkala isteri 'Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: "Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai Dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk." (QS. Ali Imran: 36)

Memang benar Ayat Al-Quran tersebut berbicara seputar rumah tangga, tetapi kalau kita pikirkan secara logikanya seorang wanita didalam rumah tangga saja tidak boleh jadi pemimpin dan haruslah laki-laki, apalagi dalam wilayah yang jauh lebih besar. Hadits Nabi Saw :

“Diriwayatkan dari Abu Bakrah, katanya: Tatkala sampai berita kepada Rasulullah bahwa orang-orang Persia mengangkat raja puteri Kaisar, Beliau bersabda: Tidak akan pernah beruntung keadaan suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya pada seorang perempuan.” (HR. Bukhari, Turmudzi dan An-Nasa’i)

Didalam Hadits tersebut dijelaskan, bahwa suatu umat yang memberikan urusan mereka kepada seorang wanita, tidak akan mendapatkan keberhasilan. Dari Hadist inilah, Ulama berkesimpulan wanita tidak diperbolehkan menduduki kekuasaan tertinggi dalam suatu wilayah.

 

B.  Wanita Karir

Seiring dengan dampak globalisasi, seorang perempuan yang pada masa lalu ditekankan pada urusan rumah tangga dan melayani suami tetapi zaman sudah bergeser. Karena pada zaman sekarang perempuan bisa berkarir dan disamakan dengan posisi laki-laki. Situasi dan kondisi sekarang sudah sangat berbeda pada zaman keemasan Islam terdahulu, yaitu para wanita lebih memilih untuk tinggal dirumah mengurus rumah tangga dan melayani suami.

Di zaman sekarang ini, banyaknya wanita memilih keluar dari rumahnya untukbekerja dengan alasan menambah penghasilan dikarenakan uang yang diberiakan saumi tidak mencukupi keperluan keluarga. Pandangan masyarakat terhadap wanita pada masa lau sangat meperihatinkan, misalnya: dalam masyarakat Yunani, wanita dipandang sebagai barang yang dapat diperjual-belikan. Sedangkan dalam masyarakat Hindu, bahkan wanita disamakan dengan makhluk jelata yang setingkat dengan kasta hewan. Na’udzubillaahi min dzaalik.

Islam datang untuk mengangkat martabat perempuan dari kehinaan dan keterpurukan, dan menempatkan perempuan pada kedudukan yang terhormat. Wanita solihah yang patuh pada suami dan taat menjalankan perintah Allah, maka Allah telah memberikan kehidupan yang lebih baik sebagaimana yang disediakan bagi kaum yang beriman, sebagaimana firman Allah Ta`ala :

Artinya:” Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik 15dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” ( QS.An Nahl :97 ).

Wanita memiliki kemampuan yang berbeda denagn laki-laki dan lemah, karena Allah

`Ta`ala mempersiapkan wanita mengrusi rumah tangganya dan suaminya. Rasullah Saw bersabda :“Dunia adalah perhiasaan ,dan sebaik sebaik perhiasan adalah wanita shalihah “.(HR Muslim ).

Allah menciptakan manusai dengan kekuasaannya dan telah menetapakan peran dan fungsinya berbeda-beda. Allah ditentukan mencari nafkah dan bekerja diluar rumah, sedangkan wanita berperang mengurusi rumah tangga dan mendidik anak-anaknya. Sedadangkan memilih bekerja diluar rumah berarti mengabaikan kodratnya sebagai seorang wanita, dan hal ini bila dibairkan berlarut-larut akan akan menyebabkan keretakkan dalam rumah tangga. Allah Ta`ala berfirman :“ Hai orang orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluar gamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu“. (Qs.At Tahrim: 6).

Dalil-Dalil Di Syariatkan Agar Wanita Tinggal Dirumah.

Allah Ta`ala berfirman :

Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu16 dan janganlah kamu berhias dan bertingkah   laku   seperti   orang-orang   Jahiliyah   yang   dahulu17   dan   dirikanlah    shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan         dosa     dari      kamu,  Hai      ahlul    bait18 sebersih-bersihnya.”( QS.Al Ahzab:33)

Sedangkan menurut AsySyaukani Sesungguhnya maksud ayat di atas adalah “ memerintahkan kepada mereka ( para Wanita ) agar tinggal dan menetap di dalam rumah, dan bukankah ia( wanita )sebagai penyejuk pandangan “ ( Fathul Qodir 4 / 347)

Umar bin Khothab pernah berkata : “ Sederhanakan atas wanita dalam berpakaian, sesungguhnya salah seorang dari mereka apabila ia memiliki banyak pakaian dan perhiasan yang bagus maka akan membuat ia senang keluar rumah” . ( Fathul Qodir 4/347)

Allah Ta`ala berfirman :

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang

kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”.(Qs.At Tahrim :6 ).

1.         Dampak Negatif Wanita Bekerja Di Luar Rumah

Keikutsertaan wanita dalam dunia kerja dan membangun karirnya sendiri, sedikit atau banyak akan menimbulkan dampak positif dan negatif dari segala segi, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Dampak positif terhadap perekonomian keluarga adalah terpenuhnya kebutuhan keluarga serta terbantunya masyarakat terhadap peran wanita. Akan tetapi wanita karir juga rentan terhadap masalah keluarga karena kesibukkan dirinya sehingga terlantarnya pendidikan anak. Disini penulis akan berusaha mengutarakan dampak negatif dari keikutsertaan wanita dalam bekerja, yaitu:

a.    Anak kurang mendapat perhatian, kasih sayang ibunya.

Dalam sebuah hadits Rosulullah bersabda :“ Sesungguhnya Allahakan meminta pertanggungjawaban setiap pemimpin atas apa yang di pimpin apakah ia menjaga kepemimpinan itu atau melalaikannya sehingga orang laki-laki ditanya tentang anggota keluarganya” ( As-SilsilahAhadits As Shohihah :1636)

b.    Bercampur antara wanita dan pria yang bukan muhrin pada umumnya.

Dalam sebuah hadist Rasullah bersabda :“Tidaklah aku tinggalkan sepeninggalan ku fitnahyang lebih berbahaya bagi laki laki dari fitnahnya wanita” (Bukhari Muslim ).

c.    Sebahagian besar wanita yang bekerja diluar rumah membuka hijabnya, memakai farvum serta bermeka up, hal ini secara tidak disadari akan mengundang syahwat laki-laki.

d.  Wanita yang bekerja diluar rumah dapat mengurangi kasih sayang pada putra dan putrinya serta kurang keharmonisan dalam rumah tangga.

e.  Seorang wanita yang sudah bekerja akan bersikap boros dikarenakan akan dibelanjakan untuk membeli pakaian dan perhiasan. Hal ini terjadi disebabkan wanita suka dengan perhiasan dan pakaian yang bagus-bagus.

f.     Membuka pintu zina. (Ensiklopedi wanita muslimah :160 ).

2.       Syarat-Syarat Diperbolehkan Wanita Bekerja diluar rumah

Keikutsertaan wanita dalam dunia kerja, pada umumnya bukanlan keinginan diri sendiri melainkan himpitan ekonomi, namun seorang wanita karir harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:

Kesatu, Mendapatkan izin dari walinya atau suami.

Kedua, Tidak berduaan disuatu tempat dengan laki laki yang bukan mahramnya. Rasulullah bersabda :“Janganlah sekali kali seorang laki - laki berkhalwat (berduan)dengan wanita, karena yang ketiganya adalah syaithan”. (HRAt Tirmidzi ).

Ketiga, Tidak melakukan tabaruj. menurut syeikh Almaududi, berpendapat bahwa kata tabaruj,bila dihubungkan dengan perempuan maka memiliki tiga makna, yaitu :

a.       Menunjukkan kecantikkan wajah dan bagian tubuh yang dapat menimbulkan syahwat laki-laki.

b.       Memperlihatkan keelokan tubuh dengan memakai pakaian yang ketat dan perhiasaan yang bagus.

c.       Menampilkan diri dengan berjalan dihadapan orang banyak yang bukan mahram . (Al Hijab :290).

Berdasarkan Al-Qur`an, As Sunnah dan kesepakatan para ulama bahwa hukum tabaruj adalah haram. (Ensiklopedi Wanita muslimah:153 ).

Keempat, Tidak memakai parfum yang dapat membangkitkan birahi laki-laki.

Rasullah bersabda :“Setiap mata adalah penzina,dan sesungguhnya apabila wanita itu mengenakan wewangian kemudian dia berlalu melewati majlis,maka dia adalah penzina”. { HR Abu Daud, dan At Tirmidzi }.

Kelima, Memakai pakaian yang menutup aurat yang sesuai menurut ketentuan Islam, Allah Ta`ala berfirman :

Artinya: Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri  orang  mukmin:  "Hendaklah  mereka  mengulurkan  jilbabnya19  ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak  di  ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Al- Ahzab :59)

 Artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya,  dan  kemaluannya,  dan  janganlah  mereka  Menampakkan   perhiasannya,

kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,  atau  putera-putera  saudara  perempuan  mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(Al-Nur(24):31)

3.       Hukum Wanita Karir Dalam Islam

Dalam Islam, wanita berhak mempunyai harta, membelanjakan, atau memberikan hartanya. Mengenai wanita yang memilih menjadi wanita karir, maka harus ditentukan hukum masalah ini boleh atau tidak untuk bekerja keluar rumah karena Islam memandang bahwa wanita memiliki peran yang penting dalam masyarakat. Selain itu tidak ada yang bisa menggantikan peran seorang ibu dirumah tangga untuk mendidik anak dan melayani suami. Dalam Islam wanita dianjurkan untuk bekerja dirumah mendidik, merawat dan membesarkan anaknya serta melayani suami. Sebagaimana Allah berfirman:

 Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi  yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.s. Al-Baqarah [2]: 233)

Artinya: 

Dan  hendaklah  kamu  tetap di rumahmu20 dan janganlah kamu berhias dan bertingkah   laku   seperti   orang-orang   Jahiliyah   yang   dahulu21   dan   dirikanlah    shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendakmenghilangkan dosa dari kamu, Hai           ahlul    bait22 sebersih-bersihnya.” (Q.s. al-Ahzâb [33]: 33)

dan      membersihkan  kamuWalaupun demikian, tidak ada ayat Al-Quran maupun hadist yang menyatakan bahwa wanita dilarang bekerja diluar rumah. Allah Berfirman;

Artinya:

”.Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya23 dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. “(QS An-Nisaa [4] : 32)

Islam tidak melarang seorang wanita untuk mencari membantu suaminya mencari nafka dan menitih karir dalam pekerjaan. Pekerjaan itu diperbolehkan Islam selama tetap berdasarkan pada hukum Islam, seperti yang telah dijabarkan sebelumnya.

Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Syekh Khalid Abdurrahman al-‘Ak: “Islam sama sekali tidak mencegah seorang perempuan menjadi saudagar, dokter, pengajar atau berbagai pekerjaan lain yang dapat menghasilkan rizki, selama segala pekerjaan diatas memang merupakan hal yang harus ia laksanakan (demi memenuhi kebutuhan hidup) dan juga selama ia memilih jalan tengah yang utama dan senantiasa menetapi hal-hal yang membuatnya menjadi terjaga seperti penjelasan yang lalu telah disampaikan” (Syekh Khalid Abdurrahman Al-‘Ak, Adab al-Hayat az-Zaujiyah fi Dhow’i al-Kitab wa as-Sunnah, Hal. 163)

Segala syarat dan ketentuan tersebut, bukanlan mempersempit atau menghalangi wanita untuk berkarir tapi merupakan cara Islam menghargai dan menghormati wanita terhadap kehormatan dan harga diri seorang perempuan. Islam memang tidak melarang wanita untuk bekerja tapi lebih mengutamakan agar wanita tetap tinggal dirumah untuk menjaga, mendidik, merawat anaknya serat melayani suaminya. Islam memperbolehkan wanita tetap berkarir asal tetap menjalankan kewajiban sebagai ibu untuk anak-anaknya serta berbakti kepada suaminya. Walaupun demikian, ketika wanita bekerja diluar rumah tidak bisa menjadikannya sebagai pemimpin dirumah tangganya.

 

Wanita Bercadar berfoto dimedia sosial

Sering kita melihat seorang wanita yang memamerkan wajahnya di media sosial baik di Wa, facebook, ataupun diinternet sedang ia memakai cadar syar’i dan terlihat hanyalah matanya saja. Ketika di tegur bahwa seorang wanita tidak boleh berselfi maka kebanyakan mereka menyangkalnya, dan ketika memajang foto mereka di media sosial banyak mengundang komentar dari para laki-laki yang tak jarang memuji mecantikkan dan banyak lagi komentar yang dilontarkan oleh mereka. Walaupun berselfi dilakukannya dengan memakai cadar tetap saja akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki dan terlihat cantik bila dilihat dengan lawan jenis. Salah satu alasan mereka berselfi diinternet adalah dengan alasan berdakwa, menyiarkan agama Islam dan supaya muslimah lain mau ikut bercadar menutup aurat mereka.

Berdakwa merupakan jalan seorang muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah untuk mendekat diri kepada-Nya, dan salah satu kewajiban seorang muslim yaitu saling mengingatkan saudaranya dalam hal kebaikan, sebagaimana firman Allah sebagai berikut:

Artinya:

“Demi masa.Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”(QS. Al-Asr: 1-3)

Walaupun dakwah merupakan perintah Allah Swt yang disyariatkan kepada umat Islam, dakwah juga harus dilandaskan pada syariat pula, sebagaimana Allah berfirman swt:

Artinya:

“Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik".(QS. Yusuf : 108)

Syaikh Bin Baz rahimahullah mengatakan, “Tujuan dakwah adalah mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya, membimbing mereka kepada kebenaran hingga mereka berpegang dengannya dan selamat dari neraka dan adzab Allah. Dakwah mengeluarkan orang yang bodoh dari gelapnya kebodohan kepada cahaya ilmu.” (Ad-Da’watu Ilallah wa Akhlaaq Ad-Du’ah hal. 51).

Tidak dapat tujuan dakwah itu dicapai kalau tidak dilandasi oleh ilmu dan hikmah yang berasal dari Al-Quran dan Hadist, niat saja tidak dapat diterima kalau tidak sesaui dengan norma        yang            ada      serta    tidak bertentangan dengan hukum Islam. Al-Hafidz  Ibnu  Hajar rahimahullah berpendapat bahwa Berilmu sebelum perkataan dan perbuatan”. Ibnul Munayyir menjelaskan bahwa yang dimaksud perkataan adalah cara seorang pendakwa berkomunikasi dan kemudian dengan ilmu membenarkan keduanya (perkataan dan perbuatan). Maka sorang pedakwah harus memiliki ilmu terlebih dahulu sebelum ia berkata dan berbuat, karena dengan ilmu dapat meluruskan niat, sehingga akhirnya dengan niat dapat memperbaiki amal.’ (Ma’alim fi Thariiqil Islah, hal. 8).

Menyempurnakan hijab dengan mengunakan cadar merupakan kebaikan, tapi bila mengajak seorang muslimah dengan menyebarkan foto selfi di media sosial merupakan berdakwa tanpa didasarkan pada ilmu sehingga bukan kebaikan yang didapat tapi kemungkaran yang dihasilkannya. Disini saya akan sedikit mengutarakan kemungkaran yang didapat dari berselfi bagi wanita yang bercadar, yaitu:

1. Menghilangkan fungsi cadar

Allah berfirman,

  Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab : 59).

Dari ayat tersebut kita tahu bahwa fungsi hijab adalah untuk menutup aurat tubuh seorang wanita dan menghidarkan pandangan buruk laki-laki yang jahat kepada mereka sehingga mereka tidak diganggu. Namun pada zaman sekarang banyak kita lihat, wanita yang bercadar berselfie di mensos sehingga menjadikan mereka sebagai objek yang dapat di nikmati oleh laki-laki yang bukan mukhrimnya.

Pada zaman Rasulullah dan sahabat, para wanita menjalankan syariat Islam dengan sungguh-sungguh karena langsung dibimbing oleh Rasulullah. Namun, sahabat dari kalangan para wanita juga tidak terus merasa aman dari fitnah. Abu Hurairah bercerita bahwa kaum wanita mendatangi Rasulullah. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami tidak bisa mengikuti majelismu karena banyak kaum lelaki. Berikanlah satu hari bagi kami untuk bermajelis dengan engkau.” Beliau bersabda, Tempat kalian di kediaman fulan.” Merekapun datang pada hari dan tempat yang dijanjikan. (HR. Ahmad 7310). Nafi’ meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah bersabda, ‘Andai kita biarkan pintu ini untuk para wanita’.” Nafi melanjutkan, “Ibnu Umar tidak pernah masuk melalui pintu itu hingga wafat.” (HR. Abu Dawud, II/125, dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud).

2. Membuka pintu fitnah

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

Aku tidak meninggalkan satu fitnahpun yang lebih membahayakan para lelaki selain fitnah wanita.” (HR. Bukhari No. 5096 dan Muslim no. 2740)

Allah Ta’ala berfirman :,

“Maka janganlah kamu (wanita) tunduk (menghaluskan suara) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (al-Ahzab :32)

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Wanita itu adalah aurat. Bila ia keluar, setan akan menghiasinya (untuk menggoda laki-laki).”

Syaikh Abul ‘Ala Al-Mubarakfuri rahimahullah berkata,

“Bila wanita keluar, setan akan menghiasinya (untuk menggoda laki-laki), maknanya adalah setan menghiasinya di mata laki-laki. Juga dikatakan, maknanya, setan melihat wanita tersebut untuk menyesatkannya dan menyesatkan (manusia) dengannya. Dan makna asal (اﻻﺳﺗﺷراف) adalah mengangkat pandangan untuk melihat sesuatu.”[4]

Pandangan adalah satu anak panah di antara anak panah-anak panah iblis. Barangsiapa yang meninggalkannya karena takut kepada Allah, maka Allah Azza wa Jalla akan memberikan keimanan dan ia merasakan manisnya di hatinya”.

“Tidaklah aku pernah melihat orang yang kurang akal dan  agamanya  sehingga  dapat menghilangkankan akal laki-laki yang teguh selain salah satu di antara kalian wahai wanita.”.

Allah Ta’ala berfirman

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An Nur: 30)

Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Katakanlah       kepada wanita yang    beriman:          Hendaklah       mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (An-Nuur : 31)

Dari Jarir bin Abdillah radliyallahu ‘anhu , ia berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba (tidak sengaja), maka beliau memerintahan aku untuk memalingkan pandanganku”.

Allah Ta’ala berfirman:

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS. Al Imran: 14).

Allah Ta’ala juga berfirman:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” (QS. An Nur: 30-31).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. Al Bukhari 5096, Muslim 2740).

Beliau juga bersabda:

 Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau. Dan Allah telah mempercayakan kalian untuk mengurusinya, Sehingga Allah melihat apa yang kalian perbuatan (disana). Maka berhati-hatilah kalian dari fitnah (cobaan) dunia dan takutlah kalian terhadap fitnah (cobaan) wanita. Karena sesungguhnya fitnah (cobaan) pertama pada Bani Isra’il adalah cobaan wanita” (HR Muslim 2742).

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

Wanita adalah aurat. Jika ia keluar, setan memperindahnya” (HR. At Tirmidzi no.

1173, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Al Qurthubi berkata: “Ibnu Juwaiz Mandad – ia adalah ulama besar Maliki – berkata: Jika seorang wanita itu cantik dan khawatir wajahnya dan telapak tangannya menimbulkan fitnah, hendaknya ia menutup wajahnya. Jika ia wanita tua atau wajahnya jelek, boleh baginya menampakkan wajahnya” (Tafsir Al Qurthubi, 12/229).

NabiShallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

Janganlah kalian menjadi penolong setan untuk menggoda saudara kalian” (HR. Bukhari no.6781).

Allah Ta’ala berfirman:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya…” (QS. An Nur: 30-31).

Allah Ta’ala juga berfirman:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya…” (QS. An Nur: 30-31).

Allah Ta’ala juga berfirman:

“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka” (QS. Al Ahzab: 53).

Allah Ta’ala juga berfirman:

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Ahzab: 59).

Tidak kita pungkirin bahwa wanita memiliki fisik yang lemah, walaupun seperti itu cobaan wanita sangatlah dahsyat karena dengan kecantikan dan kemolekan tubuh mereka dapat menundukan laki-laki yang perkasa sekalipun. Oleh karena itu bagi saudariku tinggalkanlah berselfi karena akan membuka pintu fitnah.

3. Potensi tabarruj (berhias)

Iblis merupakan musuh yang nyata bagi manusia, oleh karena itu kita harus berhati-hati terhadap bujuk rayunya, salah satunya bujuk rayu setan sebagai kaki tangan iblis terhadap para wanita adalah ingin tampil cantik didepan lawan jenisnya. Banyak yang setan lakukan untuk menjerumuskan manusia keneraka dengam menggoda muslimah untuk melepaskan hijabnya, hingga merayu seorang wanita menjadikan hijab sebagai perhiasannya dengan berselfi dimedia sosial atau internet. Ketika seorang berselfi didepan kamera maka ia pasti memilih untuk tampil dalam pose yang terbaiknya dan mengunakan pakaian dari yang gamis yan baru, aksesoris lagi tren, hingga bulu matanya dibentuk sedimikian rupanya.

At-Tirmidzi meriwayatkan dalam Kitab "Sunan"nya, dan Hadits ini Shahih, dari Abdullah bin Mas'ud, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:

"Wanita adalah aurat, jika dia keluar (dari rumahnya), maka syaithan akan memperindahnya."

Dari hadist ini telah dijelaskan Rasulullah bahwa setan akan memperindah wanita dengan perhiasan yang menarik hati dan menjadikan wanita itu indah dimata para lelaki. Arinya walaupun wanita itu memakai hijab secara sempurna dengan memakai cadar ketika keluar rumah tetap saja laki-laki dapat tergoda dengan pemandangan secara umum.

4. Disalahgunakan oleh orang lain

Foto yang kita sebar di jejaring sosial bukan lagi milik kita karena itu sudah jadi milik semua orang. Jadi tidak dipungkirin bahwa bisa saja foto wanita yang bercadar tersebut disalah gunakan oleh orang lain dan mereka tidak takut terhadap Allah atas perbuatan mereka. Jadi tahanlah saudariku terhadap kenginan untuk berselfi dimedia sosial. Karena bisa jadi foto selfi yang kita sebarkan disalahgunakan orang lain.

5. Menjadi contoh dalam keburukan

Sering kita menganggap hal yang biasa berfoto selfi dihalayak ramai untuk berbagai keperluan baik untuk kebutuhan akun maupun menujukkan eksistensi diri seorang wanita. Namun, hai ini berbeda bila itu seorang wanita yang sudah berkomitmen memakai cadar dan berusaha mencapai tingkat kesempurnaan, maka hal itu tidak layak untuk dilakukan. Sering kita melihat beberapa wanita yang memakai cadar berfoto selfi dengan gaya yang mereka sukai, hal menunjukan seolah-olah mereka belum paham terhadap sunnah Rasulullah, bahwa seorang wanita tidak dibenarkan berfoto selfi karena menjadikan contoh yang buruk bagi generasi selanjutnya.

Allah Ta’ala berfirman

Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja.” (QS. Al-An’am : 116)

Banyak alasan yang mereka utarakan untuk bisa berfoto selfi, salah satunya mereka beralasan untuk kepentingan dakwa. Kalau kita analisa seorang muslimah yang mengajak wanita lain untuk berhijab dengan cara berselfi, pada dasarnya dia sebenarnya bukan saja mendakwakan hijabnya tetapi juga mendakwahkan prilaku selfi itu sendiri.

Ada beberapa kemungkinan yang terjadi bila seorang muslimah memajang foto selfinya di media sosial pada anak perempuannya, dan dia akan berkata :” ibuku seorang muslimah yang memakai cadar tapi ibuku suka selfi dan mengaploadnya di media sosial, berarti foto berselfi di media sosial diiperbolehkan bagi wanita yang bercadar dengan alasan berdakwa maka akupun akan ikut berfoto selfi seperti ibuku." Lama kelamaan wanita berhijab lagi bercadar berfoto selfi yang hanya kelihatan matanya saja tapi setelah berganti generasi maka mereka berfoto akan kelihatan lehernya dan generasi seterusnya tidak konsisten terhadap hijabnya, dan semua ini tidak akan terjadi kalau bukan disebabkan oleh ENGKAU yang memberi contoh yang buruk intuk generasi selanjutnya.

Allah ta'ala berfirman:

"Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kepada agama islam secara kaaffah (keseluruhan), dan janganlah engkau mengikuti langkah-langkah syaithan, sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu."

6. Mencederai rasa malu

Hendaknya seorang muslimah menghiasi dirinya dengan rasa malu jika ada seorang lelaki yang bisa melihat kecantikan wajahnya dan garakan tubuhnya. Tetapi sayang sekali malu itu sudah berkurang pada diri seorang muslimah yang sejati. Rasulullah Saw bersabda:

Sifat malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan ”.(HR. Bukhari 6117).

Ada hadist hasan yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi : Bahwa sesungguhnya Rasulullah bersabda:

" Orang yang mengajak kebaikan mendapat pahala yang sama dengan orang yang diajaknya."

Marilah kita bandingkan dua orang wanita yang diabadikan Allah dalam Al-Quran yaitu:

“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?” Kedua wanita itu menjawab: “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya”. Maka Musa memberi minum ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat yang teduh lalu berdoa: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku”” (QS. Al-Qashash: 23-25).

Dalam Tafsir Al Jalalain dijelaskan bahwa:

“Yaitu mereka tidak jadi meminumkan ternaknya karena khawatir berdesak-desakan (dengan para lelaki)”.

Begitulah seharusnya sikap seorang muslimah bila berbicara dengan lelaki yang bukan mahramnya harus dengan rasa malu dan tidak ketika berjumpa sendirian tetapi membawa temannya. Nabi muhammad bersabda Saw:

“Iman itu enam puluh sekian cabang, dan malu adalah salah satu cabang dari iman”

(HR. Al Bukhari 9, Muslim 35).

Nabi bersabda:

“Malu itu tidak datang kecuali dengan kebaikan” (HR. Al Bukhari 6117, Muslim 37).

Sikap malu bukanlah sikap yang hanya dihajarkan Nabi Muhammad Saw tetapi malu adalah ajran yang diajarkan seluruh Nabi Para yang terdahulu kepada umatnya. Nabi muhammad bersabda:

 “Sesungguhnya diantara hal yang sudah diketahui manusia yang merupakan perkataan para Nabi terdahulu adalah perkataan: ‘jika engkau tidak punya malu, lakukanlah sesukamu’” (HR. Al Bukhari 6120).

Allah Ta’ala berfirman:

 “janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka … ” (QS. An Nur: 31).

Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa wanita tidak boleh memperlihatkan keindahan mereka kecuali kepada suami mereka. Ulama sepakat dalam masalah ini bahwa wanita tidak boleh mempercantik wajahnya bila keluar rumah dan didepan para lelaki yang bukan mukhrim karena kecantikan wanita dan gerak geriknya dapat menimbulkan fitnah.

Demikian juga wanita yang mempertontonkan kecantikan wajahnya dengan memajangnya dimedia sosial dan yang terlihat hanya matanya saja karena itu menyelisihi hukum Islam. Oleh karena itu janganlah seorang muslimah yang bercadar meng-upload foto selfinya di internet walaupun itu dengan alasan berdakwa karena bisa membuat seorang laki-laki penasaran dengan kecantikan wajahnya itu.

Ulama berpendapat:

“Laki-laki jika ingin mengetahui kecantikan seorang wanita maka ia pasti akan memandang ke wajahnya.”

 Ali bin Abi Thalib berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‘apa yang paling baik bagi wanita?’. Lalu Ali tidak tahu harus menjawab apa. Ia pun menceritakannya kepada Fathimah. Fathimah pun berkata: ‘katakanlah kepada beliau, yang paling baik bagi wanita adalah mereka tidak melihat para lelaki dan para lelaki tidak melihat mereka‘. Maka aku (Ali) sampaikan hal tersebut kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Lalu beliau bersabda: ‘sungguh Fathimah adalah bagian dari diriku, semoga Allah meridhainya‘” (HR. Ibnu Abid Dunya dalam Al ‘Iyal no. 409, semua perawinya tsiqah).

Dari dalil tersebut jelaslah bahwa wanita yang paling baik disis Allah adalah yang tersembunyi dari pandanga para lelaki dengan berusaha tidak terlihat lak-laki, menutup dirinya dengan memakai hijab serta tidak meng-upload fotonya diinternet walaupunitu dengan alasan berdakwa.

Jual Beli Sperma

Secara etimologi, al-bay'u (jual beli) berarti mengambil dan memberikan sesuatu. Adapun secara terminologi, jual beli adalah kegiatan ekonomi tukar menukar barang dan berpindahnya  hak   kepemilikan.   Di   dalam   kitab Fiqhus   sunnah (3/46)   dikatakan bahwa al-bay'u adalah kegiatan tukar menukar harta dengan barang yang dilakukan secara suka sama suka atau proses berpindahnya kepemilikan barang kepada orang lain dengan cara ijab kabul serta memperhatikan ketentuan yang disyariatkan Islam.

Kondisi sekarang sangat memperhatinkan, karena banyak umat Islam sendiri aja dalam praktek jual beli, mereka tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam praktek jual beli, sehingga transaksi yang terjadi adalah unsur penipuan, kecuranga, dan kezaliman.

Jika kita memperhatikan praktek jual beli yang dilakukan para pedagang saat ini, mungkin kita dapat menarik satu konklusi, bahwa sebagian besar para pedagang dengan "ringan tangan" menipu para pembeli demi meraih keuntungan yang diinginkannya, oleh karena itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Sesungguhnya para pedagang itu adalah kaum yang fajir (suka berbuat maksiat), para sahabat heran dan bertanya, "Bukankah Allah telah menghalalkan praktek jual beli, wahai Rasulullah?". Maka beliau menjawab, "Benar, namun para pedagang itu tatkala menjajakan barang dagangannya, mereka bercerita tentang dagangannya kemudian berdusta, mereka bersumpah palsu dan melakukan perbuatan-perbuatan keji." (Musnad Imam Ahmad 31/110, dinukil dari Maktabah Asy Syamilah; Hakim berkata: "Sanadnya shahih", dan beliau disepakati Adz Dzahabi, Al Albani berkata, "Sanad hadits ini sebagaimana yang dikatakan oleh mereka berdua", lihat Silsilah Ash Shahihah 1/365; dinukil dari Maktabah Asy Syamilah).

Banyak kita temui seorang peternak baik sapi maupun yang sejenisnya yang memiliki sapi betina tapi tidak memiliki sapi jantan. Untuk memiliki anak maka seorang peternak tersebut menyewa sapi pejantan denga sejumlah uang yang dia berikan kepada yang disewai sapi jantannya. Maka untuk mengetahui hikum perbuatan tersebut, maka lebih baiknya kita perhatikan hadist berikut ini: Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, dia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sperma pejantan.” (HR. Bukhari, no. 2284). Yang dimaksud dengan “melarang sperma pejantan” dalam hadits di atas mencakup dua pengertian:

1.       Tentang menjual beli sperma pejantan.

2.       Tentang Uang yang didapat dari hasil sewa-menyewa karena mengawini betina.

Ibnu Hajar berpendapat, “Apapun maknanya, memperjualbelikan sperma jantan dan menyewakan pejantan itu haram karena sperma pejantan itu tidak bisa diukur, tidak diketahui, dan tidak bisa diserahterimakan.” (Fathul Bari, jilid 6, hlm. 60, terbitan Dar Ath-Thaibah, Riyadh, cetakan ketiga, 1431 H).

Ibnul Qayyim berpendapat: “Yang benar, sewa pejantan adalah haram secara mutlak, baik dengan status ‘jual beli sperma’ ataupun ‘sewa pejantan’. Haram bagi pemilik pejantan untuk mengambil hasil dari menyewakan pejantan. Akan tetapi, tidak haram bagi pemilik binatang betina untuk menyerahkan uang kepada pemilik hewan jantan, bila membayar sejumlah uang dalam hal ini adalah pilihan satu-satunya, karena dia menyerahkan sejumlah uang untuk mendapatkan hal mubah yang dia perlukan.” (Zadul Ma’ad, juz 5, hlm. 704, Muassasah Ar-Risalah, cetakan keempat, 1425 H)

Alasan dilarangnya jual beli sperma pejantan adalah sebagai berikut:

1.    Sperma itu tidak dapat diserah terimakan.

2.    Sperma tidak diketahui jumlahnya. (Zadul Ma’ad, juz 5, hlm. 705)

Dari Jabir bin Abdillah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada satu pun pemilik unta, sapi, ataupun kambing yang tidak menunaikan kewajiban hewan ternaknya melainkan dia akan didudukkan pada hari kiamat di suatu tempat yang terbentang rata (baca: bumi mahsyar). Orang tersebut akan diinjak oleh untanya dan dia akan ditanduk oleh sapi atau kambingnya. Pada hari itu, tidak ada hewan yang tidak memiliki tanduk atau memiliki tanduk namun patah.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, apa kewajiban yang perlu ditunaikan terkait binatang piaraan?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Meminjamkan hewan pejantannya secara cuma-cuma untuk mengawini hewan betina, meminjamkan embernya kepada orang yang membutuhkannya, meminjamkan hewan perah kepada orang miskin untuk diambil susunya, memperbanyak perahan susunya dengan air lalu membagikannya kepada orang di sekelilingnya, dan hewan yang bisa ditunggangi dijadikan sebagai hewan tunggangan dalam rangka jihad di jalan Allah.” (HR. Muslim, no. 2344) »

Dari Abu Amir Al-Hauzani dari Abu Kabsyah Al-Anmari. Abu Kabsyah datang ke rumah Abu Amir lalu mengatakan, “Pinjami aku kuda pejantanmu untuk mengawini kuda betani milikku, karena sungguh aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang meminjamkan kuda pejantannya secara cuma-cuma, lalu kuda betina yang dibuahi itu berketurunan, maka pemilik kuda jantan tersebut akan mendapatkan pahala tujuh puluh kuda yang dijadikan sebagai binatang tunggangan di jalan Allah. Jika tidak berketurunan maka pemilik kuda pejantan akan mendapatkan pahala seekor kuda yang digunakan sebagai hewan tunggangan di jalan Allah.” (HR. Ibnu Hibban, no. 4765)

Dari Anas bin Malik, bahwasanya ada  seorang  dari  Bani  Kilab  bertanya  kepada  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang upah sperma pejantan. Jawaban Nabi adalah melarang hal tersebut. Orang tersebut lantas berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami meminjamkan pejantan dengan cuma-cuma lalu kami diberi hadiah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membolehkan untuk menerima hadiah”. (HR. Tirmidzi, no. 1274; dinilai hasan gharib oleh Tirmidzi dan dinilai sahih oleh Al-Albani)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Ahmed an-Na’im, Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Right and International Law, New York: Syracuse University Press, 1990.

Abdullah, M. Amin, “Kata Pengantar”, dalam Richard C. Martin, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, terj. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001.

Abdullah, M. Amin,          Islamic Studies di        Perguruan       Tinggi:            Pendekatan Integratif-Interkonektif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Abdurrahman Jabir Al Jazairi, Fiqih Ala Al Madzahib Al Arba’ah (Beirut : Daar Al Fikr, 1996)

Abdurrahman Jabir Al Jazairi, Fiqih Ala Al Madzahib Al Arba’ah (Beirut : Daar Al Fikr, 1996)

Abou El Fadl, Khaled M., Atas Nama Tuhan; Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif, terj.

R.Cecep Lukman Yasin, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2004.

Abou El Fadl, Khaled M., Melawan “Tentara Tuhan”, terj. Kurniawan Abdullah, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003.

Abu Abdillah Syamsuddin Al Qurtuby, Al Jami’ Liahkamil Qur’an, ( Kairo : Daar Al Kutub Al Mishriyah, 1964 )

Abu Zayd, Nasr Hamid, Naqd al-Khitab al-Diniy, Qahira: Sina li al-Nasyr, 1994.

Adil Fahmi, Menyingkap Rahasia Wanita Dar A – z, (Jakarta : Daar Al Haq, 1432 H), Al Maqdisi, Muhammad Bin Muflih, Al Adab As Syar’iyah Wal Minah Al Mar’iyah

Ali Bin Amru Abul Hasan Daaruqtny al Baghdady, Sunan Daaruqutni, ( Beirut : Daar Al Ma’rifah, 1966 )

Ali, Hasan. Asuransi Dalam Perspektif Hukum. Jakarta :Kencana, 2004 Anwar, Syahrul. Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh. Bogor : Ghalia Indonesia, 2010

Arkoun, Muhammed, Tarikhiyyah al-Fikr al-‘Araby al-Islamy, Libanon: Markas Alinma’ al-Qauny, 1986.

Azhar, Muhammad. Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: Lesiska, 1996

Bustamam-Ahmad, Kamaruzzaman, Wajah Baru Islam di Indonesia, Jogjakarta: UII Press, 2004.

Departemen Agama RI., Topik Inti Kurikulum Nasional Perguruan Tinggi Agama Islam Fakultas Syari’ah, Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, 1998.

Dr. Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual, (Jakarta : Gema Insani, 2003),

Fauzan Shalih Bin Fauzan Al Fauzan, Majmu Fatawa Syeikh Fauzan, ( Riyadh : Daar Ibnu Huzaimah, 2003 )

Hasan, Riffat dan Fatima Mernissi, Setara di Hadapan Allah, terj. Tim LSPPA,  Yogyakarta: Lembaga Studi Pengembangan Perempuan dan Anak, 1996.

http://www.almoslim.net/node/82772

Ibnu Mandzur, Lisaan Al Arab, (Beirut : Daar Ihyaau At Turats Al Araby, 1993).

Ibnu Rajab Al Hambali, Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan kedelapan, tahun 1419 H.

Kurzman, Charles (ed.), Liberal Islam A Sourcebook, New York: Oxford University Press, 1988.

Mahmud, Amir (ed.), Islam dan Realitas Sosial di Mata Intelektual Muslim Indonesia, Jakarta: Edu Indonesia Sinergi, 2005.

Martin, Richard C. (ed.), Approaches to Islam in Religious Studies, Tucson: The University of Arizona Press, 1985.

Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah, ( Kuwait : Daar As Salaasil, 1404-1427 H)

Mernissi, Fatima, Beyond the Veil: Male-Female Dynamic in the Modern Muslim Society, Bloomingtoon: Indian University Press, 1987.

Muhammad bin Ismail Bin Bardizbah AL Bukhari, Al Jaami’ Al Musnad As Shahih Al Mukhtashar  Min  Umuuri  Rasulullah  Sallallahu  Alaihi  Wasallam  Sunanihi   Wa  Ayyamihi, (Daar Turuq An Najah, 1422 H)

Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin, Risalah Fid Dima’ At Thabi’iyah Lin Nisa’,

Muhammad bin Shalih bin Muhammad Al Utsaimin, Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatus Syeikh Muhammad Bin Shalih Al Utsaimin, ( Daar Al Wathn, 1413 H)

Muslich, Ahmad Wardi. Fiqh Muamalat. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Rahman, Fazlur, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition,

Chicago dan London: The University of Chicago Press, 1982.

Shahrur, Muhammad, Al-Kitab wa al-Qur’an: Qira’ah Mu’asirah, Dimasq, 1990.

Shalih Bin Abdul Aziz Bin Ali Alu Syeikh, Fiqih Muyassar Fi Dhouil Kitab Wa As Sunnah,

Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah, Konsep dan Sistem Operasional. Jajarta: Gema Insani, 2004

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq Ath Thorifi,Shifat Hajjatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terbitan Maktabah Darul Minhaj, cetakan ketiga, 1433 H.

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah Bin Baz, Ad-Da’watu Ilallah wa Akhlaaq Ad-Du’ah,

Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri, Syarh Al Arba’in An Nawawiyah Al Mukhtashor, terbitan Dar Kunuz Isybiliya, cetakan pertama, tahun 1431 H.

Syaikh Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al Fauzan, Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan pertama, tahun 1429 H

Syaikh Muhammad Asy-Syarif, 40 Matan Hadits Wanita (terjemahan), Cetakan pertama, Ummul Qura, 2018, ,

Syaikh Sholih bin ‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, terbitan Darul ‘Ashimah, cetakan kedua, tahun 1433 H

Ulama Najd, Ad Daroru As Sinniyah Fil Ajwibah An Najdiyah, ( Madinah : Maktabah Raqmiyah, 1996 )

Wahbah Zuhaili, fiqh Al Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus : Daar Al Fikr, Cet: IV) Wahbah Zuhaili, fiqh Al Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus : Daar Al Fikr, Cet: IV)

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan Populer